• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Pesantren

Sejarah Singkat Pondok Pesantren Putra Tahsinul Akhlaq Kabupaten Cirebon

Sejarah Singkat Pondok Pesantren Putra Tahsinul Akhlaq Kabupaten Cirebon
Sejarah Singkat Pondok Pesantren Putra Tahsinul Akhlaq Kabupaten Cirebon (Foto: NU Online Jabar)
Sejarah Singkat Pondok Pesantren Putra Tahsinul Akhlaq Kabupaten Cirebon (Foto: NU Online Jabar)

Oleh H Abdul Rofi’ Afandi
Pondok Pesantren Putra Tahsinul Akhlaq merupakan salah satu pesantren salaf tertua di wilayah Kabupaten Cirebon dan sekitarnya, letaknya di Desa Winong, Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon. Pesantren ini didirikan jauh sebelum Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya, tepatnya pada tahun 1919 M. 

Berdirinya Pondok Pesantren Putra Tahsinul Akhlaq diprakarsai oleh Almarhum almaghfurlah KH Harun bin KH Abdul Jalil, yang merupakan ayahanda dari KH Umar Kempek Cirebon.

Cikal bakal berdirinya pesantren ini berawal dari sebuah keinginan mulia salah satu tokoh masyarakat Desa Winong kala itu, yang menginginkan adanya seorang guru ngaji di Desa Winong untuk mensyiarkan atau mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat Winong dan sekitarnya. 

Pada saat itu, tokoh masyarakat Winong mendengar bahwa di Desa Kempek Cirebon ada seorang Ulama yang terkenal ‘alim, kharismatik, dan mempunyai banyak jamaah. Maka, tanpa pikir panjang seorang tokoh masyarakat Desa Winong bergegas sowan ke Ndalem KH Harun Kempek untuk menyampaikan keinginannya, meminta agar Kiai Harun menugaskan seseorang untuk mulang atau mengajarkan ilmu agama di Desa Winong. 

Setelah disowani oleh tokoh masyarakat Desa Winong, selang beberapa waktu kemudian KH Harun melakukan ikhtiar dzohir maupun batin dengan cara memohon petunjuk dari Allah Swt. Sekaligus ikhtiar mencari tanah yang cocok dan bisa ditempati untuk kegiatan keagamaan. Tidak lama kemudian KH Harun menemukan tempat yang pas dan sesuai untuk didirikannya pusat kegiatan keagamaan bagi masyarakat Winong dan sekitarnya. Ia menemukan sebuah lahan kosong tepat berada di Desa Winong Blok Tengah.

Setelah melalui proses transaksi tawar menawar yang cukup alot dengan sang pemilik tanah, transaksi jual beli tanah tersebut akhirnya selsai juga, kemudian KH Harun menugaskan keponakannya sendiri yang bernama KH Hasbulloh Qunawi yang merupakan ayahanda dari Alm. KH Mustahdi Hasbulloh untuk menempati tanah tersebut. Pada awal berdirinya, Pesantren Putra Tahsinul Akhlaq hanya sebuah bangunan musala kecil dan dua kamar santri yg berada di samping musala, pembangunan ini dimulai tepat pada tahun 1919 M. 

Pesantren Putra Tahsinul Akhlaq pada awal berdirinya hanya menggunakan nama Desa yakni 'Pondok Pesantren Winong' namun seiring dengan berjalannya waktu dan banyaknya usulan dari para santri agar pesantren ini dikasih nama, maka kira-kira tahun 1956 M. Pesantren ini dengan resmi diberi nama 'Pondok Pesantren Putra Tahsinul Akhlaq' atas dasar perintah dari KH Hasbulloh Qunawi yang memerintahkan kepada putra beliau KH Mustahdi Hasbulloh agar melakukan istikharah untuk pemberian nama pesantren Winong. Dalam istikhorohnya, KH Mustahdi mendapatkan isyarah sebuah ayat Al-Qur’an yg berbunyi:

وانك لعلي خلق عظيم 

dari isyaroh ayat tersebut kemudian KH Mustahadi matur kepada ayahnya KH Hasbulloh Qunawi dan Kiai-kiai sepuh yang ada di Cirebon untuk minta wejangan terkait pemberian nama pesantrennya yang semula bernama Pesantren Winong  berubah dengan nama 'Pesantren Tahsinul Akhlak'.
  
