Garut

Jajaki Kondusifitas Tahun Politik, Komunitas Lintas Iman Se-Garut dan Tasikmalaya Gelar Seminar Toleransi Beragama

Ahad, 28 Januari 2024 | 08:00 WIB

Jajaki Kondusifitas Tahun Politik, Komunitas Lintas Iman Se-Garut dan Tasikmalaya Gelar Seminar Toleransi Beragama

Jajaki Kondusifitas Tahun Politik, Komunitas Lintas Iman Se-Garut dan Tasikmalaya Gelar Seminar Toleransi Beragama

Garut, NU Online Jabar
Komunitas lintas iman dan keyakinan yang ada di Kabupaten Garut dan Tasikmalaya yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Tasikmalaya, Forum Daiyah Fatayat, Wahidiyyah Tasikmalaya, Tarekat Idrisiyyah Tasikmalaya, FKKG (Forum Komunikasi Kristiani Garut), Komunitas Budha, Komunitas Hindu, Youth FKKG, SEPMI Garut, Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia ((IJABI) Ahlul Bait Indonesia (ABI), Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Sunda Wiwitan, ISRA (Integrated Society Rescue Action) Tasikmalaya, Naisyiatul Aisyiyah, Persistri, dan Lajnah Imaillah menggelar seminar toleransi beragama sebagai bagian refleksi kebebasan beragama dan berkeyakinan regional Jawa Barat pada Sabtu (27/1/2024) bertempat di Cafe Suhunan Masagi Jln Sudirman-Garut. 


Kegiatan tersebut merupakan bagian program KBB untuk persaudaraan dan toleransi kemitraan Fatayat NU Jabar dengan JISRA (Joint  initiative for strategic religious Action) .


Kegiatan bertemakan "Harapan dan Tantangan Kelompok Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dalam Menyongsong Tahun Politik 2024" tersebut dihadiri 4 nara sumber yakni Dr Heri M. Tohari, M.Phil dari Forum Kebebasan Umat Beragama (FKUB) Garut, Usama Ahmad Rizal dari Komunitas Sajajar Garut, Chotijah Fanaqi dari PIC Program KBB untuk Persaudaraan dan Toleransi Garut, dan Hj Ai Sadidah dari Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Garut. 


Dalam paparannya, Chotijah Fanaqi menyampaikan bahwa tujuan dari penyelenggaraan refleksi kehidupan kebebasan beragama di Jawa Barat, khususnya di Garut dan Tasikmalaya yaitu untuk membangun kesepemahaman bersama tentang pentingnya pemenuhan hak-hak kebebasan sipil, beragama, dan beribadah menurut agama dan kepercayaan yang dimiliki setiap warga negara. Menurutnya mendialogkan peran Civil Society Organization (CSO) dalam upaya pemenuhan hak-hak sipil dalam aspek kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta mendorong ketegasan penegakan hukum bagi siapa saja yang melanggar hak-hak sipil sangat penting untuk digalakkan. 


"Untuk mencapai tujuan-tujuan itu, kami sengaja mengundang peserta aktif dari berbagai organisasi dan komunitas lintas iman   yang ada di Kabupaten Garut dan Tasikmalaya ," ucap Ujar Chotijah Fanaqi. 


Sementara, Dr Heri menjelaskan terkait Garut yang memiliki sejarah panjang dalam perjalanan mutikulturalisme di Jawa Barat. Menurutnya, multikulturalisme di Garut tidak mengarah pada terjadinya konflik keagamaan.


"Artinya, sejarah multikulturalisme itu tidak terlepas dari fakta sejarah serta peranan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Dimana, forum FKUB merupakan forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama demi terciptanya kerukunan dan kesejahteraan," tuturnya. 


Lebih lanjut, Dr Heri berpesan agar potensi multikulturalisme harusnya dijadikan narasi positif oleh semua pihak. "Bukan sebaliknya malah membesar-besarkan perbedaan yang ada seperti pemberitaan tentang New NII atau aliran Baiat yang pernah viral di kabupaten Garut karena dianggap mendominasi pemberitaan di media online," sambungnya. 


Sementara itu, Ketua Fatayat NU Garut Hj Ai Sadidah menyebut bahwa salah satu cara untuk menangani persoalan kesenjangan di masyarakat yang disebabkan oleh kasus intoleransi adalah dengan memanfaatan media digital. 


Ia menilai narasi-narasi positif sebagai kontra narasi intoleransi akan menjadi salah satu penguat keberadaan KBB.


"Konten kita di media sosial akan menjadi ‘senjata’ bagi kita untuk menyuarakan Islam yang anti kekerasan, Islam yang ramah, serta Islam yang toleran. Tentu tidak hanya pesan agama Islam saja, sebab kekerasan dan diskriminasi merupakan musuh semua agama, oleh karena itu semua komunitas agama harus bersepakat dalam menggaungkan toleransi di atas perbedaan yang ada," ucapnya. 


Pada saat yang sama, Usama Ahmad Rizal mengingatkan bahwa kampanye kerukunan dan kebebasan dalam beragama  perlu dibenahi sebagai bagian dalam rangka  mewujudkan kehidupan harmoni di atas perbedaan yang ada.


"Mengingat tahun 2024 merupakan tahun politik, maka para pemangku kebijakan sudah seharusnya aware terhadap hak-hak keagamaan setiap warga negara," tandasnya.