• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Hikmah

KOLOM BUYA HUSEIN

Kontekstualisasi Makna Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Kontekstualisasi Makna Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Kontekstualisasi Makna Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Kontekstualisasi Makna Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Dalam perjalanan pulang dari pertemuan di Bogor kemarin, (14-15/3/2023), di atas kendaraan aku ditelpon seorang teman. Ia bertanya soal makna Amar Ma'ruf Nahi Munkar dan mengambil hukum fikih daripada hukum negara, misalnya nikah tanpa dicatat dalam dokumen negara.


Lalu aku sebisanya menjawab :


Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits mengatakan :


من راى منكم منكرا فليغيره بيده فان لم يستطع فبلسانه وان لم يستطيع فبقلبه


"Siapapun yang melihat kemungkaran, hendaklah mengubahnya dengan "tangan", jika tidak bisa, maka hendaklah mengubahnya dengan lisan/ucapan, dan jika tidak bisa, maka dengan hati".(H.R. Muslim).


Kata "tangan" dalam banyak tafsir atas hadits itu dimaknai sebagai "kekuasaan". Dalam hal ini pemerintah, dan dalam konteks negara demokrasi, makna kekuasaan harus didasarkan atas Konstitusi, UU, Peraturan Pemerintah atau kebijakan publik lainnya. Dengan begitu maka makna hadits tersebut adalah bahwa jika engkau melihat kemungkaran (kejahatan, keburukan dan kerusakan sosial), maka hendaklah mengubahnya dengan Kebijakan publik tersebut.


Jika kita tidak punya kekuasaan, maka tindakan mengubah, menghilangkan atau menghapus kemungkaran hendaklah dilakukan dengan "lisan". Makna lisan di sini bisa dilakukan melalui antara lain dialog, pencerahan, ceramah, nasehat, khutbah dan sejenisnya tentang bahaya kemungkaran tersebut.


Pembiaran terhadap berlangsungnya kemungkaran seperti kekerasan dalam segala bentuknya dan pengabaian/pembiaran atasnya niscaya akan membawa dampak kerusakan sosial yang semakin meluas. Tuhan mengatakan :


واتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خاصة


"Waspadalah kalian atas fitnah (bencana, cobaan hidup) yang tidak hanya akan menimpa orang-orang yang berdosa yang zalim, tetapi juga mereka yang tidak berdosa", (karena mereka membiarkannya).


Pembiaran atas kemunkaran bisa mengakibatkan bencana sosial yang masif. (Baca: Hadits Bukhari no. 2493).


Jika tidak mampu, maka setiap individu masyarakat harus menghindarinya dan menjauhinya sejauh-jauhnya dari berbuat kemungkaran itu. Ini makna dari kata "fa bi Qalbih" (dengan hati).


Lalu aku mengatakan bahwa ketentuan hukum fiqih itu sama dengan Fatwa. Baik dalam bentuk fatwa individu maupun fatwa kolektif, seperti Fatwa MUi atau organisasi. Fatwa tidaklah mengikat. Artinya boleh diikuti, boleh tidak. Sedangkan ketentuan UU atau yang sejenis mengikat. Kaidah hukum menyatakan ؛


حكم الحاكم/القاضی الزام ويرفع الخلاف


Keputusan hakim itu mengikat (wajib dipatuhi) dan meniadakan perbedaan.


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU


Hikmah Terbaru