• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Syariah

Metode Berpikir Ilmiah tentang Syariat Islam Melahirkan Mazhab Fiqih (Bagian V-Habis)

Metode Berpikir Ilmiah tentang Syariat Islam Melahirkan Mazhab Fiqih (Bagian V-Habis)
Ilustrasi para pemikir Islam (techno.okezone.com)
Ilustrasi para pemikir Islam (techno.okezone.com)

Oleh KH Imam Syamsudin 

اَلْاِجْتِهَادُ فِيْ اِصْطِلَاحِ الْأُصُوْلِيِيْنَ: هُوَ بَذْلُ الْجَهْدِ لِلْوُصُوْلِ إِلَى الْحُكْمِ الشَرْعِيِ مِنْ دَلِيْلِ تَفْصِيْلِيٍ مِنَ الْأَدِلَةِ الشَرْعِيَةِ.

Ijtihad dalam istilah para ahli ilmu ushul fiqih ialah mencurahkan daya kemampuan untuk menghasilkan hukum syar'i dari dalil-dalil syar’i yang terperinci.

يشرط لتحقيق الأهلية للاجتهاد شروط أربع:

الأول: أن يكون الإنسان على علم باللغة العربية وطرق دلالة عباراتها ومفرداتها، وسعة الاطلاع على آدابها، لأن أول وجهة للمجتهد هي النصوص في القرآن والسنة وفهمها.

Syarat-syarat kelayakan untuk berijtihad ada empat syarat:

Pertama, orang yang hendak melakukan ijtihad harus mengetahui bahasa Arab, cara-cara dalalah, susunan kalimatnya, dan satuan-satuan katanya. Mempunyai pandangan yang luas tentang adabul lughah. Sebab sasaran pertama yang menjadi pedoman mujtahid adalah nash Al-Qur’an dan As-Sunnah dan pemahaman terhadap keduanya.

الثاني: أن يكون على علم بالقرآن، والمراد أن يكون عليمًا بالأحكام الشرعية التي جاءبها القرآن، وبالآيات التي نصت على هذه الأحكام، وبطرق استثمار هذه الأحكام من آياتها، وما صح من أسباب نزول كل آية منها، وما ورد في تفسيرها وتأويلها من آثار. وعلى ضوء هذا يستنبط حكم الواقعة.

Kedua: Mempunyai pengetahuan tentang Al-Qur’an, maksudnya harus mengetahui hukum-hukum syar’iyah yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan ayat-ayat yang menjadi nash hukum-hukum tersebut, serta cara untuk mengambil suatu hukum dari ayat-ayatnya. Begitu pula mengetahui sebab-sebab turunnya masing-masing ayat, dan sunnah yang menafsiri dan men-ta’wili ayat-ayat tersebut. Berdasarkan inilah, maka ia dapat meng-istinbath-kan (mengambil kesimpulan) hukum kasus tersebut.

الثالث: أن يكون على علم بالسنة كذلك، بأن يكون عليمًا بالأحكام الشرعية التي وردت بها السنة النبوية، ويعرف درجة سند هذه السنة من للصحة أو الضعف في الرواية. ولقد أدى العلماء للسنة النبوية خدمات جليلة، وعنوا بفحص أسانيدها ورواة كل حديث منها، حتى كفوا من جاء بعدهم مؤونة البحث في الأسانيد، كل حديث أنه متواتر أو مشهور أو صحيح أو حسن أو ضعيف.وكذلك عني العلماء بجمع أحاديث الأحكام، وترتيبها حسب أبواب الفقه وأعمال المكلفين.

Ketiga: Harus mengetahui tentang as-sunnah yaitu mengetahui hukum-hukum syara' yang terdapat dalam sunnah Nabi. Begitu pula disyaratkan mengetahui peringkat sanad sunnah tersebut, dari segi kesahihan atau kedhaifan dalam periwayatannya.

Para ulama telah memberikan karya agung dalam Sunnah Nabawiyah ini. Mereka telah mengadakan penelitian terhadap sanad-sanadnya dan para perawi tiap-tiap haditsnya, sehingga apa yang telah diteliti oleh ulama terdahulu dapat dijadikan bekal pembahasan mengenai sanad oleh generasi sesudah mereka. Sehingga pada tiap-tiap hadits dapat diketahui mana hadits yang mutawatir, masyhur, sahih, hasan, atau yang dhaif.

