Aswaja Diantara Dua Kutub Ekstrim yang Berdegup (2)
Ahad, 8 September 2024 | 07:00 WIB
Pada sisi lain teologi Aswaja, meskipun secara umum menempatkan naql (nash) di atas akal (Taqdim al-Naql ‘Ala al-Aql), tetapi ia juga berusaha menengahi dua kubu yang berlawanan. Yakni antara kubu rasionalis-liberalis yang diwakili oleh Mu’tazilah dan kubu tekstualis-fundamentalis yang anti takwil, diwakili Hanbalian. Ini misalnya muncul dalam kajian tentang teks-teks Mutasyabihat (interpretable) Aswaja mengapresiasi dua kategori: Salaf dan Khalaf.
Golongan Salaf lebih banyak menolak Takwil. Mereka memaknai ayat-ayat Mutasyabihat, seperti kata “Yad” dalam kata Yad Allah menurut makna harfiyahnya, yakni Tangan Allah, tetapi tidak menyamakannya dengan Tuhan. Sementara golongan Khalaf menerima takwil, sepanjang sejalan dengan kaedah-kaedah bahasa Arab dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Kata Tangan Allah, dimaknai Kekuasaan Tuhan. Penafsiran ini sangat dikenal dalam bahasa Arab.
Dalam dimensi fiqh, Aswaja menghargai pandangan Ahl al-Hadits yang lebih menekankan pemahaman tekstual seperti pada umumnya mazhab Hambali di satu sisi dan pandangan Ahl al Ra’yi yang menerima analogi atau qiyas, seperti pada umumnya mazhab Hanafi dan pandangan mazhab Syafi’i pada sisi yang lain.
Dalam bidang tasawuf, Aswaja berada di antara tasawuf Salafi-Hanbalian-Ibnu Taimiyah dan tasawuf Falsafi. Tasawuf Sunni mainstream tidak menganut paham Ittihad (Penyatuan Eksistensi/Mangunggaling Kawula-Gusti). Tasawuf Sunni berakhir pada akhlaq dan menghargai tradisi-tradisi masyarakat seperti ziarah kubur, muludan, marhabanan, tahlilan dan sejenisnya. Ini berlawanan dengan pandangan sufisme Hanbalian-Ibnu Taimiyah yang menolak praktik-praktik tersebut dan menganggapnya sebagai bid’ah dan atau musyrik.
Beberapa pandangan Aswaja di atas memperlihatkan kepada kita ciri utama Aswaja yaitu “al-Tawassuth” (moderat) atau jalan tengah dan al-Tasamuh (toleran). Inilah yang menjadikan Aswaja dapat tetap eksis dalam kurun waktu yang sangat panjang dan menyebar luas di berbagai belahan dunia muslim. Pendekatan keagamaan Aswaja yang moderat tersebut dewasa ini menjadi signifikan dalam mengatasi berbagai persoalan yang berkembang dan terutama ketika munculnya cara-cara keberagamaan yang ekstrim atau radikal (Tatharruf) baik ekstrim kanan maupun ekstrim kiri.
Dengan begitu, maka Aswaja dapat menerima perkembangan ilmu pengetahuan yang berbasis rasionalitas dari manapun datangnya, tetapi juga tetap menghargai pemahaman keagamaan yang sederhana sepanjang memberikan manfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan mereka. Inilah yang dalam tradisi NU dikenal dengan kaedah: “al Muhafazhah ‘ala al-Qadim al-Shalih wa al-Akhdz bi al Jadid al-Ashlah” (mempertahankan tradisi/pemikiran lama yang baik dan mengadopsi tradisi atau pemikiran baru yang lebih baik (dari manapun datangnya).
KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU
Terpopuler
1
Barak Militer Vs Pesantren
2
Jejak Perjuangan KH Muhammad asal Garut: Dari Membangun Pesantren hingga Menjaga NU
3
Dialog Refleksi Harlah ke-70, IPPNU Tasikmalaya Tegaskan Peran Strategis Perempuan dalam Pendidikan dan Kepemimpinan
4
Pesantren Karangmangu Bertaraf Nasional, Cetak Puluhan Khatimin dari Berbagai Daerah
5
BPBD Jabar Siap Tangani Bencana Alam di Bandung Barat, Karawang, dan Bekasi
6
IPPNU Kota Banjar Kunjungi Dinas Sosial, Bahas Kasus Sosial dan Penguatan Ketahanan Keluarga
Terkini
Lihat Semua