• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Opini

Hari Pendidikan dalam Kenangan Saya

Hari Pendidikan dalam Kenangan Saya
Istri penulis saat hendak pergi ke sekolah (Foto: Istimewa)
Istri penulis saat hendak pergi ke sekolah (Foto: Istimewa)

Oleh Yahya Ansori

Setiap hari pendidikan, 2 Mei, saya lalu mengingat banyak hal. Jika disederhanakan, ingatan itu terkait keluarga dan teman-teman saya yang berkecimpung, tentu saja dalam dunia pendidikan. 

 

Lima tahun sudah istri saya harus menempuh jarak sekira 100 km pulang pergi dari rumah untuk mengajar. Jarak tempuh itu merupakan imbas politik kekuasaan. Ya, kekuasaan itu bertindak sesuai keinginan siapa yang berkuasa, kentara sekali bahwa gol akhir bertujuan menghancurkan sendi-sendi keluarga saya. Dan wong cilik itu harus tetap berusaha sabar dan tetap berkata orapapa.

 

Memang kekuasaan tak memandang sisi-sisi mikro kemanusiaan. Jangan sekali-kali berharap pemerintahan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan seperti mereka yang gubuknya yang berukuran 1x2 meter dengan terpal bocor kemudian basah kuyup kehujanan atau mereka yang tergeletak dipinggir jalan yang berjuang untuk sekadar makan hari itu. 

 

Lalu, pendidikan yang terkait dengan teman-teman saya. Sebagai orang Indramayu selalu terkenang kualitas IPM kita yang rendah, waktu lama sekolah yang rendah. Padahal sering digembor-gemborkan mirip orang kesetanan bahwa kita telah menggelontorkan anggaran dunia pendidikan jauh lebih besar daripada kabupaten-kabupaten lain, jauh melebihi 20 persen dari anjuran Undang-Undang. 


Pertanyaannya lalu duit sebesar itu buat apa? Efektivitasnya seperti apa? Siapa menikmati anggaran yang begitu sangat besar?

 

Hari pendidikan ini juga mengingatkan saya pada cerita kawan saya kepala SMK swasta di kecamatan Krangkeng Indramayu timur yang bercerita tentang lembaga pendidikannya. Ia memulai mendirikan yayasan pendidikan dengan bermodalkan uang dari hasil menggadaikan motor orang lain. Kini yayasan pendidikannya sudah memiliki aset senilai 10 milyar lebih jika dikonversi uang. 

 

Dia bercerita ada yang lebih gila lagi yaitu mendirikan yayasan kemudian mendirikan sekolah-sekolah di tiap-tiap kecamatan untuk menjaring banyaknya uang yang beredar di lingkup pendidikan, semua hal bisa dikerjakan memanipulasi persyaratan akta tanah sebagai syarat menerima bantuan, menyuap para pengambil kebijakan agar bantuan bisa sukses sampai, hingga kesanggupan konsesi berapa persen komisi yang diberikan kepada mereka yang memuluskan agar bantuan bisa cair. Tidak kurang setahun bisa 5 milyar bantuan bisa dijaring dari kerja-kerja bisnis seperti itu cerita kawan saya itu.

 

Ada lagi kawan saya kepala SMK di Kandanghaur Indramayu barat yang bercerita tentang rasa muaknya terhadap praktik-praktik yang menurutnya sudah mencabik-cabik hati nuraninya. Aktivis PMII ini bercerita tadinya ia sudah kelimpungan karena lembaga pendidikannya yang sudah ramai menerima banyak peserta didik namun fasilitasnya masih minim. Sudah diusahakannya mengajukan kemana-mana namun belum juga berhasil. Akhirnya seorang kawan menawarkan bantuan asal saja 25 persen untuk setoran, dan terbukti langkah tersebut kemudian berhasil. Ada pula yang menawarkan lebih murah sebesar 20 persen kawan dekat dan ternyata juga berhasil tahun kemarin.


Tahun ini dia makin kesal bukan apa-apa karena yang menawarkan bantuan sudah makin gila bukan hanya teman kepala sekolah, atau konsultan, atau oknum dinas pendidikan, tapi sekdes bahkan pedagang cilok pun menawarkan bantuan asal tentu saja dengan konsesi setoran yang bisa mencapai 50 persen, makin edan saja.


Tentu saja semakin banyak mereka yang berkecimpung dalam kerja-kerja mencerdaskan kehidupan bangsa maka semakin membuat ringan tugas negara dalam bidang pendidikan. Kita harus berterima kasih kepada semua pihak yang sudah membuat yayasan kemudian mendidik anak-anak generasi bangsa. Ada niat tulus dari banyak pemilik yayasan, ada banyak problematik dalam mengelola lembaga pendidikan, dan semua cara yang mungkin ditempuh yang terpenting adalah maslahah dalam perspektif kita masing-masing. Sejatinya banyak hal yang kita perlu apresiasi bagi mereka yang sudah berjuang. Dalam perspektif sosiologis semua ada pembenarannya, mirip-mirip juga pelacur Indramayu yang sudah berjuang bagi kehidupan keluarganya. Pelacur-pelacur Indramayu juga harus dipandang sebagai pejuang-pejuang yang sudah menarik uang dari luar ke wilayah kabupaten Indramayu kemudian diputar di daerahnya sendiri.


Selamat Hari Pendidikan

Penulis adalah Nahdliyin Indramayu
 


Opini Terbaru