• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 5 Mei 2024

Syariah

Metode Berpikir Ilmiah tentang Syariat Islam Melahirkan Mazhab Fiqih (Bagian I)

Metode Berpikir Ilmiah tentang Syariat Islam Melahirkan Mazhab Fiqih (Bagian I)
Ilustrasi (peremeny.ru)
Ilustrasi (peremeny.ru)

Oleh KH Imam Syamsuddin
Islam sebagai satu agama yang lengkap sempurna. Asasnya ialah tauhid. Tujuannya kebahagiaan dunia akhirat di bawah rahmat dan ridha Allah. Cara ibadah telah ditentukan dan berlaku sepanjang zaman. Struktur hukumnya telah diberi landasan keadilan untuk memelihara kemaslahatan bersama. Islam menjadi sumber peradaban umat manusia menuju rahmat bagi sekalian alam.
Pernyataan lengkap sempurnanya Islam: “Pada hari ini Aku telah sempurnakan agamamu bagi kamu sekalian dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan dengan demikian Aku telah ridhai Islam menjadi agamamu sekalian”. (QS. Al-Maidah: 3)

Para sahabat Nabi tidak pernah mengalami kesulitan dalam menjalankan syariat Islam karena Nabi SAW ada di tengah-tengah mereka. Kalau saja suatu ketika menjumpai kemuskilan mengenai sesuatu persoalan dalam pelaksanaan syariat, maka kapan saja dapat menjumpai Nabi untuk memohon fatwanya dan persoalan menjadi beres.

Nabi SAW menerima wahyu dalam hal-hal yang ada hubungannya dengan masalah tersebut di atas, lalu disampaikan beritanya kepada para sahabat dengan komentar dan cara pelaksanaannya.

Maka terbentuklah konstruksi hukum, itulah yang dinamai tasyri' artinya suatu penyusunan tata hukum dalam Islam yang berfungsi menampung segala keperluan hajat umat di kemudian hari, sesuai dengan kedudukan Islam sebagai suatu agama yang berlaku bagi segenap umat manusia di setiap zaman dimana pun mereka berada.

Jadi ada dua macam tugas Nabi SAW dalam hubungan dengan masyarakatnya (para sahabat), pertama, tugas menyampaikan wahyu dan menjelaskannya. Kedua, Menjadi tempat bertanya di kala mereka menjumpai problema-problema.

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan (diwahyukan) kepadamu dari Tuhanmu dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir”. (QS. Al-Maidah: 67)

“Kami telah mengutus para utusan-Ku dengan membawa mukjizat dan kitab suci. Dan Kami telah menurunkan Al-Qur’an kepadamu agar engkau menjelaskan kepada umat manusia tentang apa-apa yang telah diperintahkan kepada mereka, dan dengan demikian supaya mereka mau berpikir”. (An-Nahl: 44)

Umat Islam di zaman itu mendengar langsung dari Nabi, melihat sendiri bagaimana cara Nabi mempraktekkan firman-firman itu lalu mereka mengikutinya dengan kepatuhan serta kecintaan kepada tugas kewajiban. Tak ada silih sengketa diantara mereka.

Sumber hukum yang berlaku di zaman Nabi SAW ialah Al-Qur’an dan as-sunnah dengan amat mudah memahaminya, disebabkan waktu itu wahyu masih selalu turun. Yang diartikan dengan as-sunnah ialah:
a. Perbuatan,
b. Perkataan, dan
c. Taqrir Nabi Muhammad SAW.

Yang dimaksud dengan taqrir ialah: perbuatan yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang sahabat dimuka Nabi SAW tetapi beliau menyetujuinya atau tidak melarangnya.

Al-Qur’an dan as-sunnah terjamin keterpeliharaannya, keduanya menjadi pedoman hidup. Rasulullah bersabda:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُوْا بَعْدَ هُمَا كِتَبَ اللهِ وَ سُنَّتِى. (رواه الحاكمم عن أبى هريرة)

“Aku tinggalkan di tengah-tengahmu dua pusaka yang tidak mungkin menyesatkan kamu bila diikuti pedomannya, dua pusaka itu ialah: Al-Qur'an dan sunnahku". (HR. Hakim)

Pada tingkat pertama sistem berpikir para sahabat itu berpola pada mengikuti apa adanya yang terdengar ataupun yang terlihat dari Rasulullah SAW, dan pada tingkat selanjutnya mengikuti apa yang diketahui maupun yang didengar oleh para sahabat yang terpercaya bahwa yang didengar dan dilihatnya itu memang datang dari Rasulullah SAW. Di sini telah tergambar suatu metode berpikir di kalangan umat Islam angkatan pertama, suatu angkatan yang langsung dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW.

Metode berpikir mereka mengalami perkembangan setelah Rasulullah wafat pada Senin 12 Rabiul awal 11 H atau 7 Juni 632 M. (Bersambung)

Penulis sampai akhir hayatnya adalah Wakil Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Sukabumi
 


Syariah Terbaru