• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Sejarah

Kesaksian Kiai Didi atas Keberanian dan Kecerdasan Ajengan Sukamanah

Kesaksian Kiai Didi atas Keberanian dan Kecerdasan Ajengan Sukamanah
Kesaksian Kiai Didi atas Keberanian dan Kecerdasan Ajengan Sukamanah. (Foto: NU Online Jabar)
Kesaksian Kiai Didi atas Keberanian dan Kecerdasan Ajengan Sukamanah. (Foto: NU Online Jabar)

Bandung, NU Online Jabar

KH Didi Izzudin merupakan salah seorang santri Pesantren Sukamanah yang sangat mengaji langsung kepada KH. Zailnal Musthafa. Ia terhitung dekat dengan gurunya itu sehingga dipercaya untuk mengemban tugas mengurusi pondok pesantren dan menjadi abdi dalem keluarga Ajengan Sukamanah. 


Kiai Didi juga ikut serta berjuang bersama KH Zainal Musthafa untuk mempertahankan wilayah Sukamanah dari serbuan pasukan yang dipimpin oleh Kenpetai Jepang dalam perlawanan pada hari Jumat, 18 Februari 1944. Ia ikut dipenjara di Tasikmalaya lalu dipindah ke penjara Sukamiskin di Bandung. Ia baru dibebaskan setelah proklamasi kemerdekaan RI.


Diceritakan oleh cucunya, Ajengan Anwar Nasihin, dari riwayat Hj Yayah Rodiyah (neneknya), bahwa dulu ketika Kiai Didi turut serta berperang melawan penjajah Jepang, ia mengenakan sarung yang dililitkan di tubuhnya seraya membawa bambu runcing dari haur kuning. Sarung tersebut diselempangkan sebagai tameng untuk menahan badannya dari hantaman senjata musuh. 


Dalam peperangan tersebut, Kiai Didi terkena tembakan di bagian bawah kaki kirinya. Akibat luka tersebut, kaki kirinya berukuran lebih kecil dari kaki kanannya sehingga membuatnya berjalan sedikit pincang. 


Kiai Didi merupakan santri di Pesantren Cilenga di bawah asuhan Mama Sobandi. Ia kemudian diperintahkan oleh gurunya untuk meneruskan belajar di Sukamanah dan berguru ke KH. Zainal Musthafa, yang juga alumni Cilenga. 


Semasa mondok di Sukamanah, Kiai Didi sempat mempelajari kitab I’anatut thalibin karya Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha al-Dimyati al-Bakri, kemudian kitab Jami’u Karamatil Aulia karya Syekh Yusuf bin Ismail Nabhani dan tak ketinggalan memperdalam kitab Alfiyah karya dari seorang ahli bahasa Arab kelahiran Spanyol yakni Ibnu Malik, dan masih banyak kitab lainnya. Dalam kitab-kitab yang dikajinya, ia menuliskan catatan pendek tahun Ketika ia mengaji. Misalnya dalam kitab Jami’u Karamatil Auliya tertulis, “Didi Izzudin bin Ibroni, Sukamanah, bibarkah Akang Zainal Musthafa.”


Kekaguman Kiai Didi kepada sosok KH Zainal Musthafa membuatnya sangat takzim dan patuh terhadap perintah gurunya tersebut. Ia menggambarkan Ajengan Sukamanah sebagai sosok kiai yang cerdas dan pemberani serta teguh pada prinsip pendiriannya. 


“Turutaneun Ajengan Sukamanah mah. Ajengan wanian jeung pinter,” begitu kata Hj. Yayah Rodiah. Ajengan Sukamanah itu teladan. Berani dan pintar.


Kiai Didi juga banyak menerima ijazah berbagai doa dari gurunya itu. Ada doa yang berhubungan dengan kepentingan berdakwah, seperti doa untuk “menaklukkan” dan mendatangkan massa (jama’ah). Ada juga doa yang berhubungan dengan kesehatan. Dan berbagai doa lain.


“Saya sedang berusaha mengumpulkan kembali doa-doa tersebut. Sebagian ada dalam catatan kakek yang sudah lapuk. Sebagian akan saya coba upayakan dari para santri Liung Gunung yang pernah mengaji langsung kepada kakek saya,” ujar Ajengan Anwar.

Pewarta: Agung Gumelar


Sejarah Terbaru