• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Kebaikan Tidak Boleh Menuruti Hawa Nafsu

Kebaikan Tidak Boleh Menuruti Hawa Nafsu
Ilustrasi: NUO.
Ilustrasi: NUO.

Manusia itu tempatnya salah dan lupa. Karenanya tak ada manusia suci atau selalu benar. Ketika dia benar pun, bisa saja dalam benarnya itu mengandung kesalahan.


Apalagi, setan dan hawa nafsu setiap saat terus menguntit manusia ke arah maksiat dan dosa. Maka, setiap gerakan dan ucapan kita sangat mungkin dipengaruhi keduanya. Karenanya bisa saja setiap saat kita berbuat maksiat dan dosa. 


Namun Allah Maha Pengampun. Allah tidak menjauh oleh karena hambanya berbuat maksiat. Dan Allah itu dekat, selama hambanya mau bertobat.  Dan Allah sangat kuasa untuk mengampuni hambanya sebesar apapun dosa maksiatnya. Karena itu, Allah tidak selalu menghukum langsung hambanya yang berdosa karena maksiat.


Allah bahkan sangat bergembira terhadap hambanya yang bertobat. Dalam hadits shoheh Bukhori disebutkan: “Sesungguhnya Allah itu begitu bergembira dengan taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang menemukan kembali untanya yang telah hilang di padang yang luas.”


Agama perintahkan kita untuk mencegah perbuatan keji dan munkar. Tapi kita pun diperintahkan untuk saling mengingatkan dalam kebenaran dan dalan kesabaran. Maka, tidak seharusnya kita mudah mengecam sesama karena perbuatan maksiatnya.  Karena bisa jadi orang yang maksiat itu kemudian bertobat. Dan kita harus ingat, bahwa setiap hamba memiliki ruh suci. 


Tapi banyak sekali diantara kita yang mudah sekali mengecam orang lain karena perbuatan maksiatnya. Mengecam orang lain itu, bisa jadi ekspresi dari perasaan lebih baik, dan  lebih suci. Dan itu perbuatan riya alias sombong. Dan Allah lebih dekat terhadap orang maksiat daripada orang sombong. Dan seperti disampaikan oleh Ibn Abbas, orang sombong bisa saja vonisnya disegerakan.


Kita bisa mengecam perbuatan maksiat, tapi kita tidak bisa mengecam orangnya. Karena bisa jadi, orang yang bermaksiat itu kemudian bertobat, dan Allah Maha Kuasa untuk mengampuni perbuatannya. 


Kita bisa mengecam pencuri, perampok, koruptor, pembunuh,  yang karena perbuatannya merugikan pihak lain. Tidak hanya norma agama yang dia langgar, norma adat dan negara pun melarangnya.  Tetapi, perbuatan maksiat yang tidak berdampak ada kerugian orang lain, selayaknya kita harus berhati-hati. Karena bisa jadi, kecaman kita itu refleksi dari sikap ujub dan riya kita. Nauzubillah.


Dalam beragama, jangankan maksiat, 'kebaikan' pun tidaklah boleh menuruti hawa nafsu. 


Nadirsyah HosenRais Syuriah PCINU Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School


Opini Terbaru