Pondok Pesantren Putra Tahsinul Akhlaq sempat mengalami masa Fatroh atau transisi karena setelah istri KH Hasbulloh Qunawi wafat pada tahun 1942, KH Hasbulloh pulang kembali ke kampung halamannya di Desa Kempek Cirebon, yang selanjutnya pesantren ini hanya dipegang oleh santri seniornya, maka seiring berjalannya waktu, dampaknya begitu nyata, sedikit demi sedikit  jumlah santri terus berkurang. 

Setelah sekian tahun lamanya pondok pesantren Tahsinul Akhlaq mengalami masa transisi maka Abah Mustahdi sapaan akrab dari KH Mustahdi Hasbulloh selaku putra dari KH Hasbulloh yang kala itu masih mesantren di Pesantren Kali Wungu Kendal merasa terpanggil untuk segera pulang ke kampung halamannya di Desa Winong untuk melanjutkan kepemimpinan Pesantren Tahsinul Akhlaq. Maka tepat pada tahun 1954 beliau pulang dari Kaliwungu dengan membawa ilmu, serta istri dan satu orang putranya yang bernama KH Hibbatulloh Mustahdi. diketahui saat di pesantren Kaliwungu Abah Mustahdi dijodohkan dengan salah satu Putri dari KH Irfan bin Musa Pendiri pondok Pesantren Kauman Kaliwungu Kendal yang bernama Ibu Nyai Hj  Ibadiyah Irfan.

Kisah pernikahan Abah Mustahdi dengan Ibu Nyai Hj Ibadiyah Irfan atas permintaan Kiai Asror dan Kiai Juned Kaliwungu Kendal setelah Abah Mustahdi menghatamkan bacaan  pengajian Kitab Tafsir Jalalain di  hadapan para santri Kaliwungu kala itu.

Setelah Abah Mustahdi pulang dari Pesantren Kaliwungu Kendal dan menetap di Winong, kemudian Pimpinan atau Pengasuh Pesantren Tahsinul Akhlaq dipegang oleh Abah Mustahdi Hasbulloh. 

Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Putra Tahsinul Akhlaq setelah dipegang oleh Abah Mustahdi terus mengalami kemajuan yg cukup pesat, yang semula santri di Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq hanya didominasi oleh santri putra saja, namun seiring berjalannya waktu, dari tahun ke tahun jumlah santri putri pun ikut bertambah banyak, maka sebagai langkah ikhtiar (ngati-ngati) untuk antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan yang semula santri putri di tempatkan di belakang  rumah pengasuh yang masih satu komplek dengan santri putra maka, mulai tahun 1986 seluruh santri putri dipisah di komplek asrama yang baru, yang berada di desa Winong Blok Penangisan kira-kira 5 Km. dari komplek santri Putra. 

Abah Mustahdi adalah sosok ulama yang 'alim, tawadu, dan suka menolong masyarakat sekitar. Hari-hari beliau hanya dihabiskan untuk mulang atau mengajar para santri, masyarakat Winong dan sekitarnya. Karena itulah beliau mendapatkan julukan Kiai “Lunglang” nulung dan mulang, (menolong dan mengajar).

