Nasional

Webinar Duta Santri Nasional: Dukung Gerakan Pesantren Ramah Anak, Hapus Budaya Kekerasan

Senin, 28 Oktober 2024 | 11:00 WIB

Webinar Duta Santri Nasional: Dukung Gerakan Pesantren Ramah Anak, Hapus Budaya Kekerasan

Webinar tentang membangun gerakan pesantren ramah anak, Sabtu (26/10/2024). (Foto: dok. istimewa)

Bandung, NU Online Jabar
Dalam rangka memperingati Hari Santri 2024, Duta Santri Nasional mengusung tema penting “Pesantren Ramah Anak: Menghapus Kekerasan, Mewujudkan Kedamaian.” Acara yang digelar secara daring ini dihadiri oleh para santri dan masyarakat umum, dipandu oleh Duta Santri Nasional 2023, Alaikin Nabilah.


Sekretaris Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU), Nyai Hindun Anisah, menyatakan dalam sambutannya bahwa pesantren di Indonesia adalah lembaga pendidikan Islam yang dapat menjadi teladan bagi dunia. Ia menegaskan pentingnya penghapusan kekerasan di lingkungan pesantren untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi para santri.


Sesi pemaparan pertama dibawakan oleh Muyassarotul Hafidzoh, penulis buku panduan pencegahan kekerasan seksual untuk remaja. Ia menyampaikan pesan kepada para peserta untuk tidak menjadi korban atau pelaku kekerasan selama masa pendidikan. 


“Pada dasarnya, manusia diciptakan sebagai hamba Allah, manusia terbaik yang bertakwa, sebagaimana tertulis dalam Al-Quran Surah Adz-Dzariyah ayat 56. Manusia juga diciptakan sebagai pemimpin di bumi, sesuai dengan Surah Al-Baqarah ayat 30,” ujarnya pada Sabtu (26/10/2024).


Pemateri kedua, Rindang Farihah, Pengurus Yayasan Bumi Aswaja Yogyakarta, menyoroti pentingnya penerapan peraturan ramah anak di pesantren sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Nomor 1262 tentang Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren. 


“Kita, sebagai pengasuh, tenaga pendidik, santri, dan masyarakat harus menerapkan peraturan tersebut di lingkungan pesantren,” ungkapnya.


Rindang juga menjelaskan bahwa penerapan konsep pesantren ramah anak meliputi kebijakan, kurikulum, manajemen, serta relasi yang baik antara pemangku kepentingan. Tujuannya, kata Rindang, adalah untuk mencetak santri yang unggul, kader-kader ulama yang berkompeten dan mampu berkontribusi dalam penyelesaian berbagai persoalan masyarakat dan negara.


Sesi terakhir diisi oleh Margaret Aliyatul Maimunah, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sekaligus Ketua Umum PP Fatayat NU. Margaret menjelaskan bahwa perlindungan anak di pesantren sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 bertujuan menjamin anak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal serta terlindung dari kekerasan dan diskriminasi.


Ia menambahkan bahwa pesantren ramah anak juga dapat diwujudkan melalui pembentukan satuan tugas yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pimpinan yayasan hingga lembaga psikologi dan hukum setempat. 


“Upaya pencegahan dan penanganan perlindungan khusus anak di lingkungan pesantren harus terus kita galakkan,” pungkas Margaret.


Acara ini diharapkan mampu menanamkan kesadaran di lingkungan pesantren untuk menciptakan sistem pendidikan yang ramah anak, demi mewujudkan kedamaian dan kenyamanan bagi para santri.