Raih Gelar Doktor, Caca Handika Teliti Moderasi Beragama di Lingkungan Kampus Lintas Iman
Jumat, 15 Agustus 2025 | 08:13 WIB
Kota Bandung, NU Online Jabar
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung kembali menegaskan posisinya sebagai pusat kajian Islam dan sosial dengan menghasilkan disertasi doktoral yang secara mendalam mengupas isu moderasi beragama dari perspektif yang berbeda sesuai dengan ajaran kitab suci agama masing-masing.
Seperti penelitian disertasi yang dilakukan oleh Caca Handika. Tepatnya pada Kamis (14/8/2025) Sore di Aula Selatan Pascasarjana UIN SGD Bandung, dirinya telah selesai mengikuti sidang promosi doktor dengan judul disertasi Pemahaman Mahasiswa Tentang Pesan-Pesan Moderasi Beragama Dalam Kitab Suci dan Prakteknya Dalam Interaksi Antar Umat Beragama (Studi Analisis di Seminari Tinggi Fermentum Keuskupan Bandung dan Jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung).
Pria yang tergabung dalam Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (KBNU) UIN Bandung tersebut mengungkapkan bahwa moderasi beragama menjadi salah satu kebijakan penting yang didorong oleh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) untuk menanggapi isu-isu intoleransi dan ekstremisme. Sebab, Indonesia, sebagai negara dengan keragaman suku, budaya, dan agama, menghadapi tantangan besar dalam menjaga persatuan dan keharmonisan antar umat beragama.
Salah satu isu yang paling disorot dalam hal ini adalah generasi muda termasuk mahasiswa. Ia menilai, mahasiswa berada pada usia kritis di mana pemahaman dan praktik keagamaan mereka akan membentuk pandangan mereka terhadap keberagaman.
"Penelitian ini berangkat dari kebutuhan untuk memahami bagaimana mahasiswa, khususnya dari dua lembaga pendidikan yang berbeda, satu berbasis Islam dan satu berbasis Kristen Katolik, yang memahami dan menginternalisasi pesan-pesan moderasi beragama dari kitab suci mereka masing-masing,” jelasnya kepada NU Online Jabar.
Dr Caca menambahkan bahwa penelitian yang ia lakukan sebagai usaha untuk menyangkal narasi bahwa agama seringkali menjadi sumber konflik dan menunjukkan bagaimana agama, melalui interpretasi yang moderat, dapat menjadi kekuatan pemersatu.
Ia menyebutkan dua poin hasil penelitian yang didapat olehnya dari mahasiswa di kedua lembaga tersebut terkait pemahaman moderasi beragama, yaitu:
- Mahasiswa Kristen Katolik: Memahami moderasi beragama dari pesan-pesan Injil tentang kasih dan persaudaraan universal, yang menafsirkan ajaran kasih Yesus sebagai landasan untuk menerima dan menghargai sesama tanpa memandang latar belakang agama. Mereka juga menyoroti pentingnya dialog dan kerja sama antar umat beragama untuk menciptakan harmoni sosial.
- Mahasiswa Islam: Memahami moderasi beragama dari ajaran Al-Qur'an yang memerintahkan umat Islam untuk menjadi "ummatan wasathan" (umat pertengahan). Mereka menafsirkan konsep ini sebagai perintah untuk bersikap adil, seimbang, dan tidak ekstrem dalam beragama. Mereka juga mengutip ayat-ayat tentang toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan, yang menjadi dasar interaksi mereka dengan umat beragama lain.
"Ini menunjukkan bahwa mahasiswa dari kedua institusi tersebut memiliki pemahaman yang positif dan mendalam tentang moderasi beragama. Mereka tidak memahami moderasi sebagai upaya untuk mencairkan atau mengkompromikan ajaran pokok agama, akan tetapi mereka melihat moderasi sebagai jalan untuk menghadirkan agama secara utuh sebagai sumber kedamaian, keadilan, dan kasih sayang di tengah-tengah keberagaman," papar pria yang membuat buku dengan judul Lanjutkan Pendidikan? tersebut.
Sedangkan di wilayah praktiknya, Dr. Caca juga mendapatkan dua hal dari kedua kampus tersebut, yakni:
- Di lingkungan kampus UIN: Mahasiswa menunjukkan sikap inklusif dan terbuka. Mereka berinteraksi secara normal dengan mahasiswa dari latar pemahaman agama yang berbeda, berdiskusi tentang isu-isu sosial, dan bahkan bekerja sama dalam kegiatan-kegiatan kemahasiswaan. Mereka menghindari stereotip dan prasangka, serta berupaya memahami perbedaan sebagai kekayaan, bukan sebagai sumber perpecahan.
- Di lingkungan Seminari Tinggi: Para seminaris (calon imam) juga menunjukkan praktik moderasi yang kuat. Mereka secara aktif terlibat dalam kegiatan dialog antar agama, kunjungan ke tempat ibadah lain, dan kolaborasi dengan kelompok-kelompok pemuda lintas agama. Mereka tidak hanya belajar secara teoretis, tetapi juga mempraktikkan kasih dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi bagian integral dari pembentukan spiritual mereka.
"Artinya, bahwa mahasiswa baik di kampus Seminari maupun UIN Bandung, memiliki pemahaman yang matang dan positif tentang moderasi beragama, yang terinternalisasi dari kitab suci mereka masing-masing. Pemahaman ini diterjemahkan ke dalam praktik nyata yang inklusif, toleran, dan humanis," tuturnya.
"Dan ini membuktikan bahwa pendidikan agama yang mendalam dan kontekstual dapat menjadi fondasi yang kuat untuk membangun peradaban Indonesia yang harmonis dalam keberagaman," tuturnya.
Dr Caca berharap, penelitiannya bisa menjadi model bagi pemerintah untuk menyosialisasikan moderasi beragama di perguruan tinggi lain dengan menekankan pendekatan yang berakar pada pemahaman kitab suci masing-masing agama. Adapun bagi lembaga pendidikan, dirinya juga berharap agar seluruh Institusi pendidikan tinggi perlu terus mendorong kurikulum yang memfasilitasi dialog, toleransi, dan kerja sama antar umat beragama.
Sedangkan bagi mahasiswa, dirinya berharap agar mahasiswa bisa terus menjadi garda terdepan dalam mempraktikkan dan menyebarkan nilai-nilai moderasi beragama, baik di lingkungan kampus maupun masyarakat luas.
“Terakhir, saya teringat kata-kata dari Kang Wawan (Instruktur Moderasi Beragama Nasional) mengatakan bahwa moderasi intinya ‘Sepakat atas ketidaksepakatan,” pungkas pria kelahiran Sukabumi tersebut.
Terpopuler
1
Diklatama II CBP-KPP IPNU-IPPNU Kota Bandung Cetak Kader Tangguh dan Berdedikasi
2
Khutbah Jumat Kemerdekaan: Belajar Mencintai Tanah Air dari Para Nabi dan Ulama
3
Fenomena Pengibaran Bendera One Piece: Ketika Ekspresi Seni Berbicara Tentang Nasionalisme Jelang HUT RI ke-80
4
LPBINU Jabar Terima Kunjungan Save the Children Indonesia dan Korea untuk Monitoring Program Adaptasi Iklim
5
Tanah Air, Takwa dan Tanggung Jawab Menanam: Memaknai Kemerdekaan dari Sajadah ke Sawah
6
MWCNU Cimanggis Bahas Keaswajaan dan Paham Menyimpang Bersama KH. Ma’ruf Khozin
Terkini
Lihat Semua