Kealiman Abah Mustahdi diakui oleh para kiai di Wilayah Cirebon dan sekitarnya, terutama kealiman dan kepahamannya dalam bidang Ilmu Faroid (ilmu tentang waris), Ushul Fiqih, Fiqih, Tafsir dan Fan Ilmu Agama lainya sekaligus orang yang hafal Al-Qur’an.  Sehingga tidak jarang orang tua saya dulu Almarhum Abah H. Afandi Abdul Mu’in ketika dirundung masalah perihal agama dan atau ketika ada keterangan yang musykil/mauquf dalam kitab yg dibacanya beliau tidak sungkan-sungkan sowan ke Abah Mustahdi sambil membawa kitabnya, untuk sekedar minta pemahaman dari Abah Mustahdi. Selain ke Abah Mustahdi biasanya orang tua saya ketika menemukan kemusykilan masalah hukum agama, juga sowan kepada Alm. KH Ayip Muh Jaga Satru Kota Cirebon atau kepada Alm. KH Fuad Hasyim Buntet Cirebon. Kedua Kiai Itu berteman akrab dengan Abah Mustahdi hingga akhir hayatnya dan kini semuanya telah tiada.
 
Salah satu sifat tawadu Abah Mustahdi adalah walaupun beliau seorang kiai yang ‘alim  tapi dalam berpenampilan beliau biasa-biasa saja seperti umumnya orang awam, jarang sekali beliau berpenampilan seperti ustadz/kiai yang suka tampil atau terkenal di YouTube zaman sekarang yang selalu menjaga penampilan dengan bergamis/udeng-udeng di kepala, sorban di leher. Sehingga kalau orang yang belum kenal Abah Musthadi jika ketemu di jalan tidak ada yang mengira bahwa beliau adalah seorang kiai atau ulama.
 
Diantara sifat rendah hatinya, walau ia seorang pengasuh pesantren, ulama besar kala itu, tapi ia tidak sungkan-sungkan untuk mengajar santri-santri junior untuk sekedar mengajar Iqro, atau Aba-Ja-Dun bahkan cucu-cucu beliau sendiri yg masih Sekolah Dasar (SD) diajarkan langsung oleh Abah Mustahdi. Ini adalah sifat tawadu yang luar biasa yang sulit ditemukan saat ini, karena dalam pendidikan formal di lingkungan dunia kampus seseorang yang sudah punya gelar Profesor, Doktor dia pasti menolak dan merasa gengsi kalau harus mengajar anak SD atau SMP, bahkan dalam dunia pesantren sendiri kadang seorang santri yang besar sifat gengsinya bila merasa sudah pintar, ahli Bahtsul Masail yang sudah malang-melintang kesana kemari  merasa gengsi kalau harus ngajar anak-anak kecil tingkat pemula karena dianggap bukan levelnya.

Sisi lain dari sifat tawadu Abah Mustahdi, ia tidak pernah membedakan kepada para tamu yang datang, siapa pun orangnya yang bertamu kepada beliau mau pejabat, seorang petani, orang kampung bahkan santri kecil sekalipun selagi beliau ada di rumah akan diterimanya dengan hormat, dan tidak harus terkatung-katung menunggu berjam-jam. Ruang dan kursi tamu yang disediakan pun beliau tidak pernah membeda-bedakannya, misalkan ini ruang atau kursi tamu khusus kelas VIP, yang ini ruang atau kursi tamu kelas masyarakat biasa, di hadapan beliau semua tamu diperlakukan dan diberi penghormatan yang sama tidak pernah dibeda-bedakan, ini adalah sebuah akhlak yang mulia  yang patut kita contoh.

Sebab berdasarkan hasil survei di lapangan saat ini  banyak tuan rumah yang memperlakukan tamunya tidak  sama, bila yang bertamu orang kampung  maka harus sabar menunggu minimal 1 jam walaupun sebenarnya tuan rumah ada di rumah dan sedang nyantai, dan harus lapang dada walau hanya diterima dan diajak duduk  di emper rumahnya. Tapi sebaliknya, kalau tamunya seorang pejabat, orang terpandang, orang kaya maka tidak harus nunggu waktu lama langsung dibukakan pintu, dan ditempatkan di ruang tamu yang khusus. Hal seperti ini secara etika kurang baik dan tidak terpuji.
 
