Hikmah KOLOM BUYA HUSEIN

Apresiasi NU dan Pesantren terhadap Tradisi Nusantara

Senin, 3 Februari 2025 | 11:16 WIB

Apresiasi NU dan Pesantren terhadap Tradisi Nusantara

Santri mengibarkan Bendera Merah Putih. (Foto: NU Online Jabar).

Tidak dapat diingkari bahwa dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, pesantren telah memainkan peran transformasi sosial dan kultural di wilayah tanah Nusantara. Pesantren selalu menunjukkan apresiasi terhadap kebudayaan lokal.


Pesantren melakukan sikap akomodatif atas kebudayaan-kebudayaan dan tradisi-tradisi local yang ada dan mengakar di wilayah-wilayah Nusantara tersebut. Melalui ajaran-ajaran sufismenya, Pesantren menganggap bahwa praktik-praktik tradisi dan ekspresi-ekspresi budaya dalam masyarakat bukanlah masalah, sepanjang mendasarkan diri pada prinsip Tauhid.


Tampak sekali lagi bahwa pesantren melihat persoalan-persoalan ini dari aspek substansinya, esensi dan ruhnya, bukan format harfiyah dan mekanisme formalistiknya.


خذ اللب والق القشر ان كنت من اولى الالباب


"Khudz al-Lubb In kunta min Uli al-Albab” (ambil saripati,jika kau seorang cendikia), kata al-Imam al-Ghazali.


ان كنت عالما بالمعرفة فدع اللفظ واقصد المعنى


“In Kunta ‘aliman bi al-Ma’rifah Fa Da’ al-Lafzh wa Iqshid al-Ma’na” ‏(Jika kau seorang yang berpengetahuan mendalam dan luas, tinggalkan formalisme dan pikirkan substansi”,) kata Abd al-Rahman al-Jami.


Imam Al Ghazali, dalam karyanya Misykat Al Anwar mengatakan.


العاقل من نظر ارواح الاشياء وحقاءقها ولا تغتر بصورها


"Orang yang berakal melihat jiwa pada segala sesuatu dan substansinya. Ia tidak terjebak pada kulit dan penampilannya,".


Jadi pesantren dan NU menggali apa yang substantif dan yang menjadi tujuan atau cita-cita dari sebuah misi profetik.


Oleh karena itu pesantren menolak tegas sikap dan cara pandang kelompok puritan-radikal yang memahami pandangan akomodatif tersebut sebagai bid’ah (sesat) dan musyrik. Mereka dipandang sebagai orang-orang yang tak paham, karena menolak logika.


Gus Dur menyebut proses tersebut di atas sebagai "Pribumisasi Islam", bukan " Islamisasi Pribumi".


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU