• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Opini

KOLOM PROF ALI

Politisi Moderat-Demokrat

Politisi Moderat-Demokrat
Politisi Moderat-Demokrat. (Ilustrasi: NUJO)
Politisi Moderat-Demokrat. (Ilustrasi: NUJO)

Oleh Ahmad Ali Nurdin

Ingin menulis serius tentang ‘menjadi politisi moderat’ atau politisi demokrat. Tapi belum sempat saja. Jangan salah, bukan tentang menjadi anggota partai berlambang mercy.. Bukan itu. Ini tentang pandangan politik atau sikap politik. Seorang politisi yang moderat, seorang politisi yang demokrat. 


Kalau sekarang sedang ramai tentang moderasi beragama. Tak ada salahnya, perlu juga mendiskusikan moderasi berpolitik. Menjadi politisi moderat, menjadi politisi demokrat, menjadi politisi diplomat. Muslim moderat, mu’min demokrat, muhsin diplomat, itulah pesan Pak Kiai di pesantren dulu.


Dalam spektrum politik pun dikenal ada istilah left, ada right. Sayap kiri, sayap kanan umumnya. Meskipun dalam perkembangannya banyak variasinya. Banyak overlapping-nya. Kiri-kanan merepresentasikan kelompok dengan prinsip-prinsip politiknya. Cenderung saling berseberangan meskipun dua-duanya sama mengklaim bertujuan mengatur, masyarakat menjadikan masyarakat makmur, menjadikan masyarakat sejahtera.


Dalam sejarahnya, istilah kiri dan kanan dalam politik dimulai saat revolusi nan jauh di Eropa sana, tepatnya di Prancis. Masa revolusi itu, sekelompok orang Prancis tidak suka dengan monarki dan ingin mengakhirinya. Kiri-kanan awalnya berkaitan dengan posisi duduk di parlemen Prancis, tahun 1789 yang duduk di kanan kebanyakan para kaum elit, juga para pemimpin agama. Yang di kiri sebaliknya, orang biasa, bukan agamawan. 


Kelompok kanan itu disebut le cote droit (punya pandangan reaksioner) lebih pro-aristokrasi, mendukung monarki. Yang di kiri disebut le cote gauche (berpandangan lebih radikal) lebih pro kaum kelas menengah-bawah, pro-revolusi.


Kaum kiri mendengungkan kesetaraan masyarakat. Pemerintah perlu banyak terlibat. Dalam urusan publik perlu banyak intervensi. Pajak orang kaya harus tinggi. regulasi pemerintah harus pro-orang miskin. 


Kaum kanan kebalikannya, bagi mereka kesenjangan sosial tidak bisa dihindari, sunatullah. Pemerintah tidak perlu banyak campur tangan. Mereka lebih mendukung konsep ekonomi laissez-faire. Sedikitnya regulasi pemerintah bisa mendorong inovasi. Rendahnya pajak bisa mendorong pebisnis tumbuh. Biarkan pasar yang menentukan. 


Jika pembagiannya berdasarkan partai politik nan jauh di sana. Yang masuk kategori partai politik kiri ada Partai Buruh dan Partai Hijau (Inggris), Partai Demokrat (Amerika) dan Partai Sosialis (Prancis). Yang partai kanan, ada Partai Konservatif (Inggris), Partai Republik (Amerika) dan Partai Hukum dan Keadilan (Polandia). Tapi perlu diingat, pada realitasnya tetap saja suka overlap dan tidak akurat. Contoh di Inggris, banyak kebijakan-kebijakan Partai Buruh berada di tengah. Dalam spektrum politik begitu juga di Amerika, Partai Republik dan Demokrat terkadang bisa dikategorikan sama cenderung kanan.


Ketika membaca media massa dunia, bisa juga dikategorikan ada yang cenderung membela yang kiri, ada yang mensupport yang kanan. The Guardian, The Huffington Post, The Daily Mirror, Mother Jones dan The Washington Post, cenderung kiri. Sementara media kanan. Diantaranya ada The Times, The Daily Telegraph, The Daily Mail, The New York Post dan Fox News.


Urusan kuotasi juga berbeda, kalau ada kata-kata seperti ini.“From each according to his abilities; to each according to his needs.” Dari Karl Marx. Anda sudah bisa menebak kelompok mana itu. Berbeda dengan kata-kata ini, dari Ronald Regan. “Man is not free unless government is limited.” 


Untuk negeri Iwan Fals ini, bisakah kategori kiri-kanan diterapkan. Silahkan Anda utak-atik-gatuk sendiri. Yang pasti, umumnya prinsip-prinsip inilah yang dianut kaum kiri oleh orang-orang sana yang mendukung pemisahan agama dari politik (pemerintahan), mendukung pernikahan sejenis, menolak hukuman mati, terbuka dengan imigran, pajak tinggi bagi orang kaya, mendukung globalisasi, jangan ada pasar bebas, perlu intervensi pemerintah yang besar dalam hal ekonomi.


Berbeda dengan kaum kanan, mereka menginginkan agamawan dan pemerintah bergandengan tangan. Ada agama resmi bagi seluruh negeri, menolak aborsi. Tapi mendukung kapitalisme, imigran perlu dibatasi, pemerintah jangan banyak intervensi dalam urusan ekonomi.


Yang pasti dalam urusan ideologi negara, Nusantara ini tidak ke kanan tidak ke kiri. Itulah hasil ijtihad para founding fathers negeri tercinta yang perlu dijaga. Bukan negara agama, bukan negara sekuler murni. Tapi negara Pancasila yang penuh kearifan, tidak ke kiri tidak ke kanan. Dalam urusan lainnya silahkan Anda cocok-cocokkan. Termasuk soal partai politik juga soal media dan soal-soal lainnya terkait isu sosial. 


Tidak cukup membahasnya dalam tulisan pendek ini, perlu tambah bacaan, perlu studi lanjutan. Termasuk soal menjadi politisi moderat. Yang menulisnya, baru ada dalam angan-angan. Mungkin nantinya, menjadi politisi moderat. Adalah politisi yang tidak terlalu ke kanan, juga tidak terlalu ke kiri. Tapi dalam hal apa? Dalam merespon ideologi negara? Atau merespon isu sosial-ekonomi? Nanti sajalah. Tabik.*


Penulis adalah Guru Besar Ilmu Politik Islam, Dekan FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung


Guar Budaya #pasal26 'Syekh Abdul Muhyi Pamijahan'
 


Opini Terbaru