• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 6 Mei 2024

Opini

Antara Penjara atau Surga

Antara Penjara atau Surga
Antara Penjara atau Surga
Antara Penjara atau Surga

"Jangan nakal ya nak, nanti kamu ayah-ibu masukkan ke pesantren!", Mungkin bagi sebagian orang pernyataan ini merupakan hal sepele atau perkataan yang wajar. 
 

Ayo, siapa yang pada masa kanak-kanaknya dicap sebagai anak nakal?. Mirisnya beberapa orang tua menganggap pendidikan pesantren sebagai modal ancaman bagi orangtua terhadap si anak. Agar, tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri atau orang lain "nakal". Alhasil, pondok pesantren dianggap sebagai tempat bagi anak nakal seperti yang dibayangkan oleh orang-orang. Sehingga, tempat tersebut terkesan seperti tempat tahanan atau penjara dan kemudian muncul istilah 'Penjara Suci' bagi kalangan anak santri. 


Akan tetapi saya sebagai umat muslim, yang kebetulan dilabeli "santri" harus dapat meluruskan persepsi-persepsi orang awam tentang tujuan pendidikan pondok pesantren yang sebenar-benarnya. Agar, semua orang dapat mengerti maksud dan tujuan berdirinya pesantren yang sejatinya dapat meningkatkan kualitas keilmuan dan tempat persemaian nilai-nilai kemanusiaan. 


"Penjara Suci", julukan untuk pondok pesantren, dimana santri "dikurung" dan dibatasi kebebasannya yang mana hal tersebut dibuat semata-mata untuk kebaikan. Dalam hemat penulis, santri adalah manusia yang paling bertoleransi karena ketika masuk ke "Penjara Suci" atau  Pesantren mereka di sana akan menemui bermacam-macam orang dari latar belakang, bahasa, suku kebiasaan, dan pandangan yang berbeda. Bahkan interaksinya pun sebagian dalam satu kamar yang selama 24 jam setiap harinya.


Meskipun istilah "Penjara Suci" bagi kalangan kaum santri telah terlanjur 'disepakati', boleh jadi pesantren dikatakan penjara, karena mungkin aturan pondok terlalu ketat sehingga mereka merasa terpenjara. Dikatakan suci, karena yang dipelajari di pondok pesantren adalah sesuatu yang suci yaitu ilmu agama. 


KH. Aqiel Siroj pernah memberikan nasihat dalam suatu acara, "Tata kramane wong mondok iku, mangkat katon batuke balik katon jitoke" atau secara harfiah berarti - datang terlihat jidat dan pulang atau mundur terlihat tengkuk, yang biasa disebut dengan istilah sowan. 


Memetakan interaksi intelektual kaum santri pada era digital melalui kegiatan-kegiatan literasi seperti forum diskusi, baik dilaksanakan secara online maupun offline, seminar atau semacamnya, tentu itu merupakan bagian dari gerakan melestarikan tradisi literasi santri. 


Generasi muda NU (Nahdlatul Ulama) hari ini juga harus bersedia menjaga tradisi sastra pesantren dengan menerbitkan karya. "Selalu ada yang baru, dalam peradaban ilmu," termasuk karya-karya sastra yang terus-menerus lahir dari 'rahim' orang-orang pesantren. 


Karena penulis percaya, pesantren-pesantren tidak akan kehabisan orang-orang yang berpengaruh, dalam hal ini; Santri. Santri yang selalu menawarkan gagasan baru dan tindakan nyata demi perubahan di masa depan dari berbagai aspek kehidupan. Salah satunya, dunia sastra. 


Terkait momentum Hari Puisi Indonesia yang diperingati setiap tanggal 26 Juli. Buku antologi puisi bersama rekan-rekan penulis TISI (Taman Inspirasi Sastra Indonesia) dengan judul "Ini Kali Tidak Ada yang Mencari Cinta" (Kumpulan Puisi Satu Abad Chairil Anwar). Salah satu karya puisi pertama saya yang alhamdulilah wa syukrulillah dimuat pada buku tersebut berjudul : Unjuk Rasa Citarasa Surga. 


Pustaka aksara menjelma narasi orasi
Bait-Bait perintah ukhuwah islamiyyah terpatri menjadi puisi
Kusangka ini aksi demonstrasi
Rupanya luapan perasaan hati seorang pujangga kelas teri


Aku tak mungkin berani melawan takdir Sebagaimana tuan Chairil Anwar
Yang melipatgandakan nyawa; "Aku Ingin Hidup Seribu Tahun Lagi"


Yang berunjuk rasa biarkan saja!
Perjuangan dengan segala cara tak apa, asalkan demi kemanusiaan
Dan bagiku si pujangga kelas teri ini; "Memaafkan tidak mengurangi wibawa"


Jatahku masuk pintu istana surga yang mana duhai penguasa?
Selama ini aku selalu bersedia menjadi "imam"-nya para pengunjuk rasa
Surga! Upahku surga!


Surga yang didalamnya ada kursi kuasa
Kursi yang setiap lima tahun sekali harus diganti
Surga yang nanti dihuni oleh para pengunjuk rasa 
Pengunjuk rasa yang nanti berganti busana


Kursi dan busana yang dibeli dari suara hati rakyatnya! 


Abdul Majid Ramdhani, salah seorang kontributor dari Cirebon, juga alumni santri Ponpes Al-Hamidiyah Depok
 


Opini Terbaru