Pagi itu, cahaya matahari menerobos celah dedaunan. Angin berhembus lembut menerbangkan kabut tipis yang menggantung. Ujung rerumputan bergoyang di tiup angin, daun-daun kering basah terkena embun yang mulai menguap.
Pagi yang indah, langit cerah. Suara burung bernyanyi riang bersahutan. Hewan-hewan bertebaran mencari makanan. Terlihat semut bergerombol melintasi punggung pohon yang tumbang, belalang mengibaskan sayap sambil berjemur dihangatnya cahaya matahari pagi.
Di sebuah pohon yang tidak begitu besar, terlihat sarang burung Pipit yang terbuat dari rumput kering. Sang burung terlihat lincah, sesekali terbang pendek di antara dahan. Rupanya dia sedang memanggil kawannya untuk pergi mencari makan. Di sarangnya terlihat dua anaknya yang terus membuka paruhnya karena lapar.
Tidak terlalu lama satu ekor burung Kenari menghampiri sang burung Pipit.
Baca Juga
Safari Dakwah ke Cheng Chau Hong Kong
Pipit: "Wahai Kenari, kenapa lama kau menemuiku?"
Kenari: "Maafkan aku Pipit, tadi anakku hampir terjatuh dari sarang, jadi aku tempatkan dulu di dalam sarang yang aman."
Pipit: "Sepertinya pagi ini gandum di bukit seberang hutan sudah berbuah matang, ayo kita pergi sebelum siang."
Kenari: "Ya, kebetulan makanan di sarangku sudah habis, anakku kemarin lahap sekali makan. Wahai Burung Pipit, jika ternyata gandum itu sudah di panen orang bagaimana?"
Baca Juga
Si Melarat Tak Punya Kursi
Pipit: "Kenari, kau seringkali mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi, bukankah tugas kita hanya berikhtiar mencari?"
Kenari: "Pipit, kita disuruh ikhtiar untuk makan, karena Tuhan telah menyediakan semua jenis makanan di alam ini, tapi kenapa terkadang kita berkeliling dari pagi sampai sore, malah tak dapat makanan?"
Pipit: "Betul, kita diberi kewajiban ikhtiar, mencari makanan untuk kita dan anak-anak kita, tapi kita harus ingat, bahwa ada setiap takdir yang menempel pada apapun di alam ini."
Kenari: "Takdir? Aku tak mau membahas takdir, aku masih sangat kecewa, bahkan merasa duka itu belum hilang, ingatkah kamu? Saudaraku mati tertembak pemburu, saudaramu mati terjerat jebakan, bukahkah itu tak adil. Kita hanya burung yang mencari makan, kenapa manusia membunuh saudara kita?"
Pipit: "Ingat Kenari, kita diciptakan atas kehendak Tuhan, setiap jalan hidup makhluk ada jalannya, dan siapapun yang menjalani dengan ikhlas akan bertemu kebahagiaan."
Kenari: "Takdir, bahagia, apa yang kau maksud?"
Pipit: "Pagi ini aku terbang mencari makanan, menjalani takdir sebagai seorang ibu, karena anakku belum bisa terbang dan lapar, makanan yang akan aku dapat pasti sudah ditakdirkan akan sampai ke mulut dan perut anakku, pasti itu, jadi jangan risau kenari, karena rizki itu kalau bukan bagian kita tidak akan pernah sampai ke perut kita walaupun sudah kita dapatkan."
Kenari: "Ya, kita sama mempunyai anak, dan kita sama menjadi burung, tapi kenapa, kita yang hanya sekedar mencari makan, teman-teman kita sering di tangkap bahkan di bunuh?"
Pipit: "Kenari, semua makhluk menjalani takdirnya masing-masing termasuk manusia, bahkan manusia itu akan di pertanggungjawabkan nanti di akhirat apa yang dia lakukan di dunia. Kalau kamu mau, ya menyerah saja pada manusia, setiap hari tak perlu mencari makan, pasti di kasih makanan."
Kenari: "Apakah sebanding makanan dengan kebebasan kita, bisa terbang kemana saja, melihat hutan, gunung, sungai dan segala yang Tuhan ciptakan."
Pipit: "Aku tidak memilih apapun, menjadi seperti sekarang mencari makan sendiri aku jalani, ataupun suatu waktu tertangkap dan di kurung aku jalani, aku hanya ingin menikmati setiap waktu kehidupan ini."
Kenari: "Kalau kamu tertangkap dan di kurung, anakmu makan apa Pipit?"
Pipit: "Kenari, setiap makhluk ada takdirnya, ada rizkinya karena Allah yang mengurus, termasuk burung, apa kamu lupa? Satu ekor anak burung di sarangku; adalah anak burung yang aku temui terjatuh dari sarang, ketika aku melihat sarangnya, ibunya mati karena sakit. Bukankah Allah mengutus aku untuk merawatnya?"
Kenari: "Sudahlah Pipit, mari kita pergi saja mencari makanan, aku belum bisa faham apa yang kamu maksud."
Dua ekor burung itu pun terbang, menjalani setiap jengkal kehidupan dengan niat dan keyakinan masing-masing.
Burung Pipit terbang penuh ketenangan, karena ia yakin hidup adalah menjalani kehendak-Nya, apa yang dia punya adalah milik-Nya, tak ada satupun yang dia miliki, dia sudah tak peduli apa yang akan terjadi, karena hidup adalah kepasrahan dan penghambaan. Menjalani skenario Allah baginya adalah kisah yang harus dijalaninya.
Sebelum terbang Pipit berbisik pada Kenari: "Allah itu ada, dalam setiap apapun, Alloh bukan apa yang makhluk fikirkan, Dia bukan benar dan salah, bukan materi atau imateril bukan dunia akhirat, kita Takan pernah sampai padanya selama ada dunia dan makhluk dalam hati dan fikiran kita. Dia ada."
Nasihin, Nahdliyin Backpacker
Terpopuler
1
Keutamaan Bulan Sya’ban dan Nisfu Syaban dalam Hadits Nabi
2
Inilah Sejumlah Agenda Haul Masyayikh Pesantren Sunanulhuda 2025
3
Innalillahi, Mustasyar PCNU Cianjur KH R Abdul Halim Meninggal Dunia
4
Tiga Pemain Keturunan Resmi Jadi WNI: Amunisi Baru Perkuat Timnas Indonesia
5
Kemenag Segera Terbitkan Buku Manasik Haji 2025, Fokus pada Istithaah Kesehatan dan Fikih Taysir
6
Dari Rais Syuriah hingga Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Bekasi Hadiri Resepsi Harlah ke-102 NU di Rawalumbu, Ini Pesannya
Terkini
Lihat Semua