• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Opini

Radikalisme Bermanifestasi Dalam Beragam Konteks, Mulai dari Stereotip Biasa hingga Tindakan Ekstrimis

Radikalisme Bermanifestasi Dalam Beragam Konteks, Mulai dari Stereotip Biasa hingga Tindakan Ekstrimis
(Ilustrasi: NUO).
(Ilustrasi: NUO).

Penangkapan tiga orang yang mengaku jendral Negara Islam Indonesia (NII) oleh Polres Garut, secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa Negara Indonesia sedang terancam. 

 

Dengan adanya pembai’atan secara diam-diam yang dilakukan Negara Islam Indonesia (NII) berkedok Islam Bai’at ini  menjadi kajian yang harus ditelaah lebih dalam terkait motif serta fakta dilakukanya pembai’atan secara sembunyi-sembunyi. 

 

Pasalnya Radikalisme sering dimaknai berbeda diantara kelompok kepentingan. Dalam lingkup keagamaan, radikalisme merupakan gerakan-gerakan keagamaan yang berusaha merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan jalan menggunakan kekerasan. Dalam studi Ilmu Sosial, Radikalisme diartikan sebagai pandangan yang ingin melakukan perubahan yang mendasar sesuai dengan interpretasinya terhadap realitas sosial atau ideologi yang dianutnya. Dengan demikian, radikalisme merupakan gejala umum yang bisa terjadi dalam suatu masyarakat dengan motif beragam, baik sosial, politik, budaya maupun agama, yang ditandai oleh tindakan-tindakan keras, ekstrim, dan anarkis sebagai wujud penolakan terhadap gejala yang dihadapi.

 

Kelompok radikal memiliki ciri-ciri antara lain; pertama sering mengklaim kebenaran tunggal dan menyesatkan kelompok lain yang tak sependapat. Klaim kebenaran selalu muncul dari kalangan yang seakan-akan mereka adalah Nabi yang tak pernah melakukan kesalahan ma’sum padahal mereka hanya manusia biasa. Klaim kebenaran tidak dapat dibenarkan karena manusia hanya memiliki kebenaran yang relatif dan hanya Tuhan yang tahu kebenaran absolut. Kedua, radikalisme mempersulit agama yang sejatinya samhah (ringan) dengan menganggap ibadah sunnah seakan-akan wajib dan makruh seakan-akan haram. Radikalisme dicirikan dengan perilaku beragama yang lebih memprioritaskan persoalan-persoalan sekunder dan mengesampingkan yang primer. Ketiga, kelompok radikal kebanyakan berlebihan dalam beragama yang tidak pada tempatnya. 

 

Dalam berdakwah mereka mengesampingkan metode gradual yang digunakan oleh Nabi, sehingga dakwah mereka justru membuat umat agama yang masih awam merasa ketakutan dan keberatan.

 

Wahid Foundation (2016) mendefinisiskan radikalisme sebagai sikap atau tindakan yang mengatasnamakan agama yang tidak sejalan dengan dasar atau prinsip dasar kehidupan berbangsa yang menjunjung tinggi toleransi dan terbuka terhadap sesama warga yang majemuk yang dijamin keberadaannya oleh konstitusi, atau yang bertumpu pada prinsip-prinsip kemanusiaan. Bertolak pada definisi tersebut, studi ini melihat radikalisme tidak hanya dipahami pada tataran sikap/tindakan melainkan juga gagasan. Sementara itu, yang dimaksud dengan prinsip dasar kehidupan berbangsa ialah nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. 

 

Dengan adanya Fakta historis mengenai Negara Islam Indonesia yang begitu menakutkan, serta realitas revitalisasi gerarakan secara sembunyi-sembunyi, hal ini menjadi sangat penting bagi semua organ negara baik Pemerintah maupun Masyarakat untuk menolak keras dan menindak secara tegas adanya Gerakan tersebut.

 

Penangkapan tiga orang yang mengaku jendral Negara Islam Indonesia (NII) oleh Polres Garut diharapkan menjadi titik awal dibuatnya peraturan daerah yang menyatakan Negara Islam Indonesia (NII) berkedok Islam Bai’at sebagai organisasi terlarang yang akan mengancam keselamatan negara.

 

Arif Nurhakim, M.Pd, (Direktur Gordah Intstitute dan Alumni Pesantren Fauzan)


Opini Terbaru