• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 15 Mei 2024

Opini

Menelisik Literatur Klasik di Kota Wali, Melestarikan Khazanah Tradisi

Menelisik Literatur Klasik di Kota Wali, Melestarikan Khazanah Tradisi
Menelisik Literatur Klasik di Kota Wali, Melestarikan Khazanah Tradisi (Foto: istimewa)
Menelisik Literatur Klasik di Kota Wali, Melestarikan Khazanah Tradisi (Foto: istimewa)

Kota Cirebon secara geografis terletak di daerah Pantai Utara (Pantura) Provinsi Jawa Barat bagian timur. Dengan Letak geografis yang strategis, Cirebon menjadi gerbang utama perlintasan Jawa Tengah menuju Jawa Barat. Letak tersebut menjadikan suatu keuntungan bagi kota yang dijuluki sebagai kota wali itu, terutama dari segi perekonomian, pariwisata dan budaya.   


Penulis dalam misi kepenulisannya, 'Merintis Karya Tulis' dengan menelusuri jejak sejarah peninggalan dan warisan kebudayaan di Kota Wali, Cirebon. Adapun daftar warisan budaya tak benda (WBTB) di Cirebon diantaranya; empal gentong, azan pitu atau (azan tujuh,) bubur suro, grebeg syawal atau garebek syawal, jamasan, maca babad, dan tari bedaya rimbe. 


Sehubungan dengan serangkaian tulisan tersebut, Cirebon akan bertambah angka di hari jadi-nya ke-654 tahun pada 30 Juli 2023 mendatang. Dalam hal ini penulis akan memulai cerita dari sejarah klasik dibalik penamaan Kampung Trusmi, sebuah lokasi sentra industri batik utama yang berada di kecamatan Plered. Sehingga istilah 'batik Trusmi' lebih dikenal daripada dengan sebutan batik Cirebon. 


Nama batik Trusmi sendiri merujuk pada kampung tersebut, jadi bukan nama sebuah merek atau nama toko batik. Batik Trusmi pertama kali dikenal dari sebuah cerita rakyat pada abad ke-14, dimana ada satu daerah yang memiliki banyak tumbuhan. Kemudian warga sekitar sering menebangnya, namun tumbuhan itu selalu tumbuh kembali sehingga daerah tersebut dinamakan Desa Trusmi yang berasal dari kata "terus bersemi."


Selain Solo dan Pekalongan, Cirebon juga merupakan salah satu kota penghasil batik, Kampung Batik Trusmi terletak sekitar 1 kilometer dari keluar tol Plumbon. Untuk diketahui dunia perbatikan di Jawa Barat memiliki tradisi dan alur motif batik sendiri yang berbeda dengan daerah lainnya, dan Cirebon adalah pusatnya dengan tradisi turun-temurun dari dua keraton yaitu Kasepuhan dan Kanoman. 


Desa Trusmi termasuk wilayah Kecamatan Weru, dan telah dimekarkan menjadi dua batas wilayah yaitu; Desa Trusmi Wetan dan Trusmi Kulon. Selain sebagai pusat pengrajin batik, di Desa Trusmi Wetan terdapat situs sejarah Ki Buyut Trusmi merupakan peninggalan Mbah Buyut Trusmi. Situs tersebut berupa bangunan yang terdiri dari Pendopo, Pekuncen, Mesjid Kuno, Witana, Pekulaha (Kolam,) Jinem, Makam Buyut Trusmi dan Pemakaman Umum. 


Keberadaan situs tersebut menarik perhatian para pelancong. Situs Buyut Trusmi ini dipelihara dan dikelola langsung oleh keturunan dari Ki Gede Trusmi hingga sekarang, tahun 2023. Belum lagi kisah penyebaran Islam yang disebarkan oleh Pangeran Cakrabuana (Pangeran Walangsungsang) Cirebon. 


Merawat tradisi khazanah Islam di Nusantara khususnya di Cirebon, melalui sebuah penelusuran literatur dari para leluhur agar terpelihara dan tumbuh subur, juga di dalam dialog-dialog kebudayaan pada generasi muda tentu bukan hal yang mudah. 


