• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Opini

SEABAD NU

Membaca NU, Membaca Gus Yahya, Menuju Gerakan Baru

Membaca NU, Membaca Gus Yahya, Menuju Gerakan Baru
Kibaran bendera NU (NUO).
Kibaran bendera NU (NUO).

Oleh Faiz Manshur

 

Tahun 1998 silam, Mas Yahya C. Staquf, pernah menulis "seputar tinjauan organisasi NU" secara organisasional di Jawa Pos. Tulisan itu saya baca sewaktu saya masih belajar di Krapyak Yogya. Sayangnya saya lupa judul opini itu, dan arsipnya sampai sekarang belum ketemu. 

 

Dari tulisan itu saya melihat keunikan pemikirannya, berbeda dengan intelektual NU lain yang fokusnya lebih menilai urusan permukaan. Sementara dari tulisan itu Mas Yahya memperlihatkan perhatian yang khusus tentang bagaimana seharusnya NU mengambil peran di masyarakat. 

 

25 tahun gagasannya tentang "keharusan NU" kini ia jalankan dengan menjadi Ketua PBNU. Saya termasuk orang yang paling berharap beliau mengambil kepemimpinan ini karena satu alasan mendasar bahwa kepemimpinan terbaik mesti dipegang oleh orang bermodal gagasan. 


Gus Yahya punya imajinasi lalu mengutarakannya menjadi sebuah visi dan ia punya gerakan konkret untuk sebuah impian tentang peradaban. Sejak dulu ia serius memperhatikan masalah sistem, sistematisasi dan juga sikap yang mesti diambil dengan segala resikonya. 

 

Gus Yahya punya keseriusan memikirkan NU sebagai "alat" untuk gerakan sipil, melampaui kepentingan sekadar mengambil kekuasaan. Ia juga serius memperhatikan bagaimana potensi-potensi yang ada di NU harus difasilitasi untuk berkembang, bukan semata untuk NU sendiri. 

 

Persiapannya untuk memimpin NU memang sudah lama. Dan sekarang ia jalankan. Bisa jadi ini keberuntungan sekalipun tetap merupakan beban karena bagaimanapun, usaha untuk organisasi besar dengan ambisi mengeksekusi visi itu butuh stamina dan kesabaran. Jangan lupa, harus banyak berseberangan dengan banyak pihak. Dampak dari usaha itu tentu tidak akan secepat hitungan satu dua tahun. Butuh waktu panjang, tetapi saya percaya kelak akan luar biasa di era 15 hingga 20 tahun mendatang. 

 

Harian Kompas, Senin, 06/02/'23, di halaman 12, ada jajak pendapat yang menarik. Di sana ada kelebihan peran NU. Tampak jelas NU telah kuat dalam bidang keagamaan, kebangsaan, kebhinekaan dan toleransi. Dari pemetaan jajak pendapat itu saya rasa penting agar kepengurusan PBNU berbagi tugas untuk menambal bidang yang kurang, terutama urusan pada layanan kesehatan dan ekonomi.


Tetapi mengambil dua bidang ini saya harap tidak kemudian bermain dengan mengambil model pembangunan konvensional seperti sekadar ide memperbanyak pendirian rumah sakit dan pemberdayaan ekonomi model akumulasi. Lebih baik untuk kesehatan NU mengambil jalan urusan gizi dan sanitasi (rakyat Indonesia buruk dalam hal ini dan pemerintah tidak maksimal dalam urusan ini).


Gerakan ekonomi PBNU lebih baik mengambil mazhab ekonomi-survive dengan anekaragam program pertanian lokal dengan ambil bagian dalam pangan sehat bergizi sehingga NU benar-benar bisa mewujudkan peran konkret yang pemerintah dan kebanyakan NGO tidak secara massif mampu menjawab masalah ini. 


Perlu kita ingat, bahwa Indonesia terpuruk dengan kualitas rakyat yang rendahan karena daya survivalnya lemah; kurang gizi, buruk sanitasi dan tidak mampu memanfaatkan sumberdaya alam. Inovasi NU mesti bergerak di sini. Kita bawa NU sejalan dengan pakemnya pemikiran Gus Dur bahwa tugas kelompok swadaya adalah memberi pandangan (dan model gerakan) yang lain dan selalu berbeda dengan pemerintah. Dengan perbedaan model itulah nanti pembangunan kita akan lebih berwarna dengan ukuran keberhasilam masing-masing. 

 

Selamat Satu Abad!

Penulis adalah Pendiri Yayasan Odesa.


Editor:

Opini Terbaru