• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 24 April 2024

Purwakarta

Diaspora Penyintas Perlawanan Sukamanah

Diaspora Penyintas Perlawanan Sukamanah
(Ki-ka) KH. Akhfaz Fauzi (Rais Syuriyah), KH JoHn Dine (Ketua MUI), Ambu Anne (Bupati Purwakarta), Hj. Evi Luthfiyah (Ketua Muslimat), Iip Yahya (Penulis) dan Prof Bambang Q Anees (Ketua Lakpesdam PWNU Jabar)
(Ki-ka) KH. Akhfaz Fauzi (Rais Syuriyah), KH JoHn Dine (Ketua MUI), Ambu Anne (Bupati Purwakarta), Hj. Evi Luthfiyah (Ketua Muslimat), Iip Yahya (Penulis) dan Prof Bambang Q Anees (Ketua Lakpesdam PWNU Jabar)

Sabtu, 25 Februari 2023, Pendopo Kabupaten Purwakarta menjadi panggung bagi penyelenggaraan diskusi publik dengan tema Diapsora Penyintas Perlawanan Sukamanah Melacak Jejaring Santri KH. Zainal Musthafa. Acara yang ini digagas oleh Lakpesdam PWNU Jawa Barat ini dihadiri langsung oleh Bupati Purwakarta, Hj. Anne Ratna Mustika beserta beberapa pejabat Pemda setempat.

 

Bertindak sebagai narasumber, Iip D. Yahya penulis buku Ajengan Sukamanah, Prof. Dr. Bambang Q. Anies selaku Ketua Lakpesdam PWNU Jawa Barat, dan KH. Anwar Nasihin selaku pengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Tarbiyah Liung Gunung Purwakarta. Sementara proses jalannya diskusi dipandu oleh moderator, Ayik Muhyiddin sekretaris Lakpesdam PWNU Jawa Barat.

 

Hadir pula Ketua PCNU Purwakarta KH. Bahir Muhlis yang memberikan sedikit pengantar dan wejangan. Ia menekankan, penting bagi kaum muda untuk mencontoh pengorbanan KH. Zainal Musthafa, serta dapat melanjutkan spirit perjuangannya.

 

Setelah masuk sesi diskusi, pertama berbicara di podium adalah KH. Anwar Nasihin, yang merupakan cucu dari KH. Didi Izzudin, salah satu murid KH. Zainal Musthafa yang juga turut berjuang melawan pasukan yang dipimpin oleh Kenpetai Jepang dalam pertempuran Sukamanah, 18 Februari 1944.

 

KH. Anwar Nasihin memaparkan bahwa berdasarkan penuturan keluarganya, Kiai Didi mendirikan pesantren di Liung Gunung pada tahun 1947, selepas dari penjara Sukamiskin. Ia merupakan penyintas yang selamat dari penjara setelah proklamasi kemerdekaan. Karena kondisi Tasikmalaya yang genting, ia pergi ke arah barat. Di Stasiun Cibuntu, ia bertemu dengan Ajengan Idris yang sejurus kemudian mengajaknya pergi ke Purwakarta untuk bertemu seorang ulama besar, yaitu KH. Tb. Ahmad Bakri atau Mama Sempur. Di kemudian hari, atas perintah dan restu dari Mama Sempur inilah Kiai Didi bermukim dan mendirikan pesantren di Liung Gunung, Plered, Purwakarta.

Kiai Didi merupakan penyintas perlawanan Sukamanah yang berdiaspora ke Purwakarta. Menurut catatan, tidak kurang dari 1.000 alumni Pesantren Sukamana yang pernah mengaji langsung kepada KH. Zainal Musthafa Asy-Syahid.

Masih dalam pemaparannya, Ajengan Anwar mengatakan bahwa ia pernah menemukan buku catatan doa yang ditulis kakeknya. Di dalam buku itu, di antara yang tertulis adalah berbunyi "Allahuma Antal 'Azizul Kabir", sebuah doa yang diijazahkan oleh KH. Zainal Musthafa sebelum melawan Kenpetai Jepang. Ada beberapa doa yang di bagian akhirnya tercatat, "Intaha Syaikuhuna Zainal Musthafa" atau "Akang Sukamanah." Usia keduanya memang tidak terpaiut jauh, hanya selisih enam tahun.

 

"Pun Aki, waktos dinten perlawanan, disolendang sarung, sabari nyandak bambu runcing ngalawan pasukan. Anjeunna katembak sampeyan anu palih kencana," papar Ajengan Anwar.

 

Kisah ini kemudian diberi syarah oleh narasumber berikutnya. Menurut Iip Yahya, kenapa para santri dililit sarung, itu adalah ikhtiar untuk menahan atau mengurangi rasa sakit dari pukulan. Adapun hanya bambu runcing dan perkakas kayu yang digunakan sebagai senjata, itu karena tidak ada peredaran senjata tajam, mengingat bahan bakunya, yaitu besi dan baja, semuanya ditarik oleh pemerintah Jepang untuk dibuat persenjataan perang.

 

Dari analisis dan temuan Kang Iip, rupanya dari pihak Jepang sendiri ada pengakuan bahwa perlawanan Sukamanah ini adalah perlawanan sipil terbesar terhadap militer Jepang di pulau Jawa. Bagi orang Sunda, perlawanan Sukamanah merupakan yang kedua setelah Genjlong Garut di Cimareme, yang dipimpin oleh H. Hassan Arif pada 1919. 

 

Selain itu, peristiwa ini merupakan sebuah anomali bagi orang Sunda. Jika orang Sunda yang terkenal balalageur sampai berani melawan, artinya ada yang salah dengan kebijakan pemerintah.

 

Pada posisi ini, narasumber terakhir yaitu Prof. Bambang Q. Anies memberikan penguatan dengan sebuah pelajaran penting bahwa sebenarnya spirit perjuangan itu akan selalu ada dalam karakter orang Sunda. Orang Sunda  yang selama ini dianggap akomodatif, permisif, dan tidak biasa mengatakan tidak, ternyata adakalanya bisa melawan juga, apabila menghadapi penindasan. Orang Sunda tidak akan menyerang tapi jika diserang pantang mundur sekalipun harus tumpur.


Spirit semacam ini dapat dibahasakan dengan istilah DNA ruhani, yang didapatkan, serta diturunkan melalui keterkaitan jaringan (sanad) para pejuang, dalam hal ini para kyai.


Mengingat para kyai itu selalu berjejaring dalam ilmu, dan juga doa atau hal ikhwal spiritual, maka sanad itu bisa menjadi kekuatan sosial ke depan. Jika sudah menyadari akan peribahasa "satu guru satu ilmu jangan ganggu", maka bagaimana pun kerasnya perbedaan, tidak akan berujung menjadi perpecahan.


Oleh karena itu, Lakpesdam PWNU Jawa Barat, mendorong agar supaya bukan hanya jaringan murid-murid KH. Zainal Musthafa di Purwakarta, tetapi juga semakin banyak jaringan pesantren dan para kyai lain di Jawa Barat yang harus diungkap.

 

Agung Purnama, staf pengajar UIN 'SGD' Bandung.


Editor:

Purwakarta Terbaru