Oleh Adkhilni M Sidqi
Ada tiga buku yang menurut saya sangat powerful dan pernah mengubah wajah dunia. Buku yang isinya menggerakkan banyak orang, menjelma menjadi ideologi, membentuk kelompok dan partai, mendirikan negara, menggasak orang yang tidak sepaham, menghalalkan segala cara, hingga banyak orang rela menyerahkan nyawa untuk ideologi itu. Semua berawal dari sebuah buku.
Buku the Battle for One Destiny (1958) oleh Michael Aflaq mengemukakan gagasan bahwa bangsa Arab merupakan satu bangsa dan perlu disatukan dalam satu kepemimpinan (Pan-Arabisme). Pada buku itu, Aflaq berpendapat bahwa imperialisme Barat dan Zionisme adalah musuh utama persatuan Arab. Aflaq bersahabat dekat dengan banyak pemimpin Arab dan gagasannya laris keras pada tahun 1960an: menyapu Tanah Arab dengan demam Pan-Arabisme, menjelma menjadi Partai Baath di Iraq dan Suriah, dan menginspirasi para pemimpin Arab untuk menggabung-gabungkan negara. Bendera Palestina mengadopsi bendera Pan-Arabisme untuk menunjukkan Palestina adalah anak kandung dari Pan-Arabisme. Semua berawal dari sebuah buku.
Karl Max menulis Communist Manifesto (1848) dan menjadikannya sebagai dokumen politik paling berpengaruh di dunia. Buku ini menginspirasi banyak orang untuk menggulingkan pemerintahan, mendirikan negara, dan membelah dunia menjadi Perang Dingin yang panjang dan menegangkan. Memicu konflik dan banyak korban berjatuhan, juga Indonesia memasuki periode paling kelam dalam sejarahnya. Semua berawal dari sebuah buku.
Theodor Herzl tidak sepenuhnya berkhayal ketika menulis buku the Jewish State (1896). Kitab suci Zionisme ini mencita-citakan negara Yahudi pada abad ke-20 untuk menghindari antisemitisme di Eropa. Buku ini mendorong orang-orang Yahudi untuk migrasi dan membeli tanah di Palestina. Ketika Israel didirikan tahun 1948, nama Herzl secara khusus disebut pada dokumen proklamasi. Pengusiran, agresi, perang, konflik, penjajahan, dan kekerasan terus mewarnai sejarah Zionisme. Semuanya berawal dari sebuah buku.
Kini kita pun tahu, eksperimen ideologi diuji oleh waktu. Satu persatu rontok atau mencoba bertahan. Baathisme pernah berhadapan sangat tajam dengan Zionisme. Baathisme rontok, kini hanya berkuasa di Suriah dan Palestina seperti anak kehilangan induk. Komunisme pun rontok hanya bersisa di RRT, Kuba, Laos, dan Vietnam.
Apakah Zionisme juga akan mengalami nasib yang sama? Waktu juga yang akan menjawabnya. Dan semuanya berawal dari sebuah buku.
Penulis adalah diplomat di KBRI Saudi Arabia
Terpopuler
1
Bangkitkan Semangat Wirausaha, Talk Show di Cirebon Ajak Perempuan Muda Jadi Pelaku Ekonomi Mandiri
2
Pelatih Timnas U-23 Panggil 30 Pemain Ikuti TC di Jakarta Jelang Asean Mandiri Cup 2025, Ini Daftarnya
3
PBNU Serukan Penghentian Perang Iran-Israel, Dorong Jalur Diplomasi
4
54 Rumah Rusak Berat, Pemerintah bersama LPBINU dan LAZISNU Jabar Gerak Cepat Serahkan Bantuan ke Korban Pergeseran Tanah di Purwakarta
5
Kuota Haji 2026 Baru Akan Diumumkan pada 10 Juli 2025, Kemenag Masih Tunggu Kepastian
6
Koleksi Manuskrip Warisan Ulama Sunda, KH Enden Ahmad Muhibbuddin Jadi Rujukan Tim Peneliti Naskah Nusantara
Terkini
Lihat Semua