Opini KOLOM NADIRSYAH HOSEN

Apa yang Mau Kita Bandingkan?

Senin, 6 Januari 2025 | 12:51 WIB

Apa yang Mau Kita Bandingkan?

Ilustrasi. (gambar: freepik).

Ada luka yang tak terlihat ketika seseorang sibuk mengukur dirinya dengan standar orang lain. Membandingkan diri seolah hendak memadamkan cahaya yang telah dianugerahkan Tuhan dalam jiwa kita, membuat kita lupa bahwa setiap manusia berjalan dalam takdirnya masing-masing.


Saat kita memandang hidup orang lain, rasa syukur perlahan terkikis. Kita sibuk menghitung kekurangan diri dan melupakan nikmat yang telah Allah limpahkan. Rasa puas menghilang, berganti dengan keinginan yang tak berujung. Padahal, hidup ini adalah tentang menerima dengan lapang dada apa yang kita miliki, bukan meratapi apa yang tidak kita genggam.


Kepercayaan diri pun goyah. Kita lupa bahwa Allah menciptakan setiap manusia dengan keunikan yang tak tertandingi. Ali bin Abi Thalib konon pernah berkata, “Keridhaan adalah kekayaan terbesar, dan siapa yang tidak puas, tidak akan pernah cukup.” Mengukur diri dengan orang lain hanya menjauhkan kita dari kekayaan hati ini.


Lebih dari itu, rasa iri sering kali muncul. Kita lupa bahwa setiap manusia memiliki cerita yang tak sama, sebuah perjalanan yang penuh ujian, yang tidak selalu terlihat dari luar. Membandingkan diri hanya menciptakan perlombaan yang sia-sia, membakar tenaga untuk mengejar bayangan yang tak pernah dapat diraih.


Lantas, bagaimana kita keluar dari perang batin ini? Mari kita fokus pada perjalanan diri sendiri. Bandingkan diri kita hari ini dengan diri kita yang kemarin, bukan dengan siapa pun. Sukses adalah kalau rasa syukur kita hari ini melebhi rasa syukur kita kemarin. Umar bin Khattab dikabarkan pernah berkata, “Jika kamu memiliki hati yang puas, maka dunia dan isinya sudah cukup bagimu.” Dengan hati yang penuh syukur, kita akan menemukan kedamaian di hati.


Jangan larut melihat apa yang ditampilkan orang lain, terutama di media sosial, karena yang tampak hanyalah kulit luar. Alihkan pandangan kepada anugerah yang telah kita miliki. Sebab, cahaya kita sesungguhnya tidak kalah indah, jika kita berhenti melihat ke arah yang salah.


KH Nadirsyah Hosen, Dosen di Melbourne Law School, the University of Melbourne Australia