Tokoh

Jelang Haul Pertama Almaghfurlah KH A Bunyamin Ruhiat: Sembilan Hari Sebelum 'Penjemputan' (Pesan Terakhir)

Sabtu, 18 November 2023 | 08:00 WIB

Jelang Haul Pertama Almaghfurlah KH A Bunyamin Ruhiat: Sembilan Hari Sebelum 'Penjemputan' (Pesan Terakhir)

Jelang Haul Pertama Almaghfurlah KH A Bunyamin Ruhiat: Sembilan Hari Sebelum 'Penjemputan' (Pesan Terakhir)

Terakhir kali saya mengkitu pengajian beliau adalah pengajian Kemisan, yaitu hari Kamis tanggal 10 November 2022, dan itu pula yang menjadi pengajian beliau terakhir kali, satu hari sebelum beliau sakit dan dibawa ke Rumah Sakit TMC, tempat dimana beliau dipanggil yang Maha Kuasa.


Kitab yang dikaji adalah Ihya Ulumuddin pas pembahasan utama tentang كتاب المخبة والشوق dengan sub pokok bahasan


 الفول فى علامات محبة العبد لله تعالى


(Pembahasan ciri-ciri mencintai Allah SWT).


Maqra pengajian diawali dengan ngalogat (memaknai secara harfiah kata demi kata/makna gandul) واما السبب الثانى للكراهة (penyebab kedua adanya ketidak sukaan pada kematian).


Pada maqra ini Imam Ghazali menjelaskan bahwa salah satu sebab seseorang membenci kematian bisa jadi merupakan awal dari maqam mahabbah (cinta) kepada Allah, bukan semata-mata membenci kematian itu sendiri, melainkan ketidaksukaan akan dipercepatnya kematian karena belum memiliki persiapan untuk berjumpa dengan Allah sebagai kekasihnya. 


Sikap semacam ini, bukan berarti menujukkan lemahnya kecintaan kepada Allah.


 فذلك لايدل على ضعف 


Lalu beliau mengatakan: "Urang sieun maot téh kumargi urang teu acan gaduh persiapan kangé bekel saatos maot, amal urang masih kurang..." (Kita takut mati itu karena kita belum punya persiapan buat bekal setelah mati, amal kita masih kurang...).


"Sakumaha urang nampi kabar badé kesumpingan ku tamu nu dipikacinta, tangtu urang miharep tamu éta ulah waka sumping kumargi badé siap-siap heula sapertos bébérés bumi, nyiapkeun tuangeun sareng nu sanésna" (Sebagaimana kita menerima kabar akan kedatangan tamu yang kita cintai (kekasih), tentu kita berharap agar tamu itu jangan dulu datang karena akan mempersiapkan dulu seperti rapihin rumah, menyiapkan makanan dan lain-lain), sambungnya.


Selesai pengajian kami bersalaman. Selepas sungkem, saya menyampaikan permohonan maaf karena sudah beberapa Kamis tidak ikut pengajian.


“Maaf, Bapak, beberapa Kamis yang lalu saya tidak mengikuti pengajian. Dua minggu yang lalu saya mengikuti Raker LDNU yang diselenggarakan oleh LDNU PBNU?”, kata saya pelan. 


Mendengar alasan saya itu, beliau berkata: “Ningalkeun pasantrén atuh, Udin ulah ningalkeun pasantren pan ayeuna mah boga santri!” (Meninggalkan pesantren dong, Udin jangan meninggalkan pesantren kan sekarang sudah punya santri!).


“Sumuhun, Bapak”, jawab saya, sambil menunduk. Inilah pesan terakhir beliau kepada saya.


Ackie Udin, salah seorang Alumni Pesantren Cipasung tahun 1984