Bahkan dengan para santrinya pun Abah Mustahdi begitu tawadu dan dekat, tidak hanya santri-santri senior (sepuh) yang dekat dengan beliau santri-santri junior seperti saya  terasa begitu dekat, bahkan bicara dengan para santri pun beliau memakai boso kromo inggil ( bahsa Cirebon yang halus), ketika ada santri yang bicaranya pakai bahasa Bagongan ( istilah untuk bahasa Asli Indramayu/Cirebon) beliau tidak segan-segan menegur dan mengajari santrinya agar dalam berkomunikasi menggunakan bahasa kromo walau hanya dengan teman sendiri. Dan yang sangat saya kagumi, ketika ada santri kehabisan uang atau terlambat wesel maka para santri tidak sungkan-sungkan untuk sowan kepada beliau untuk meminjam uang sekedar untuk nyambung jajan atau makan, termasuk saya sendiri yang jadi langganan. Subhanallah….! Ini adalah sebuah pemandangan akhlak yang luar biasa yang jarang ditemukan saat ini. 

Satu lagi sifat rendah hati dari Abah Mustahdi yang patut ditiru, ia mampu menyembunyikan hafalan Qur'annya selama berpuluh-puluh tahun, jangankan orang lain, orang dekat beliau, para santri, sahabat-sahabatnya banyak yang tidak tahu kalau beliau adalah seorang penghafal Al-Qur’an, karena beliau tidak pernah mempublikasikan hafalan Qur’annya di publik dengan cara membaca hafalan Qur'annya lewat pengeras suara apalagi memanfaatkan hafalan Qur'annya untuk ikut perlombaan. 

Kenapa Pesantren Tahshinul Akhlaq Winong hingga kini masih tetap salaf?

Hal ini sering menjadi pertanyaan masyarakat luas, termasuk para alumni itu sendiri kenapa sampai saat ini Pondok Pesantren Tahshinul Akhlaq masih tetap mempertahankan jati dirinya yang khas dengan menjadi pesantren salaf?, sementara di tempat  yang lain di wilayah Cirebon dan sekitarnya banyak bermunculan bak jamur di musim hujan pesantren-pesantren modern, pesantren plus sekolah formal bahkan pesantren yang dulunya 100 % salaf  kini telah berubah menjadi pesantren formal, dengan alasan karena untuk mengikuti perkembangan zaman, sebab kata mereka pesantren saat ini bila tidak ada sekolah formalnya maka kurang banyak peminatnya.

Ketika peringatan satu Abad Pondok Pesantren Tahshinul Akhlaq Winong pada tanggal, 26 Desember 2020 saya sempat ngobrol-ngobrol dengan salah satu putra beliau KH Muntakhob Mustahdi. Saya memberanikan diri untuk bertanya kenapa pondok Winong tidak mau membuka pendidikan formal seperti halnya pesantren-pesantren yang lain yang ada di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Dijawab oleh beliau bahwa ini adalah wasiat, amanat dri Alm. KH Mustahdi Hasbulloh bahwa jangan sekali-kali anak cucunya berani merubah sistem pendidikan salaf Pesantren Putra Tahsinul Akhlaq Winong, karena pesantren ini adalah peninggalan dari KH Harun. Kalau ingin buat pesntren modern atau pesantren plus formal silahkan di Pesantren Putri Tahsinul Akhlaq yang ada di Winong blok Penangisan karena memang pesantren putri Tahsinul Akhlaq yang mendirikannya adalah Abah Mustahdi sendiri. Inilah yang menjadi pertimbangan pihak keluarga yang hingga saat ini masih tetap mempertahankan kesalafan pesantren Winong. Ini adalah sebuah Akhlak mulia seorang anak atau cucu kepada orang tuanya tidak mau berani melanggar wasiat orang tuanya.

Untuk beliau Al-fatihah.

Penulis adalah Alumnus Ponpes Putra Tahsinul Akhlaq tahun 1991 M.
Editor: Abdul Manap
 


Pesantren Terbaru