• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Hikmah

KOLOM BUYA HUSEIN

Islam dan Perempuan

Islam dan Perempuan
Islam dan Perempuan
Islam dan Perempuan

Apakah agama, dalam hal ini Islam, mengafirmasi relasi laki-laki dan perempuan sebagai relasi yang setara dan sejajar menyangkut hak-hak sosial, budaya dan politik mereka? Atau sebaliknya apakah Islam mengafirmasi diskriminasi berdasarkan gender?


Secara lebih elaboratif pertanyaan ini dapat dikembangkan menjadi : apakah kaum perempuan dalam pandangan agama memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan dan kedudukan yang sama dan adil di depan hukum, baik dalam urusan-urusan privat (domestik) maupun publik, misalnya menentukan pilihan pasangan hidupnya, menjadi kepala keluarga, menentukan masa depan keluarga, maupun dalam urusan-urusan publik politik, misalnya mendapatkan akses pendidikan dan upah yang sama dengan laki-laki, menjadi kepala negara/pemerintahan dan pengambil kebijakan publik-politik lainnya dan seterusnya.


Kontroversi


Membaca pikiran-pikiran para ahli Islam dalam sumber-sumber intelektual mereka, dalam merespon isu-isu gender, kita menemukan, dua aliran besar. Aliran pertama berpendapat bahwa posisi perempuan adalah subordinat laki-laki. Perempuan adalah makhluk Tuhan kelas dua, di bawah laki-laki. Perempuan inferior dan laki-laki superior. Posisi subordinat perempuan ini diyakini agamawan aliran ini sebagai kodrat, fitrah, hakikat, norma ketuhanan yang tidak bisa berubah dan sebagainya, dan oleh karena itu tidak boleh diubah. Atas dasar ini, maka hak dan kewajiban perempuan tidak sama dan harus dibedakan dari hak dan kewajiban laki-laki, baik dalam hukum-hukum ibadah (ritual), hukum-hukum keluarga maupun hukum-hukum publik/politik.


Intinya hak perempuan adalah separuh hak laki-laki. Menurut mereka hukum-hukum Allah sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an maupun hadits Nabi berlaku sepanjang masa untuk segala tempat. Kelompok ini menentang keras persamaan laki-laki dan perempuan, karena menyalahi hukum Tuhan, dan keputusan Tuhan adalah demi kebaikan bersama dan keadilan semata. Aliran ini dianut oleh mayoritas besar umat Islam.


Aliran kedua berpendapat bahwa perempuan mempunyai status dan posisi yang setara dengan laki-laki. Perempuan menurut aliran ini memiliki potensi-potensi kemanusiaan sebagaimana yang dimiliki oleh laki-laki,baik dari aspek intelektual/akal, fisik maupun aspek mental-spiritual. Perbedaan keduanya hanyalah dalam aspek struktut tubuh, biologis/sex.


Atas dasar pikiran ini, aliran ini berpendapat bahwa perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam berbagai aktifitas kehidupan mereka baik dalam ranah privat maupun publik. Aliran ini dianut oleh sangat sedikit ulama Islam, dan kita mungkin menyeburnya sebagai aliran progresif.


Adalah menarik bahwa dua aliran besar ini mengajukan argument keagamaan dari sumber yang sama, yaitu al Qur-an dan Hadits Nabi, dua sumber paling otoritatif dalam system keagamaan kaum muslimin. Kedua sumber Islam ini memang menyediakan teks-teks yang menjelaskan tentang kedudukan manusia yang setara di hadapan Tuhan, penghormatan martabat manusia, penegakan keadilan dan sebagainya. Ini di satu sisi. Tetapi Al Qur'an dan Hadits Nabi juga menyebutkan teks-teks yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, keunggulan dan otoritas laki-laki atas perempuan (QS 4:34), kelemahan akal dan agama perempuan (hadits).


Lalu bagaimana mungkin teks-teks Tuhan kontradiktif? Kita semua menjawab: Tentu saja tidak. Jadi bagaimana menyelesaikannya agar tidak kontradiktif?.


Aku lalu menyampaikan analisis terhadap teks-teks melalui pebdekatan Hermeneutik. Perbincangan menjadi seru.


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU


Hikmah Terbaru