Para pemikir dan sejarawan di Jawa Barat misalnya, telah mengolah banyak ide dan gagasan tentang konsep "bagaimana cara asik mengenal
literatur klasik" yang berpadu dengan kemodernan atau pembaharuan. Sebagai buah pemikiran yang orisinal dan berlandaskan nilai-nilai keragaman sejarah, juga sekaligus merawat kekayaan (resourcefulness)-nya tradisi intelektual Islam yang baru, yang dibangun dengan segala upaya demi melestarikan kekayaan warisan di masa lampau. Menelusuri asal-usul sama dengan menghormati para leluhur. 


Cirebon yang dikenal dengan akulturasi budayanya, merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang religius. Berdirinya banyak pondok pesantren merupakan salah satu tandanya. Dengan keberadaan pondok pesantren yang memiliki tradisi pendidikan multikultural turut berkontribusi dalam mewarnai kehidupan religiusitas masyarakat Cirebon, khususnya yang beragama Islam. Maka tak heran jika pondok pesantren tumbuh dan berkembang pesat di Cirebon, karena itulah Cirebon dikenal sebagai Kota Wali.


Pesantren bukan hanya tempat persemaian pemikiran Islam tetapi juga 'sumbu'-nya ilmu agama dan pengetahuan, oleh karenanya api idealisme kaum santri harus tetap menyala-nyala ditengah badai topan gerakan Islam puritan (pemurnian islam) yang telah menyebarkan wacana bahwa anak-cucu keturunan Walisongo itu tidak ada. Tentu wacana-wacana asbun itu dari kelompok Islam tertentu dapat dipatahkan dengan banyaknya bukti jejak peninggalan sejarah dan warisan keilmuan dari Walisongo, salah satunya kiprah dakwah Islam yang dirintis dan disebarluaskan Kanjeng Sunan Gunung Jati. 


Dari pondok pesantren jugalah banyak melahirkan tokoh-tokoh besar dan masyhur di bidang keilmuan masing-masing. Untuk diketahui ada beberapa nama pesantren di Cirebon. Pertama yakni, Buntet Pesantren yang merupakan salah satu pondok pesantren tertua di Jawa Barat bahkan di Indonesia. Pondok Pesantren Kempek, yang dikenal banyak orang, yaitu pada aspek pembelajaran Al-Qur'an-nya. Pembelajaran Al-Qur'an di pesantren ini dikenal dengan metode Kempekan. Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, dan masih banyak pesantren lainnya. 


Pesantren merupakan lembaga ritual keagamaan, pembinaan akhlak, pendidikan Islam sekaligus lembaga sosial yang telah menjalani berbagai tantangan zaman yang disesuaikan dinamika perkembangan dan pertumbuhan masyarakat. 


Dalam hemat penulis hasil bacaan dari beberapa buku yang ditulis oleh penulis berlatar-belakang orang-orang pesantren, setidaknya ada poin yang menjelaskan; tujuan utama pendidikan di pesantren bukan semata-mata memperkaya pikiran para santri dengan penjelasan-penjelasan rasional, tetapi fokus kepada meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi level semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan. 


Karena pendidikan di pesantren merupakan penanaman modal kemanusiaan yang takkan habis ditelan zaman. Tradisi intelektual harus disertai dengan kemampuan para santri menangkap perkembangan zaman. Maka diperlukan juga profesionalisme dalam kajian dan penelitian yang berkaitan dengan penelusuran jejak peninggalan sejarah dan warisan kebudayaan. Sehingga pelaksanaan dari bunyi dalil; Al-muhafadhah ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah, terealisasikan dalam perwujudan yang konkret. 


Pada tulisan kali ini, penulis mencoba menelusuri jejak-jejak literatur leluhur guna membuka cakrawala logika kaum muda hari ini, agar mereka bersedia "Ta'aruf"-an dengan budayanya dengan ditandai pertanyaan sederhana;"se-asik apa sih, menelisik literatur klasik di Kota Cirebon?" 


Menelisik literatur tersebut penulis menemukan jejak digital dari info.syekhnurjati.ac.id yang berkaitan dengan literasi klasik, yaitu dari seorang Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang juga merupakan Pengasuh Pesantren Al-Hamidiyah Depok, yakni KH Prof. Dr. Oman Fathurrahman saat menjadi narasumber dalam acara Simposium Nasional Naskah-Naskah Ulama Nusantara di Kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon pada bulan Desember 2018. 


Pada momentum Simposium Nasional Naskah-Naskah Ulama Nusantara, Oman Fathurrahman memaparkan, bahwa Indonesia termasuk negara yang mewarisi khazanah naskah kuno (manuskrip) yang melimpah. Bahkan kekayaan manuskripnya sejajar dengan China. Apalagi Indonesia diperkaya dengan akar kebudayaan masa lalu yang kuat. Dan salah satu daerah yang masih menyimpan manuskrip dalam jumlah besar ialah Cirebon. 


