• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Hikmah

Jiwa Pesantren

Jiwa Pesantren
Foto: NUO
Foto: NUO

Oleh: KH Husein Muhammad
Ketika saya belajar di Pesantren, Kiyai mengatakan: “Belajar dan mengaji itu untuk menghilangkan kebodohan”. Kalimat ini tampak amat sederhana, tetapi ia amat mendasar, prinsipal. Kebodohan adalah kegelapan. Kebencian dan permusuhan lebih sering akibat dari kebodohan atau ketidakmengertian atas yang lain. Jadi kebodohan berpotensi untuk bertindak zalim. 

Basis peradaban adalah ilmu pengetahuan dan budipekerti luhur.

Dari sumber keagamaan paling otoritatif inilah, lalu para pendiri pesantren menanamkan sejumlah nilai kehidupan profetik bagi komunitasnya, antara lain : Keikhlasan, kemandirian, kebersamaan, Al-Zuhd (bersahaja), dan berjuang bersama dan untuk masyarakat.

Pendiri pondok pesantren “modern” Gontor; K.H. Imam Zarkasyi menyebut 'Panca Jiwa': keikhlasan, kesederhanaan, persaudaraan, kemandirian dan kebebasan. 

Nilai-nilai profetik di atas merupakan karakter Pesantren yang harus selalu ada dan menjadi nafas kehidupan pesantren dan komunitasnya, kapanpun dan di manapun. Jika nilai-nilai ini hilang dari institusi keagamaan ini, maka ia telah kehilangan jati dirinya, kehilangan jiwanya.

Dr Zamakhsyari Dhofir dalam disertasinya menulis mengenai misi dan visi pesantren sebagai berikut:

“Tujuan pendidikan pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran santri dengan pelajaran-pelajaran agama, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah-laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para santri untuk hidup sederhana dan bersih hati. Setiap santri diajarkan agar menerima etik agama (ketuhanan) di atas etik-etik yang lain. Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian (ibadah) kepada Tuhan”. (Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kiyai, LP3ES, Jakarta, 1994, h. 21).

Sumber: FB Husein Muhammad


Hikmah Terbaru