Urgensi Pemotongan Anggaran Kementerian/Lembaga di Pemerintah
Kamis, 13 Februari 2025 | 14:00 WIB
Eko Setiobudi
Kolomnis
Langkah berani dilakukan oleh pemerintah Prabowo-Gibran dengan melakukan efisiensi dan penghematan APBN melalui pemangkasan anggaran di kementerian maupun lembaga-lembaga negara. Hal ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Efisienasi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.
Inpres ini kemudian ditindaklanjuti oleh dikeluarkannya Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 tentang alur pemotongan mengacu pada 16 pos khusus, kecuali belanja pegawai dan bantuan sosial (bansos).
Melalui skema efisiensi dan penghematan ini, pemerintah diperkirakan menghemat sekitar Rp306,69 triliun, dari pemangkalan anggaran di berbagai kementerian dan Lembaga. Selain itu, pemerintah juga berencana melakukan pengurangan Dana Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp50,6 triliun, yang meliputi pengurangan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus.
Dalam kebijakan fiscal, efisiensi anggaran adalah sesuatu hal yang lazim dilakukan, dan ini tentu bukanlah hal yang baru. Hal ini menjadi politis karena (1) mengingat pemerintah yang sedang menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah-sekolah yang notabene adalah salah satu program dan janji kampanye pasangan Presiden dan wapres Prabowo-Gibran. Sehingga terkesan pemerintah tidak cukup alokasi anggaran untuk menjalankan program MBG, yang kemudian melakukan langkah-langkah efisiensi demi berjalannya program MBG. (2) target efisiensi dan pemangkasan anggaran dalam APBN yang cukup signifikan, yakni mencapai angka Rp306,69 triliun. Sehingga menjadi wajar jika banyak kalangan merasa keberatan dengan kebijakan efisiensi dan pemangkasan ini.
Dalam kondisi fiscal yang kurang sehat bahkan memiliki kecenderungan deficit, maka efisiensi memang harus dilakukan. Tentunya dengan tetap menyasar program dan kegiatan-kegiatan non prioritas, seperti operasional kendaraan, mobil jemputan, kunjungan kerja serta beragam acara seremonial yang selama ini cukup banyak bertebaran di kementerian dan Lembaga.
Sementara program-program prioritas dan produktif, seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan program-program sosial kesejahteraan sebagai jaring pengaman sosial wajib harus tetap ada. Serta yang tidak boleh ketinggalan adalah program-program stimulus dan stabilisasi karena bagaimanapun kondisi perekonomian global masih mengalami fase ketidakpastian sebagai dampak pemanasan global, perang Rusia-Ukraina dan konflik di wilayah Timur Tengah yang belum sepenuhnya kembali pulih pasca genjatan senjata.
Banyak kalangan mengkhawatirkan bahwa kebijakan efisiensi dan pemangkasan anggaran ini akan berdampak buruk bagi perekonomian nasional. Dampak kekhawatiran tersebut diantaranya adalah pelambatan ekonomi, penurunan daya beli, menurunnya investasi publik, peningkatan pengangguran dan lain sebagainya.
Untuk menganalisa dampak sekaligus kekhawatiran berbagai kalangan tersebut, kitab isa melihatnya dari berbagai sisi, diantaranya ;
Pertama, sebagai presiden dan wakil presdiden terpilih, Prabowo-Gibran memang wajib menjalankan visi-misi, program dan janji kampanyenya, dimana salah satunya adalah program MBG. Pada sisi lain di tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibram, memiliki kewajiban pembayaran utang jatuh tempo sebesar Rp800,33 triliun serta bunga utang tahun 2025 sebesar Rp552,9 triliun.
Dengan kewajiban menjalankan program MBG serta kewajiban terhadap utang dan bunga jatuh tempo sebagaimana tersebut di atas, langkah efisiensi dan pemangkasan anggaran memang wajib dilakukan ditengah kondisi fiscal yang kurang sehat bahkan berpotensi defisit.
Dalam konteks yang demikian, maka diperlukan kecermatan dan ketelitian untuk (a) melakukan efisiensi dan pemangkasan, (b) realokasi anggaran dalam APBN agar semua fungsi fiscal, baik fungsi sebagai alokasi, distribusi, stabilisasi, pembangunan, otoritas, perencanaan dan pengawasan tetap dapat berjalan sevara optimal. Jika dua hal ini bisa dilakukan maka dampak terhadap perekonomian dapat diminimalisir sejak dini.
