Taushiyah KOLOM KH ZAKKY MUBARAK

Kebodohan dan Kriterianya

Selasa, 16 Januari 2024 | 12:00 WIB

Kebodohan dan Kriterianya

Kebodohan dan Kriterianya

Dalam mengarungi kehidupan, kita jumpai sebagian orang yang sangat berhati-hati dalam bergaul, berbicara atau menyampaikan pandangannya, hemat dalam perkataan, dan bersikap bijak. Sebagian lain dari manusia ada yang banyak bicara, kurang pandai bergaul, menceritakan semua yang dilihat, menginformasikan segala sesuatu yang diterimanya, menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya, dan memiliki sikap sembrono.


Kelompok yang kedua termasuk manusia yang paling bodoh, karena ia meninggalkan keyakinan yang benar-benar ada pada dirinya. Sebaliknya ia memperturutkan persangkaan orang lain yang sesungguhnya tidak ada pada dirinya. Yang paling yakin kita ketahui adalah kekurangan dan dosa-dosa yang pernah dilakukan, termasuk kerendahan akhlak dan kerendahan imannya. Sedangkan persangkaan orang lain yang mengira kita sangat baik, sempurna, tidak ada kekurangan, hal itu terjadi karena kebodohannnya yang sama sekali tidak mengetahui hakikat diri kita. Padahal yang ada di balik tirai dan tertutup oleh fantasi, banyak sifat-sifat tercela yang tidak diketahui oleh orang lain lain.


Karena itu apabila kita tidak menyadari apa yang ada pada diri kita karena terbawa oleh pandangan orang lain, maka hal itu termasuk manusia yang paling bodoh. Orang yang senang dengan pujian orang lain, padahal tidak ada pada dirinya, seperti orang yang menyenangi cemoohan orang lain. Misalnya, ada seseorang yang mengatakan pada temannya: “Kotoranmu itu tidak berbau, atau keringatmu harum melebihi harumnya kesturi”, padahal ia sendiri merasa jijik terhadap kotorannya dan merasakan bau keringatnya yang tidak sedap. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kotoran dosa dan kotoran jiwa itu lebih buruk baunya dari kotoran manusia itu sendiri.


Memperhatikan kenyataan ini, maka kita harus bersikap hati-hati terhadap pujian orang lain pada diri kita. Karena hal itu akan menjerumuskan kita pada kubangan kehinaan. Kita dipuji oleh orang lain yang sesuai dengan perbuatan kita saja pasti akan menimbulkan riya, apalagi pujian itu tidak ada pada diri kita. Sikap riya’ karena pujian itu akan meningkat pada sikap sombong, congkak, ujub, sum’ah, hasad, dan sebagainya. Semua itu merupakan penyakit rohani yang sering tidak disadari, padahal itu sangat berbahaya.


Penyakit rohani tersebut, merupakan bagian dari al-Syirik al-Khafi (syirik yang tersembunyi) yang sering tidak disadari. Kalau syirik yang terang-terangan atau al-Syiik al-Jali seperti menyembah patung, menyembah pohon, menyembang gunung, dan sebagainya sudah tidak terjadi lagi di kalangan umat Islam. Tapi al-Syirik al-Khafi banyak dilakukan, namun tidak disadari, di situlah letak bahayanya.


Ada seorang tokoh masyarakat yang dipuji banyak orang, ia merasa sangat sedih dengan pujian itu, bahkah sering menangis menitikkan air mata. Ketika ditanya, mengapa ia menangis? Penerima pujian itu menjawab: Sesungguhnya ia tidak memuji diriku, tetapi menjerumuskanku pada kehinaan duniawi dan ukhrawi.


لَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَفۡرَحُونَ بِمَآ أَتَواْ وَّيُحِبُّونَ أَن يُحۡمَدُواْ بِمَا لَمۡ يَفۡعَلُواْ فَلَا تَحۡسَبَنَّهُم بِمَفَازَةٖ مِّنَ ٱلۡعَذَابِۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٞ


"Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih," (QS. Ali Imran, 03:188).


Dr. KH. Zakky Mubarak, MA, salah seorang Mustasyar PBNU