• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Hikmah

Kisah Mengharukan Ketika Ibrahim bin Adham Dipertemukan dengan Anaknya (2)

Kisah Mengharukan Ketika Ibrahim bin Adham Dipertemukan dengan Anaknya (2)
(Foto: NU Online)
(Foto: NU Online)

Ibrahim menceritakan perjalanannya ketika hendak menuju Makkah. “Setibanya di Dzatul Irq, aku mendapati tujuh puluh orang yang berjubah kain perca tergeletak mati dan darah yang mengalir dari lubang telinga mereka. Aku berjalan mengitari mayat-mayat itu, ternyata ada salah seorang di antaranya yang masih hidup"..

“Anak muda, apa yang telah terjadi?” Ibrahim bertanya kepadanya. 

“Wahai anak adam,” jawabnya kepada Ibrahim. “Beradalah di dekat air dan tempat shalat, janganlah menjauh agar engkau tidak dihukum, tetapi jangan pula terlalu dekat agar engkau tidak celaka,” jawab pemuda itu memperingati Ibrahim. 

“Tidak seorang manusia pun boleh bersikap terlampau berani di depan Sultan. Takutlilah sahabat yang membantai dan memerangi para peziarah ke tanah suci seakan-akan mereka itu orang-orang kafir Yunani. Kami ini adalah rombongan sufi yang menembus padang pasir dengan berpasrah diri kepada Allah dan berjanji tidak akan mengucapkan sepatah kata pun di dalam perjalanan, tidak akan ada apa pun kecuali memikirkan Allah, senantiasa membayangkan Allah ketika berjalan maupun istirahat, dan tidak peduli kepada segala sesuatu kecuali kepada-Nya”

“Setelah kami mengarungi padang pasir dan sampai ke tempat di mana para peziarah harus mengenakan baju putih, Khidir AS datang menghampiri kami. Kami mengucapkan salam kepadanya dan Khidir membalas salam kami. Kami sangat bergembira sehingga kami mengucap hamdalah ‘Alhamdulillah, sesungguhnya perjalanan kita telah diridhai oleh Allah SWT. Dan yang mencari telah mendapatkan yang dicari, karena bukankah manusia suci sendiri telah datang untuk menyambut kita”

“Tapi saat itu juga berserulah sebuah suara di dalam diri kami. ‘Kalian pendusta dan berpura-pura! Kalian lupa pada-Ku dan janji kalian dahulu? Kalian lupa pada-Ku dan memuliakan yang lain. Binasalah kalian! Aku tidak akan membuat perdamaian dengan kalian sebelum nyawa kalian kucabut sebagai pembalasan dan sebelum darah kalian kutumpahkan dengan pedang kemurkaan!’”.

“Manusia-manusia yang saksikan terpapar di sini, semuanya adalah korban dari pembalasan itu. Wahai Ibrahim, berhati-hatilah engkau! Engkau pun mempunyai ambisi yang sama. Berhati-hatilah atau menyingkirlah jauh-jauh!”

Ibrahim sangat senang mendengar kisah itu. Lalu bertanya kepadanya: “Tetapi mengapa engkau tidak ikut dibinasakan?”

Dia kembali melanjutkan ucapan yang ada di dalam dirinya: “Sahabat-sahabatmu telah matang sedang engkau masih mentah. Biarlah engkau hidup beberapa saat lagi dan segera akan menjadi matang. Setelah matang engkau pun akan menyusul mereka.”

Setelah berkata demikian ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir. 

Hal itulah menjadi ketakutan Ibrahim ketika putranya datang menemui dirinya. Ia takut timbul rasa cinta dalam dirinya karena pertemuan dengan putranya tersebut. 

Kemudian sebuah suara berseru kepada Ibrahim: “Engkau mengatakan bahwa engkau mencintai Aku, tetapi nyatanya engkau mencintai seseorang lain di samping Aku. Engkau telah menasehati sahabat-sahabatmu agar mereka tidak memandang wanita dan anak-anak, tetapi hatimu sendiri lebih tertarik kepada wanita dan pemuda itu!”. 

Mendengar kata-kata itu, Ibrahim pun berdoa: “Ya Allah yang Maha Besar, selamatkanlah diriku ini! Anak ini akan merenggut seluruh perhatianku sehingga aku tidak bisa mencintai-Mu lagi. Cabutlah nyawa anakku atau cabutlah nyawaku sendiri.”

Dan kematian putranya itu merupakan jawaban atas doanya tersebut. Wallahu a’lam bish shawab. 

Kisah ini dinukil dari kitab Tdzkiratul Auliya’ karya Fariduddin Attar yang diterjemahkan oleh Kasyif Ghoiby


Hikmah Terbaru