• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Hikmah

Ngopi Hikam (4): Manusia dan Keinginannya

Ngopi Hikam (4): Manusia dan Keinginannya
Ilustrasi (https://ismartanalyst.com/)
Ilustrasi (https://ismartanalyst.com/)

Oleh Asep Mukhtar Rivai

Manusia dan keinginan adalah identik, melekat, tak mungkin disekat, apalagi dibuat wafat. Ya, ibarat rasa manis gula yang tak mungkin dipisahkan dari gula itu sendiri.

Sayang seribu sayang, manusia justeru tertawan dan terpenjara dalam cengkeraman keinginannya. Dan, hal ini merupakan kebodohan dan kedunguan manusia. 

Mengapa? Dia lupa, bahwa di atas keinginannya itu adalah Yang Maha berkeinginan (Al-Murid), di mana seluruh keinginan menjadi mandul ketika keinginan-Nya yang berlaku. 

Karena itu, seyogyanya manusia mengukur setiap keinginan untuk tidak berlawanan dengan kehendak-Nya dan keinginannya mengikuti keinginan-Nya. Dengan kesadaran ini, setiap manusia pasti tak akan mementingkan dan mendahulukan urusan dunia  di atas akhirat. Karena dunia sementara, sedangkan akhirat abadi selamanya.

بل تؤثرون الحياة والآخرة خير وأبقى


Oleh karena itu, ketika Dia menginginkan manusia untuk taat dan beribadah, maka segala keinginan diri yang dunia akan dihempaskannya, kecuali keinginan untuk menyambut keinginan-Nya, dengan bersegera tidak mengulur-ulur amal saat datang peluang dan kesempatan. 

Juga, termasuk kebodohan jiwa, yaitu ketika manusia menuntut perubahan keadaan yang sedang dijalani untuk dialihkan kepada keadaan lain yang diinginkannya. Mengapa tidak patut? Karena kondisi yang tengah dijalani adalah kehendak-Nya. Dan itu pasti yang terbaik. Sebab, jika Dia ingin menggunakanmu dalam kondisi yang lain, pasti Dia akan melakukannya tanpa diketahui dan dirasakan oleh manusia itu sendiri. 

Ibnu Athaillah berkisah: ada orang yang berdoa: Ya Allah, cukup bagiku dua potong roti saja setiap hari agar aku tak terbelit lelah dan tak terbelenggu penat. Allah pun mengabulkan permohonannya dengan cara-Nya.  Orang itu masuk penjara untuk sebuah kasus, dan setiap hari diberi dua potong roti sebagai makanannya. 

Gumamnya dalam hati: "Ya Allah, Bukan ini yang kumaksud dengan permohonanku selama ini." 

Lalu, ada suara tanpa jisim berkata: "Bukankan ini yang kau mau? Mengapa pula kamu tidak memohon 'afiyah (sejahtera) dari-Nya." 

Akhirnya, menyadari kekeliruannya dan memohon ampunan. Tak kemudian Allah bebaskan dari penjara.

Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Miftahus Sa'adah Banjaran, Kabupaten Bandung
 


Hikmah Terbaru