Demikian pula ulama telah menaruh perhatian untuk menghimpun hadits-hadits hukum dan menyusunnya sesuai dengan urutan bab-bab fiqih dan perbuatan para mukallaf.

الرابع: أن يعرف وجوه القياس، وذلك بأن يعرف العلل والحكم التشريعية التي شرعت من أجلها الأحكام، ويعرف المسالك التي مهدها الشارع لمعرفة علل أحكامه ويكون خبيرًا بوقائع أحوال الناس ومعاملاتهم حتى يعرف ما تتحقق فيه علة الحكم من الوقائع التي لا نص فيها، ويكون خبيرًا أيضًا بمصالح الناس وعرفهم، وما يكون ذريعة إلى الخير والشر فيهم. حتى إذا لم يجد في القياس سبيلاً إلى معرفة حكم الواقعة، سلك سبيلاً أخرى من السبل التي مهدتها الشريعة الإسلاميه للوصول إلى استنباط الحكم فيما لا نص فيه.

Keempat: Harus mengetahui segi-segi qiyas. Yaitu mengetahui tentang illat, dan hikmah pembentukan hukum, yang dengan itu suatu hukum dapat disyariatkan, begitu juga disyariatkan mengetahui teori-teori dasar yang dibuat oleh syar'i untuk mengetahui illat hukumnya, dan juga harus mengetahui terhadap berbagai hal ihwal manusia dan muamalah mereka, sehingga ia dapat mengetahui kasus yang tidak ada nash hukumnya. Juga mengetahui kemaslahatan manusia dan adat-istiadat mereka, serta sesuatu yang menjadi perantara kebaikan dan keburukan mereka. Sehingga apabila ia menemukan jalan dalam qiyas untuk mengetahui hukum suatu kasus, ia dapat menempuh jalan lain dari berbagai jalan yang telah dipersiapkan oleh syariat Islam untuk sampai kepada istinbath hukum mengenai sesuatu yang tidak ada nash-nya.

Kelima: Mengerti dan mengetahui pula fatwa-fatwa imam mujtahid terdahulu dalam masalah-masalah yang dihadapi. Ini sangat perlu, agar setiap Imam mujtahid tidak terjerumus kepada mengeluarkan hukum yang melawan ijma’, yaitu kesepakatan imam-imam mujtahid dalam suatu zaman. Oleh karena itu sekurang-kurangnya ia harus membaca dan memahami kitab-kitab karangan-karangan imam-imam mujtahid madzahibul 'arba'ah.

Demikianlah di antaranya syarat-syarat yuridis bagi seorang Imam mujtahid, disamping ada pula syarat-syarat yang lain, yaitu saleh dan bertakwa kepada Allah SWT, berbudi dan berakhlak mulia, tidak sombong dan tidak takabur, tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang keji yang dilarang oleh agama Islam.

وإنما يجوز للعامة الذين ليست لهم ملكة الاجتهاد واستثمار الأحكام من نصوصها، أن يتبعوا المجتهدين ويقلدوهم. مصداق قوله سبحانه وتعالى: (فَسْئَلُوٓاْ أَهْلَ آلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ).[النحل: ٤٣].

Dan sesungguhnya bagi orang awam yang tidak mempunyai kemampuan untuk berijtihad dan mengambil hukum dari nash-nash-nya, maka diperbolehkan mengikuti para mujtahid sebagaimana firman Allah SWT: “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. (QS. Anhl: 43).

Mengikuti Imam mujtahid itu pada hakikatnya adalah mengikut Qur'an dan Hadits dalam arti yang sebenarnya!

Bersabda Nabi Muhammad SAW:

اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ. (رواه أبو داود)

“Ulama-ulama itu mewarisi (mempusakai) Nabi-nabi”. (HR. Abu Dawud)

Ini suatu bukti bahwa Ulama-ulama itu harus diikuti karena mereka mewarisi nabi-nabi. Kalau Ulama-ulama tidak boleh diikuti apa gunanya fungsi Ulama ini dan seolah-olah perkataan Nabi percuma saja.

 

Penulis sampai akhir hayatnya adalah Wakil Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Sukabumi

Sang penulis tak menyebutkan ini tulisan ini bagian yang terakhir, tapi tak sempat melanjutkannya sampai ia wafat
 


Syariah Terbaru