• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Garut

Gus Muwafiq: Tidak Hanya Sebarkan Islam, Para Wali Juga Bumikan Konsep Ketatanegaraan di Indonesia

Gus Muwafiq: Tidak Hanya Sebarkan Islam, Para Wali Juga Bumikan Konsep Ketatanegaraan di Indonesia
Gus Muwafiq: Tidak Hanya Sebarkan Islam, Para Wali Juga Bumikan Konsep Ketatanegaraan di Indonesia
Gus Muwafiq: Tidak Hanya Sebarkan Islam, Para Wali Juga Bumikan Konsep Ketatanegaraan di Indonesia

Garut. NU Online Jabar
KH Ahmad Muwafiq atau yang akrab disapa Gus Muwafiq mengungkapkan, para wali  yang merupakan penyebar agama Islam di Nusantara tidak hanya mampu menjadi orang yang dapat menyebarkan ajaran-ajaran Islam saja, tetapi juga mampu membumikan konsep kenabian menjadi identitas kehidupan sehari-hari di Indonesia. Ia menilai, muslim Indonesia merupakan masyarakat Islam satu-satunya di dunia yang mampu menerapkan konsep kenabian menjadi identitas kesehariannya di tengah-tengah keberagaman etnik, ras, agama, dan budaya yang ada.


Hal tesebut diungkapkan saat memberikan taushiyah di hadapan ribuan Nahdliyin Garut dalam acara Resepsi 1 Abad NU yang dilaksanakan oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Bayongbong di Sub Terminal Agribisnis (STA) Bayongbong-Garut, Sabtu (25/02/2023) lalu. 


Pertama, tegas Gus Muwafiq, konsep kenabian yang menjadi identitas kehidupan keseharian bangsa Indonesia yakni rakyat. Menurutnya, rakyat yang biasa dipahami sebagai sekumpulan manusia yang hidup bersama dalam satu tempat sebenarnya berasal dari konsep kenabian, raiyah. Ia mengutip salah satu hadis Nabi Muhammad SAW:


كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


Artinya: “Setiap diri kalian adalah pemimpin dan tiap-tiap pemimpin akan diminta pertanggung jawabannya.” (HR Bukhari-Muslim).


“Nabi Muhammad SAW hanya menyampaikan konsep kepemimpinan. Menurutnya, jadilah kalian sebagai raiyah, yakni orang yang hidup bersama dalam perbedaan tetapi saling bertanggung jawab. Oleh para wali orang-orang yang berbeda-beda di Nusantara itu diberikan konsep rasul dan disatukan dalam bingkai raiyah sebagai orang-orang yang berbeda suku agama tetapi saling bertanggung jawab. Raiyah itu kemudian dijadikan bahasa Indonesia, rakyat.” tegas Gus Muwafiq.


Kedua, identitas keseharian yang lainnya yakni masyarakat. Menurut Gus Muswafiq, masyarakat merupakan bahasa Indonesia yang diambil dari bahasa Arab musyarakah. “Maka kalau raiyah itu berkumpul, maka dinamakan musyarakah sebagai persekutuan antar raiyah yang kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi masyarakat.” tegasnya.


Ketiga adalah terkait wilayah atau teritorial batas negara. Gus Muwafiq menjelaskan, jika dalam sebuah masyarakat ditemukan berbagai pendapat maka diharuskan bermusyawarah sebagaimana perintah Allah SWT.


وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ 


Artinya: “…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…” (QS ali-Imran [3]: 159).


“Karena yang menata dahulu itu para wali, maka teritori atau daerahnya disebut wilayah. Wilayah itulah yang sekarang berubah menjadi negara kesatuan republik Indonesia.” ungkapnya. 


Keempat, terkait majelis permusyawaratan rakyat (MPR) dan dewan perwakilan rakyat (DPR). Menurut Gus Muwafiq, lembaga tertinggi di Indonesia adalah MPR dan perwakilannya DPR berasal dari bahasa Arab. Jika pemimpin tertingginya adalah majelis permusyawarahan ra'iyah yang disebut MPR. Sementara DPR, dewan itu berasalah dari bahasa Arab, dinwanun.


“Makanya, karena bangsa ini tertata dari orang-orang yang berbeda menjadi satu namun tetap saling bertanggungjawab. Oleh karena konsep raiyah lah bangsa Indonesia menjadi satu. Kalau tanpa konsep raiyah bangsa ini susah disatukan karena berbeda suka, bangsa, dan agama.” ungkapnya.


Atas dasar itulah, lanjut Gus Muwafiq, bangsa Indonesia tidak seperti bangsa-bangsa lain yang terpecah belah menjadi beberapa negara. “Arab, China, Eropa, Afrika, merupakan satu bangsa namun terpecah menjadi beberapa negara. Sementara Indonesia, meskipun terdiri dari beberapa suku, agama, dan bangsa mampu bersatu dalam satu negara kesatuan republik Indonesia.” tegasnya.


Lebih lanjut, Gus Muwafiq menjelaskan bahwa identitas-identitas yang dimiliki yang berasal dari konsep kenabian tersebut menjadi sebab adanya kerukunan umat di Nusantara. Ia menilai, disebabkan dengan itulah Islam di Nusantara kemudian menjadi Islam terbesar dan terbanyak di dunia. “Islam setelah Rasulullah yang bergerak ke Eropa, China, Afrika tidak berkembang, tetapi yang bergerak ke Indonesia berubah menjadi kekuatan besar muslim di dunia.”tegasnya. 


Gus Muwafiq menilai, disebabkan Indonesia merupakan Islam terbanyak di dunia, maka secara tidak langsung akan menjadikannya sebagai umat Islam yang dibanggakan oleh Rasulullah SAW.


“Kaum muslimin terbesar di Indonesia adalah warga NU. Bahkan organisasi keagamaan terbesar di seluruh dunia adalah NU. Orang shalat tebesar ada di Indonesia. Orang yang hapal Quran paling banyak di Indonesia. Masjid paling banyak hanya di Indonesia. Dan haji terbanyak adalah jemaah haji Indonesia. Atas dasar itulah maka masyarakat Islam di Indonesia akan menjadi muslim yang akan di rindukan Rasulullah SAW.”tegasnya.


Gus Muwafiq juga menegaskan terkait konsep kenegaraan yang ada di dunia yang sangat berbeda dengan konsepnya raiyah Rasulullah SAW. Pertama, konsep komunisme. Komunisme menurutnya merupakan konsep proletar yang menjadikan kaum miskin sebagai pemimpin bersama. Kedua, konsep people. Konsep people merupakan suara mayoritas adalah suara Tuhan. Ketiga, khilafah. Khilafah menurtunya ada dua. Pertama khilafah Hizbut Tahrir, dan kedua khilafah Minhajinnubuwah.


“Karena khilafah itu konsepnya Hizbut Tahrir yang banyak gagal di setiap negara, maka jangan dibawa ke Indonesia. Dia bukan khilafah ala minhajinnubuwah tetapi khilafah taqririyyah.” tegasnya.


Pewarta: Rudi Sirojudin Abas
Editor: Muhammad Rizqy Fauzi


Garut Terbaru