• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 24 April 2024

Ngalogat

Teladan dari Sosok Almarhum KH. Oom Sobarudin

Teladan dari Sosok Almarhum KH. Oom Sobarudin
KH. Oom Somarudin (Foto: Fb/Pesantren Al-Hikam Mussalafiyyah)
KH. Oom Somarudin (Foto: Fb/Pesantren Al-Hikam Mussalafiyyah)

Oleh: Jamil Abdul Aziz 
Guru dan orangtua kita semua yang akrab dipanggil Pak Oom itu kini telah tiada, lepas dari dimensi materil (jasadi) lalu masuk kepada dimensi ruhani total. 

Ketika seseorang yang begitu berarti dalam hidup kita mengalami momen perpindahan dimensi itu, kita bisa menangis karena fisiknya tak bisa lagi dipandang dan disentuh, atau kita bersedih karena tidak bisa lagi melihat bagaimana ia berbicara, tertawa, dan saling bertukar gagasan. Dalam konteks guru dan murid, kesedihan itu bisa hadir karena sang murid merasa masih amat sangat membutuhkan bimbingan dan nasihat sang guru.

Namun, di balik semua itu kita perlu berbahagia karena dua hal. Pertama, kita perlu berbahagia karena masih punya kesedihan atas kepergian orang shaleh (mengingat tidak semua orang bisa bersedih atas kepergian orang 'alim dan shaleh). Kedua, kita perlu berbahagia karena dalam hidup yang kadang menyebalkan ini, Tuhan memberi kita anugerah berupa kesempatan pernah hidup satu zaman dan mengenal langsung bahkan menimba ilmu pada sosok yang menyenangkan dan menentramkan dan tepat dijadikan panutan. Tidak semua manusia diberi kesempatan dan anugerah belajar pada guru atau kiai yang benar benar tepat. Terlebih di era digital, banyak yang salah milih guru atau kiai. 

Selain itu, satu-satunya yang bisa kita lakukan ketika seseorang meninggalkan kita ke dimensi yang lain (wafat), adalah mengenang dan mengikuti jejak keteladanannya semasa ia masih hidup di dunia. 

Maka, dalam hal ini, apa kira-kira yang bisa kita teladani dari Ketua Ikatan Alumni Ponpes Al-Hikamussalafiyah (IKAPPAS) Sumedang ini? Jawabannya tentu banyak. Tergantung pengalaman masing-masing orang yang mengenalnya. 

Namun, izinkanlah penulis selaku murid dari almarhum, memberi beberapa kesaksian atas keteladanan almarhum semasa hidupnya:

Guru yang menghormati murid.

Kalau ada murid menghormati guru, itu adalah hal biasa, bukan keistimewaan tapi sudah kewajiban. Tapi, kalau guru menghormati murid? Nah ini baru luar biasa istimewa.

Penulis mengenal Pak Oom dari sejak masih bocah ingusan (Mts). Dalam ingatan penulis, sepanjang belajar dengan almarhum, Pak Oom selalu menghormati pendapat murid-muridnya. Menghargai proses belajar setiap peserta didiknya. Tidak pernah menjadikan murid merasa paling bodoh dan guru adalah sosok paling pandai. 

Sampai terakhir penulis mengundang beliau untuk menghadiri pernikahan penulis, beliau berkali-kali meminta maaf karena tidak bisa hadir di pernikahan penulis. Permintaan maaf itu adalah tanda bahwa Pak Oom adalah sosok yang penuh rasa hormat. Padahal, seorang guru tidak hadir di pernikahan atau undangan murid adalah hal yang wajar atau biasa, karena berbagai kesibukan dan halangan. Murid dido'akan saja sudah cukup bahagia, jika guru tak bisa datang sang murid pasti memahami dan memaklumi. 

Mampu mengakui Kehebatan dan Kelebihan Orang Lain.

Banyak orang yang ingin dilihat hebat dan istimewa, itu malah menjadikan orang tersebut sangat biasa. Namun, mampu mengakui kelebihan dan kehebatan orang lain: itu baru luar biasa. Dan itulah, sosok almarhum.

Di bulan Syawal taun lalu, penulis masih berkesempatan bertemu dengan Pak Oom (sowan, silaturahmi) ngobrol cukup lama sekitar 2-3 Jam. Biasanya, orang kalau diajak ngobrol sukanya bicara prestasi dirinya sendiri, kelebihan-kelebihannya sendiri dan kekurangan atau kejelekan orang lain. Tapi, pak Oom tidak demikian. Berjam-jam, Pak Oom asyik membicarakan kehebatan guru-gurunya, kelebihan sahabatnya (salah satu sahabat almarhum yang sering diceritakan dan dikagumi almarhum adalah juga guru dan kiai kita semua: KH. Sa'dullah), teman-temannya. Ini menandakan Pak Oom sangat positif dan apresiatif secara sosial dengan orang lain. Bukan sinis dan antagonistik atas capaian hidup orang lain.

Tidak Pernah Melupakan Jasa Guru

Pak Oom bisa dibilang salah satu alumni PPHS yang sukses dan jadi orang yang sangat bermanfaat di masyarakat. Namun, beberapa kali bertemu beliau, beliau selalu mengatakan bahwa apa yang ia raih selama ini adalah berkah dan jasa dari guru-guru serta kiainya. Mama KH. Muhammad Aliyudin (Bapa Kiai) seringkali disebut oleh Pak Oom sebagai guru dan kiai yang sangat ia teladani dan ia kagumi. 

Suatu waktu, Pak Oom pernah bilang:

"Menjadi sosok guru dan kiai seperti bapa (Mama KH. Muhammad Aliyudin) itu susah diikuti dan diteladani. Sebab bapa, bukan hanya mengetahui ilmu, tapi juga mengamalkan ilmu. Bapa, bukan hanya disayangi oleh murid-muridnya tapi sekaligus disegani. Bapa sangat sederhana dalam ucapan, namun luar biasa dalam tindakan" 

Kini, penulis juga ingin mengatakan bahwa Pak Oom Sobarudin juga adalah guru yang sama susahnya untuk diikuti dan diteladani. 

Penulis adalah murid dari KH Oom Sobarudin 

Sumber: https://www.facebook.com/100010241070644/posts/1415264532158236/


Ngalogat Terbaru