Menurutnya sebagai basis keislaman, Pantura pada masa kasultanan setelah Sunan Gunung Jati, sangat kaya akan manuskrip. Bahkan manuskrip tersebut masih lestari hingga saat ini. Cirebon harus dilihat dari Islam yang dibangun di daerah itu seperti apa, oleh karena Islam di Cirebon itu dekat dengan kasultanan, maka naskah yang lahir di Cirebon itu banyak yang terkait dengan kehidupan aktivitas di kasultanan. 


Indonesia mewarisi kekayaan naskah kuno (manuskrip) yang sejajar dengan China. Manuskrip nusantara kini tersebar di berbagai tempat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dari keseluruhan khazanah manuskrip itu ada dari abad 14 sampai 19. Itu dipengaruhi oleh Islam. Jadi manuskrip sebelum abad itu, Hinda– Budha dan Sansakerta."


Dari pernyataan Oman tersebut. Penulis yang juga alumni Pesantren Al-Hamidiyah Depok, merespons bahwa kita sebagai kaum santri secara tersendiri amat diperlukan memahami dengan tepat esensial arti zaman modern dan modernitas dengan segala dampak positif-negatif yang tidak mungkin terhindarkan dari pemutakhiran ilmu pengetahuan dan teknologi pada hari ini. 


Melalui pendekatan rasionalistik-dialektis menelisik kembali literatur klasik harus mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, dan memunculkan wacana tentang persoalan kebudayaan itu juga menjadi persoalan manusia, dan persoalan manusia tidak akan selesai hanya dengan pendekatan-pendekatan esoteris seperti politik, hukum, dan IPTEK. Akan tetapi memang sangat diperlukan pendekatan-pendekatan esoteris tersebut. 


Dengan menelisik literasi klasik yang juga merupakan manifestasi dari jejak-jejak pengetahuan para pendahulu untuk memperkaya khazanah intelektualitas para santri pada hari ini hingga di masa depan. Terjadinya titik temu antara nilai-nilai Islam dalam kajian naskah-naskah kuno yang memiliki unsur moralitas luhur dari cerminan literatur yang merujuk kepada kemaslahatan umat manusia dari warisan kebudayaan leluhur. Bahwa pengetahuan manusia bertambah luas dan mendalam, dengan menelisik literatur klasik dalam hal ini: Naskah-Naskah Kuno Ulama Nusantara di Cirebon sebagai apresiasi terhadap sejarah penyebaran Islam di wilayah yang disebut juga sebagai Kota Wali. 


Pada momentum hari jadi ke-654 Cirebon, mari kita jaga bersama warisan budaya di kota wali ini. Sajikan wisata mulai dari kuliner, kain batik, tempat bersejarah yang sering dikunjungi orang dengan pelayanan dan kualitas yang terbaik. Termasuk wisata terintegrasi dengan tema Kampung Arab dan Pecinan. Keberadaan kampung wisata Arab dan Pecinan itu nantinya akan menyokong wisata kota tua yang telah ada. Dengan tema "Cirebon Ngobeng Maning." 


Pada setiap perayaan hari jadi Cirebon, selalu ada pembacaan Babad Cerbon (Caruban) merupakan tradisi membaca cerita asal-usul lahirnya Cirebon, yang bertujuan memberi edukasi kepada masyarakat Cirebon khususnya, agar selalu mengingat asal-usul leluhurnya. Pembacaan Babad Caruban ini dikutip dari kitab Purwaka Caruban Nagari yang ditulis Wangsakerta pada 1669.


“Pembacaan Babad Cerbon (Caruban) telah berlangsung sejak tahun 1529 M. Tujuan ini sangatlah penting bagi generasi muda dan tentu kita semua bahwa pelaksanaan tradisi ini merupakan upaya memelihara sejarah yang takkan bisa lepas dari kehidupan manusia," ungkap Juru Bicara Kesultanan Kanoman, Ratu Raja Arimbi Nurtina kepada penulis, Kamis Malam (20/7/23). 


Abdul Majid Ramdhani, salah seorang kontributor dari Cirebon, juga alumni santri Ponpes Al-Hamidiyah Depok
 


Opini Terbaru