Ubudiyah

Ganjaran Surga, Ini 3 Ciri Haji dengan Predikat Mabrur

Sabtu, 22 Juni 2024 | 10:00 WIB

Ganjaran Surga, Ini 3 Ciri Haji dengan Predikat Mabrur

Doa di hadapan ka'bah (Ilustrasi: Pinterest)

Jamaah haji asal Indonesia saat ini sedang memasuki fase kepulangan dari Arab Saudi menuju tanah air, dengan pemulangan dilakukan secara bertahap. Doa yang sering dipanjatkan untuk mereka setelah kembali ke Indonesia adalah harapan agar mereka mendapat predikat haji mabrur dan diterima oleh Allah Swt.
 

Secara bahasa, haji mabrur berarti haji yang baik atau diterima oleh Allah Swt. Menurut istilah syar’i, haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, dengan memenuhi berbagai syarat, rukun, dan kewajiban, serta menghindari hal-hal yang dilarang (muharramat). Pelaksanaan haji ini dilakukan dengan penuh konsentrasi dan penghayatan, didorong oleh iman dan harapan untuk memperoleh ridha Allah SWT.


Melansir NU Online, dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah SAW memberikan penjelasan terkait pahala atau balasan bagi jamaah haji yang mendapatkan predikat mabrur.
 

الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ


Artinya, “Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga,” (HR Bukhari).


Predikat mabrur memang hak prerogatif Allah SWT untuk disematkan kepada hamba yang dikehendaki-Nya. Tetapi seseorang yang dapat meraih haji mabrur pasti memiliki ciri-ciri tersendiri.


Rasulullah SAW juga pernah memberikan kisi-kisi tanda atau ciri-ciri bagi setiap orang yang mendapatkan predikat mabrur hajinya.


Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya.

 
قالوا: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا الْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ؟ قال: "إِطْعَامُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ


Artinya, “Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa itu haji mabrur?’ Rasulullah menjawab, ‘Memberikan makanan dan menebarkan kedamaian.’”


Walaupun hadits ini divonis munkar syibhul maudhu’ oleh Abu Hatim dalam kitab Ilal ibn Hatim, tetapi ada riwayat lain yang marfu’ dan memiliki banyak syawahid. Bahkan divonis Shahihul Isnad oleh Al-Hakim dalam kitab Mustadrak-nya, walaupun Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya. Sebagaimana dikutip Imam Badrudin Al-Aini dalam Umdatul Qari-nya.


سئل النبي ما بر الحج قال إطعام الطعام وطيب الكلام وقال صحيح الإسناد ولم يخرجاه


Artinya, “Rasulullah SAW ditanya tentang haji mabrur. Rasulullah kemudian berkata, ‘Memberikan makanan dan santun dalam berkata.’ Al-Hakim berkata bahwa hadits ini sahih sanadnya tetapi tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.”


Dari dua hadits di atas bahwa sebagian dari tanda mabrurnya haji seseorang ada tiga.


Pertama, santun dalam bertutur kata (thayyibul kalam).


Kedua, menebarkan kedamaian (ifsya’us salam).


Ketiga, memiliki kepedulian sosial yaitu mengenyangkan orang lapar (ith‘amut tha‘am)


Dari tiga ciri ini, bisa disimpulkan bahwa predikat mabrur yang diraih oleh seorang yang telah menjalankan ibadah haji sebenarnya tidak hanya memberikan dampak terhadap kehidupan orang tersebut, melainkan juga berdampak besar kepada sisi sosial di lingkungan orang yang berangkat haji tersebut.