• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Ngalogat

Apa, Mengapa dan Bagaimana Menakhodai Gerbong NU, Catatan atas Buku Gus Yahya

Apa, Mengapa dan Bagaimana Menakhodai Gerbong NU, Catatan atas Buku Gus Yahya
KH Yahya Cholil Staquf (Dok. TVNU)
KH Yahya Cholil Staquf (Dok. TVNU)

Oleh Faiz Manshur
Cukup dua hari membaca buku karya KH Yahya Staquf yang berjudul PBNU Sejarah Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama ini. 


Saya merasa perlu membacanya karena tiga tahun terakhir ini tertarik tentang pentingnya perubahan mindset dan perilaku yang membutuhkan kerja organisasi, dan organisasi harus mampu menjawab "kebutuhan" individu dengan target pencapaian taraf hidup (ekonomi, sosial dan martabat). 

 

Dalam konteks keorganisasian, buku ini sangat bagus. Penulisnya "ngotot", super serius (dengan hati-hati) untuk menentukan visi dan mencari skala prioritas dalam membangun organisasi besar. 

 

Buku ini tipis, tidak memadai secara kesuluruhan untuk memandu kerja karena memang bukan buku praktis membenahi jutaan manusia dalam tubuh organisasi NU. Tetapi cara pandang penulisnya sungguh luar biasa. Saya percaya akan ada hal yang baik karena apapun tindakan kepemimpinannya nanti bergantung pada apa yang diyakini, dan yang diyakini itu memiliki sandaran objektif sekaligus mampu membuat klasifikasi. 

 

Saya yakin, masa depan NU akan membaik karena di dalam rangkaian visi ini memuat tiga komponen penting dalam menahkodai gerbong organisasi, yakni "Apa yang akan dilakukan", "Mengapa itu harus dilakukan," dan "Bagaimana cara melakukan?"

 

Usai membaca buku ini saya membayangkan dua hal. Pertama, literatur-literatur ilmiah tentang mindset, behavior dan leadership seperti karya Simon Sinek, Rolf Dobelli,, Richad h.Thaler, Jo Owen, Robert Maurer, Freek Vermeulen. Buku PBNU ini bisa dibilang cermerlang karena kadar "logis"nya laras dengan pemikir-pemikir yang saya sebut itu. 

 

Kedua, tentang ratusan cabang NU yang jika mampu digerakkan paradigma "apa", "mengapa", dan "bagaimana" gerakan itu mesti dilakukan. Segeralah melangkah dengan trial and error. Lima tahun akan terlihat hasilnya. NU akan bisa menjadi kekuatan baru manakala SDM di desa diarahkan untuk kerja ekologi.

 

Negara NKRI ini punya tiga problem sehingga Indonesia susah maju. Ketiganya itu adalah 1) birokrasi, 2) birokrasi, 3) birokrasi. Parasit. Solusinya, NU sebagai kekuatan sipil bisa dijadikan eksperimen penting pendidikan gerakan politik agar kelak cara mengurus negara punya kiblat atau sumber dari warganya sendiri.

 

Penulis adalah Pendiri yayasan Odesa


Editor:

Ngalogat Terbaru