• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Hikmah

KOLOM BUYA HUSEIN

Pertemuanku dengan Prof Azyumardi Azra: Sebuah Kenangan indah

Pertemuanku dengan Prof Azyumardi Azra: Sebuah Kenangan indah
Pertemuanku dengan Prof Azyumardi Azra: Sebuah Kenangan indah.
Pertemuanku dengan Prof Azyumardi Azra: Sebuah Kenangan indah.

Pertemuan, persentuhan dan perbincangan hangat dan bersahabat saya dengan Prof Dr Azyumardi Azra jika tidak salah ingat berlangsung dalam tiga kali. Pertama pada momen bedah buku Prof Dr Oman Fathurrahman. "Ithaf al Dzaki": Tafsir Wihdah al Wujud Muslim Nusantara",di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Azyu bicara tentang Jaringan Ulama Nusantara dengan fasih. Ia begitu menguasai pengetahuan tentang para sufi Nusantara, cerdas dan mengesankan. Aku banyak memeroleh pengetahuan tentang jaringan ulama sufi dan pergulatan intelektual mereka.


Aku bicara konten Wihdah al Wujud. Kesatuan Eksistensi, gagasan Syeikh Ibnu Arabi. Gagasan ini kemudian dikembangkan oleh Syekh Hamzah Fansuri, ulama besar Aceh untuk masyarakat di Nusantara. Pa Azyu, menggenggam tangan saya dan memberi apresiasi hangat atas komentarku  pada buku itu sambil tersenyum manis.


Pertemuan kedua terjadi dalam moment besar bernama Annual International Conference on Islamic Studies 20-24 Nopember 2017, di BSD. Pertemuan itu dihadiri lebih dari 400 Intelektual dalam dan luar negeri. Aku diundang sebagai pembicara. Di sana aku duduk dalam deretan intelektual par excelkent Indonesia Prof Dr Azyumardi Azra,  Prof Dr Amin Abdullah dan Prof Dr Nasaruddin Umar. selain sejumlah intelektual lain yang tersohor. Acara dibuka oleh Dirjen Pendidikan Tinggi Islam Prof Dr Kamaruddin Amin. Mereka bicara sesuai dengan spesialisasinya masing-masing. 


Aku menyampaikan pertanyaan kritikal : "Apakah yang sudah disumbangkan oleh Institusi Pendidikan Tinggi Islam bagi kehidupan bangsa dan dunia?." 


Pa Azyu dan pa Amin berbisik dengan kata-kata yang membuat aku senang dan percaya diri. Ini karena aku tak punya titel kesarjanaan tertinggi seperti mereka. Kalau boleh dibuka bisikan mereka : "anda seorang kiyai yang berani bicara pembaruan pemikiran. Tak banyak orang seperti anda". 


Pertemuan ketiga terjadi pada momen seminar di Universitas Hasyim Asyari, Tebuireng Jombang, bertema "Tren Riset dalam Memperkuat Eksistensi Pendidikan Islam dan Hukum Keluarga di Era 4.0”. Tanggal 09/02/2020). Pembicaranya hanya kami berdua : Prof. Azyu dan aku.


Prof. Azyu bicara lebih dulu. Aku mendengarkan. Ia bicara tentang lemah dan mahalnya riset ilmiyah pada perguruan Tinggi Islam. Mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menyebutkan juga bahwa perguruan-perguruan tinggi NU itu harus segera dikonsolidasikan dengan PBNU. Menurutnya, langkah tersebut diperlukan karena dari 34 Universitas NU yang ada sekarang ini masih belum semuanya yang berkembang. “Sekarang ini ada 34 Universitas NU, saya mengusulkan agar semua universitas ini segera dikonsolidasikan karena masih belum berkembang semuanya,” jelas


Namun prof. Azyu melanjutkan : universitas yang dimaksudnya tersebut adalah universitas-universitas yang secara resmi berada di bawah PBNU. Sedangkan universitas yang memiliki kultural NU seperti Universitas Hasyim Asyari, bukan termasuk universitas yang ia maksudkan. 
Aku tersenyum saja. Begitu juga moderator yang duduk bersama di atas panggung.
Lalu aku bicara. Pa Azyu ganti mendengarkan. Beberapa di antaranya aku bilang :


Aku melihat di negeri ini dan juga di dunia muslim pada umumnya rasionalitas tidak berkembang progresif, jika tidak boleh dikatakan mengalami stagnasi, mandeg. Aktifitas intelektual atau penggunaan akal mengalami cap stigmatik.


Riset atas realitas kehidupan yang terus berubah dan berganti, mandek dan tidak berkembang. Peradaban teks "Hadharah al-Nash” yang telah berlangsung berabad-abad masih begitu kokoh sampai hari ini. Jargon yang masih terus didengungkan adalah : realitas harus patuh pada teks, bukan sebaliknya. 


Akibatnya kita kaum muslimin menjadi konsumen produk ilmu dan teknologi bangsa lain. 


Pak Azyu tersenyum. Aku senang, dan kami berjabat tangan erat-erat. Aku melihat bajunya sederhana saja. Ya Pa Azyu memang intelektual yang rendah hati dan bersahaja. 


Selamat Jalan pa Azyu. Tuhan menyambutmu dengan riang, sahabatku. 


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU


Hikmah Terbaru