Direktur Media Center PWNU Jabar, Iip D Yahya Ungkap Alasan Orang Sunda Sulit Jadi Presiden
Ahad, 22 Desember 2024 | 11:47 WIB
Rudi Sirojudin Abas
Kontributor
Kota Bandung, NU Online Jabar
Sejak bangsa Indonesia merdeka, belum ada orang dari tatar Sunda yang mampu menduduki jabatan sebagai presiden Indonesia. Hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor kolonialisme, cara pandang hidup orang Sunda sendiri, hingga kalah bersaing dengan etnis yang lain.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Media Center NU Online Jabar Iip D Yahya atau yang akrab disapa Kang iip saat menjadi narasumber dalam acara Siniar Sunda yang digagas Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Bandung pada Rabu, (11/12/2024) mengungkapkan beberapa alasan orang Sunda sulit bersaing dalam menduduki jabatan tertinggi di kancah nasional.
Pertama, pendudukan etnis lain terhadap Sunda. Kang Iip menyebut pendudukan Mataram selama hampir dua abad mampu memadamkan kharisma etnis Sunda.
"Karena kondisi demikian, pada jaman dulu bahasa Sunda tenggelam, bahkan para elit/menak pun lebih memilih bahasa Jawa sebagai percakapan resmi kedinasan. Jika ada yang berbahasa Sunda dianggapnya dusun," ucapnya.
Alasan kedua, tambahnya, etnis Sunda sulit menduduki jabatan tertinggi di kancah nasional disebabkan hilangnya karisma negara/wilayah Pasundan. Bubarnya negara Pasundan menghilangkan kolektifitas elit politik orang Sunda untuk tampil di kancah nasional.
"Ketiga, keterpaksaan orang Sunda dalam memasuki persaingan politik di luar kalang/ring politik Sunda. Sebagai catatan sejarah, Sunda dan wilayah Indonesia timur memandang bahwa tipe negara yang cocok diterapkan adalah federal bukan kesatuan. Hal inilah yang kemudian mengurangi peluang tokoh Sunda untuk bersaing menjadi pemimpin di kancah nasional," jelas Kang Iip.
"Adapun tokoh Sunda saat ini yang mampu menduduki jabatan kepala daerah seperti Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi lahir lebih karena kemampuannya sendiri, bukan hasil dari proses kolektif orang Sunda," sambungnya.
Kang Iip menambahkan, hilangnya karisma/jajaten kata Sunda juga menjadi salah satu faktor tumpulnya persaingan orang Sunda di kancah nasional. Menurut Kang Iip, kata Sunda saat ini sudah tidak mampu, bahkan sulit untuk menyatukan kembali orang Sunda dalam satu kekuatan politik yang mampu mengakomodir kepentingan masyarakat Sunda.
"Hilangnya karisma Sunda juga dipicu karena banyaknya perbedaan dalam berbagai hal dari orang Sunda itu sendiri; politik, aliran agama, dan lain-lain. Salah satu penghalang orang Sunda untuk tampil di kancah nasional yakni oleh masalah orang Sunda sendiri, yang tak kunjung terselesaikan. Orang Sunda sudah kehilangan rasa persatuan dan kesatuannya," imbuhnya.
Oleh karena itu, kata Kang Iip, untuk memperbaiki kolektifitas orang Sunda dalam kancah politik, perlu mengkaji secara mendalam pengalaman politik orang Sunda pada tahun 1950-an. Secara politik, orang Sunda pernah berhasil mendirikan negara yang berdaulat," tutur Kang Iip.
Lebih lanjut, pria yang juga menjadi pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Padjadjaran itu menyebut kekalahan etnis Sunda dalam kancah kepemimpinan nasional yakni kalah jumlah banyak dengan etnis lain.
"Sampai kapan pun jika sistemnya masih one man one vote, kita akan terus kalah. Kecuali ada perubahan sistem pemerintahan yang memungkinkan orang Sunda mendapatkan 'kalang' politiknya sendiri," tandas Kang Iip.
Terpopuler
1
Yudisium 64 Mahasantri STAI KH Saepuddin Zuhri: Simbol Sejarah Berdirinya Ponpes Baitul Hikmah Haurkuning Tahun 1964
2
Kemenag Buka Pendaftaran Peserta Pesantren Award 2025, Daftar di Sini
3
Direktur Media Center NU Jabar Akan Menjadi Narsum Pengusulan Kembali KH Anwar Musaddad sebagai Pahlawan Nasional
4
Pasca Konfercab, PBNU Ajak NU Bogor Solid dan Berkhidmat dengan Niat Tulus
5
Air sebagai Medium Do’a: Dari Eksperimen Emoto hingga Amalan Rebo Wekasan
6
LPBINU Jabar Jadi Mitra Praktikum Mahasiswa Magister POLTEKESOS Bandung
Terkini
Lihat Semua