Kedua, data BPS tahun 2024 menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2025, capaian kinerja pertumbuhan ekonomi nasional adalah 5,05 persen. Angka ini memang lebih rendah dari target yang di patok pemerintah yakni sebesar 5,2 persen.
Sektor utama penyumbang pertumbuhan ekonomi nasional adalah sector konsumsi yang menyumbang 54,04 persen. Sektor kedua adalah investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tumbuh 4,61 persen dan menyumbang 29,15 persen terhadap PDB. Kinerja ekspor menjadi sector penyumbang ketiga terbesar yang masih tumbuh positif sebesar 6,51 persen dan berkontribusi sebesar 22,18 persen terhadap PDB.
Sementara selama tahun 2024, inflasi tetap rendah dan terkendali, dimana inflasi pada Desember tahun 2024 tercatat sebesar 1,57% (yoy) atau tetap dalam rentang sasaran 2,5±1%. Rasio utang juga tercatat masih dalam batas aman sebesar 38,9% terhadap PDB (September 2024).
Data BPS tersebut di atas, mengambarkan bahwa tahun 2024, ditengah kondisi ketidakpastian ekonomi global, perekonomian nasional berjalan cukups stabil. Stabilitas ini tentunya tidak lepas dari peran pemerintah melalui kebijakan fiskal yang diselenggarakan dengan hati-hati, cermat, dan teliti khususnya dalam menjalankan semua fungsi fiscal, yang mana cukup kelihatan bagaimana kebijakan fiscal tahun 2024 cukup memberikan ruang untuk investasi publik.
Berangkat dari pengalaman tahun 2024 sebagaimana tersebut di atas, dimana sector konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi, maka kunci utama agar kebijakan efisiensi dan pemangkasan anggaran kementerian/lembaga tidak berdampak signifikan dalam perekonomian, adalah kewajiban pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat, sehingga dapat terjaga pola dan kontribusi sector konsumsi rumah tangga dalam kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, beberapa strategi dan program yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat ditengah kebijakan efisiensi dan pemangkasan anggaran, diantaranya adalah (a) dengan tetap fokus pada fungsi fiscal pada fungsi alokasi, stabilisasi dan distribusi. (b) Tiga fokus fungsi fiscal tersebut di orientasikan pada investasi public, sehingga mampu memperluas cakupan penyerapan tenaga kerja serta meningkatkan distribusi pendapatan masyarakat, baik melalui tetap berjalannya program-program padat karya, maupun pertumbuhan industri manufaktur khususnya yang berorientasi ekspor yang nyata-nyata mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. (c) Untuk terus mendorong tumbuhnya investasi publik, fundamental utama yang tidak boleh dilupakan adalah terjaganya stabilitas keamanan dan politik dalam negeri, sebagai jaminan dari investasi publik untuk tetap tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu.
Jika ketiga hal tersebut di atas, mampu dan bisa dijalankan oleh pemerintah secara optimal, maka kekhawatiran banyak pihak mengenai dampak negatif kebijakan efisiensi dan pemangkasan anggaran kementerian/lembaga dapat diantisipasi sedini mungkin. Sekaligus untuk menjawab keresahan masyarakat bahwa langkah efisiensi dan pemangkasan bukan karena kebijakan politik agar berjalannya program MBG. Tetapi bagian dari tata kelola kebijakan fiscal agar APBN tetap sehat dan surplus pada akhir masa anggaran berjalan tahun 2025.
Dr Eko Setiobudi, SE, ME, Dosen Ekonomi dan Ketua Tanfidziyah Ranting NU Desa Limusnunggal, Kec. Cileungsi, Kab. Bogor
Terpopuler
1
Lazuardi Al-Falah Serahkan Zakat, Infaq, dan Sedekah Siswa kepada LAZISNU Kota Depok
2
Kemenag Targetkan BOS dan PIP Santri Rp230 Miliar Cair Sebelum Lebaran
3
Menyoal Legalitas Panitia Zakat Fitrah di Masjid Kampung
4
Kurangi Sampah Lebaran, Ketua LPBINU Jabar Ajak Masyarakat Bijak Kelola Lingkungan
5
Santunan Ramadhan DKM Al Hidayah: 114 Anak Yatim dan Duafa Terima Bantuan
6
Timnas Indonesia Menang 1-0 atas Bahrain di Kualifikasi Piala Dunia 2026
Terkini
Lihat Semua