Opini

Refleksi Tiga Momentum di Bulan Oktober: Pelantikan Presiden dan Wapres Terpilih, Peringatan HSN serta Hari Sumpah Pemuda

Senin, 14 Oktober 2024 | 14:23 WIB

Refleksi Tiga Momentum di Bulan Oktober: Pelantikan Presiden dan Wapres Terpilih, Peringatan HSN serta Hari Sumpah Pemuda

Tiga Momentum di Bulan Oktober: Pelantikan Presiden-Wapres 2024-2029, Hari Santri Nasional 2024, dan Hari Sumpah Pemuda 2024. (Ilustrasi: NU Online Jabar).

Di bulan Oktober 2024 ini ada tiga momen besar yang akan menjadi pusat perhatian masyarakat Indonesia. Momennya ada yang dirayakan secara besar-besaran oleh seluruh masyarakat, ada yang dirayakan sebagai bagian peringatan saja, ada juga yang dirayakan hanya oleh satu komunitas elemen masyarakat saja. Tiga momen itu yakni (1) pelantikan Capres-Cawapres terpilih pada 20 Oktober 2024; (2) peringatan Hari Santri Nasional (HSN) pada 22 Oktober 2024; dan (3) peringatan Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2024. 


Ketiga momen tersebut memiliki urgensinya masing-masing. Pelantikan Presiden dan Wapres terpilih perlu dilakukan karena selain sebagai amanat konstitusi, juga sebagai pijakan nasib Indonesia lima tahun ke depan. Seluruh masyarakat tentu menaruh harapan besar kepada Presiden dan Wapres terpilih terpilih untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. 


Sementara, peringatan Hari Santri Nasional yang diperingati sejak 22 Oktober 2015 itu dirayakan sebagai bagian untuk mengenang sekaligus mengapresiasi peran serta kontribusi para ulama dan santri dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Peran mereka yang saling bahu membahu dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia yang kala itu (pasca sesaat setelah Indonesia merdeka) masih terbelenggu oleh sisa-sisa penjajahan tidak main-main. Mereka menjadi garda terdepan dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia yang hakiki.


Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945 atas permintaan para pendiri bangsa menjadi bukti nyata kepedulian ulama dan para santri dalam  mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Kemerdekaan bagi para santri dan ulama kala itu menjadi sesuatu kewajiban yang harus prioritaskan, melebihi kepentingan diri pribadinya. Oleh karenanya, demi mewujudkan kemerdekaan, banyak dari mereka yang rela mengorbankan harta, jiwa, dan raganya. 


Dengan berpijak pada peran serta kontribusi pada ulama dan santri dalam mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan, kemudian pemerintah resmi menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 sebagai Hari Santri Nasional. 


Adapun untuk peringatan Hari Sumpah Pemuda yang selalu diperingati setiap 28 Oktober, masyarakat Indonesia diingatkan kembali akan momen-momen para pemuda tokoh bangsa yang peduli akan kemerdekaan negara Indonesia. Realitas bangsa Indonesia yang majemuk perlu diikat dengan suatu tekad yang menggambarkan persatuan dan kesatuan. Untuk itu, maka lahirnya satu tekad dalam bentuk sumpah yang berisikan kepedulian dan kesamaan akan tanah air, bangsa, dan bahasa persatuan atas nama Indonesia. 


Relevansi


Saya melihat, dua momen yang disebut terakhir memiliki relevansinya dengan teks kitab suci. Pertama, bahwa jargon hubbul wathan minal iman (mencintai tanah air sebagian dari pada iman) sebagai keputusan utama yang melandasi bahwa perang melawan penjajah sebagai bagian kewajiban mutlak yang pelakunya masuk dalam kategori jihad fi sabilillah merupakan hasil dari perenungan yang matang dari seorang KH Hasyim Asy'ari. Meskipun jargon tersebut bukan berasal dari teks ayat Al-Qur'an maupun hadis, namun secara kontekstual ada kaitannya dengan apa yang pernah dirasakan Nabi SAW manakala Nabi memandang kota kelahirannya (Makkah) sebagai tanah air yang dirindukan dan dicintainya. 


Digambarkan bahwa saat Nabi akan hijrah dari Makkah ke Madinah, Nabi memandang kota kelahirannya seraya merindukannya. Nabi berucap "jika seandainya pendudukmu tidak mengusirku, maka aku tidak akan meninggalkanmu" (al -Hadis).


Dari kisah ini kemudian turunlah QS al-Qasas [28] ayat 85: 


اِنَّ الَّذِيْ فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لَرَاۤدُّكَ اِلٰى مَعَادٍ ۗ


Artinya: "Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan engkau (Muhammad) untuk (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an, benar-benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali." (QS al-Qashash [28]: 85). 


Belum lagi firman Allah SWT dalam surat at-Taubah [9] ayat 20 yang menyatakan bahwa "Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan".  


Dengan demikian, kerinduan Nabi SAW kepada kota Makkah yang tinggalkannya menjadi salah satu dasar pijakan KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa bahwa mencintai tanah air sebagai bagian dari pada iman. Dan pelaku orang yang berjuang demi mempertahankan kemerdekaan tanah airnya masuk kategori dalam jihad fi sabilillah.


Kedua, tiga poin utama Sumpah Pemuda: tanah air, bangsa, dan bahasa persatuan sebagai perwujudan tekad para pemuda yang mengesampingkan beragam perbedaan relevan dengan teks kitab suci terutama dengan QS al-Hujurat [49] ayat 13 Allah SWT berfirman: 


يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ  


Artinya: "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti." (QS al-Hujurat [49]: 13). 


Poin utama ayat di atas dengan teks Sumpah Pemuda terletak pada redaksi kata lita'arafu (agar saling mengenali). Sebagaimana diketahui, bangsa Indonesia heterogen dari berbagai hal. Agar dapat bersatu padu, maka perbedaan harus diikat dengan satu bingkai identitas, yakni identitas dalam bingkai persatuan tanah air, bangsa, dan bahasa persatuan. Dengan bahasa persatuan, misalnya, masyarakat Indonesia yang beragam bahasa dapat mengenal dan memahami karakter budaya masing-masing dengan mengunakan bahasa persatuan bahasa Indonesia. 


Alhasil, segala sesuatu yang dicetuskan oleh para pendiri bangsa terkait dengan persoalan bangsa ini selalu berpijak pada nilai-nilai karakteristik dan norma bangsa Indonesia itu sendiri. Wallahu a'lam


Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut yang sehari-hari bekerja sebagai tenaga pendidik