Oleh Asep Mukhtar Rivai
Manusia dan keinginan adalah identik, melekat, tak mungkin disekat, apalagi dibuat wafat. Ya, ibarat rasa manis gula yang tak mungkin dipisahkan dari gula itu sendiri.
Sayang seribu sayang, manusia justeru tertawan dan terpenjara dalam cengkeraman keinginannya. Dan, hal ini merupakan kebodohan dan kedunguan manusia.
Mengapa? Dia lupa, bahwa di atas keinginannya itu adalah Yang Maha berkeinginan (Al-Murid), di mana seluruh keinginan menjadi mandul ketika keinginan-Nya yang berlaku.
Karena itu, seyogyanya manusia mengukur setiap keinginan untuk tidak berlawanan dengan kehendak-Nya dan keinginannya mengikuti keinginan-Nya. Dengan kesadaran ini, setiap manusia pasti tak akan mementingkan dan mendahulukan urusan dunia di atas akhirat. Karena dunia sementara, sedangkan akhirat abadi selamanya.
بل تؤثرون الحياة والآخرة خير وأبقى
Oleh karena itu, ketika Dia menginginkan manusia untuk taat dan beribadah, maka segala keinginan diri yang dunia akan dihempaskannya, kecuali keinginan untuk menyambut keinginan-Nya, dengan bersegera tidak mengulur-ulur amal saat datang peluang dan kesempatan.
Juga, termasuk kebodohan jiwa, yaitu ketika manusia menuntut perubahan keadaan yang sedang dijalani untuk dialihkan kepada keadaan lain yang diinginkannya. Mengapa tidak patut? Karena kondisi yang tengah dijalani adalah kehendak-Nya. Dan itu pasti yang terbaik. Sebab, jika Dia ingin menggunakanmu dalam kondisi yang lain, pasti Dia akan melakukannya tanpa diketahui dan dirasakan oleh manusia itu sendiri.
Ibnu Athaillah berkisah: ada orang yang berdoa: Ya Allah, cukup bagiku dua potong roti saja setiap hari agar aku tak terbelit lelah dan tak terbelenggu penat. Allah pun mengabulkan permohonannya dengan cara-Nya. Orang itu masuk penjara untuk sebuah kasus, dan setiap hari diberi dua potong roti sebagai makanannya.
Gumamnya dalam hati: "Ya Allah, Bukan ini yang kumaksud dengan permohonanku selama ini."
Lalu, ada suara tanpa jisim berkata: "Bukankan ini yang kau mau? Mengapa pula kamu tidak memohon 'afiyah (sejahtera) dari-Nya."
Akhirnya, menyadari kekeliruannya dan memohon ampunan. Tak kemudian Allah bebaskan dari penjara.
Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Miftahus Sa'adah Banjaran, Kabupaten Bandung
Terpopuler
1
Barak Militer Vs Pesantren
2
Jejak Perjuangan KH Muhammad asal Garut: Dari Membangun Pesantren hingga Menjaga NU
3
Pesantren Karangmangu Bertaraf Nasional, Cetak Puluhan Khatimin dari Berbagai Daerah
4
Dialog Refleksi Harlah ke-70, IPPNU Tasikmalaya Tegaskan Peran Strategis Perempuan dalam Pendidikan dan Kepemimpinan
5
IPPNU Kota Banjar Kunjungi Dinas Sosial, Bahas Kasus Sosial dan Penguatan Ketahanan Keluarga
6
BPBD Jabar Siap Tangani Bencana Alam di Bandung Barat, Karawang, dan Bekasi
Terkini
Lihat Semua