Penjajahan Akal dan Karya, Awal Hilangnya Identitas dan Jatidiri
Senin, 21 Agustus 2023 | 07:00 WIB
Oleh Nasihin
Suatu waktu, dalam sebuah pertemuan seorang pengurus yang satu organisasi bercerita, istrinya adalah seorang mualaf. Dulu sebelum masuk Islam istrinya tak punya agama, tapi kesehariannya penuh dengan kehidupan disiplin dan etika yang baik.
Dari kecil sang pembicara beragama Islam dan terbentuk dalam lingkungan Islam sekuler. Kemudian istrinya masuk Islam, belajar Qur'an dengan metode iqro 1-6, dilanjutkan belajar membaca Al Qur'an besar dan berhasil khatam.
Sang istri bercerita: “Apa yang saya lakukan ketika belum masuk Islam adalah apa yang saya baca dan ditafsirkan oleh ahli tafsir (Mufasir). Tapi kenapa banyak yang mengaku Islam dari kecil yang melaksanakan ritual Islam tapi tak sesuai dengan perilakunya?" katanya bertanya.
Pembicara kemudian menerangkan, selama proses perjalanannya beragama, akhirnya memantapkan jalannya dengan mengikuti jalan Nahdlatul Ulama, setelah mendapatkan keyakinan ketika ziarah di Makam Syaikhona Mbah Kholil Bangkalan.
Sebuah pertanyaan besar, dan seharusnya menyadarkan kita sebagai Muslim yang sering lalai dalam perilaku keseharian, kita tidak disiplin baik waktu dan tanggungjawab, kita sering membanggakan karya-karya orang lain, padahal, merekalah yang membuat sistem bagaimana caranya Islam hancur. Sementara kita yang mengaku Muslim, malah malu dan tak punya daya kreatif tentang apa yang harus kita lakukan sebagai Muslim.
Tanpa sadar, akal kita sebagian besar masih terjajah, arah pikiran kita dipermainkan persepsi publik lewat media, media sosial yang lahir dari internet menjadi media paling besar yang mempengaruhi arah pikiran bahkan keinginan kita.
Seringkali hal-hal yang melanggar aturan negara, agama, etika sosial dan wilayah tertentu dianggap biasa, malah terkadang ada yang membela dengan dalih hak asasi. Kemudian lahirlah kebencian-kebencian baru terhadap kelompok, gerakan, etnis yang dimainkan sistem yang telah dibuat lewat penghasut dan pendengung (buzzer).
Baca Juga
Istiqlal dan Rasa Syukur Kemerdekaan
Semua propaganda disebarkan ke seluruh dunia. Bahkan target terbesar adalah orang-orang muslim dan negara-negara Muslim, generasi muda Muslim di kikis rasa yakin dalam agamanya dijauhkan dari sejarah, diperdaya dengan budaya-budaya yang hanya cukup memuaskan mata dan telinga. Dilupakan bahwa fitrahnya manusia mempunyai akal dan hati yang juga harus diberi suplemen.
Sadarilah, kita telah banyak kehilangan, bahkan keinginan pun bukan lahir dari keinginan sendiri tapi lahir dari keinginan asumsi dan persepsi orang lain. Sadarilah, kita mempunyai sejarah panjang yang hebat, ilmuan, ulama, dan tokoh-tokoh yang hebat yang secara keilmuan dipelajari dan diamalkan oleh orang yang membenci kita.
Marilah bersama, berbagi udara, air dan tanah yang sama di negara tercinta ini. Marilah kita mengidolakan yang seharusnya menjadi idola kita, datangi, ikuti segala ikhtiar dan jalan ruhaninya. Dengan begitu kita kita akan menjadi kebanggaan para pendiri bangsa ini, dan menjadi kecintaan para pendahulu yang lebih mencintai negeri ini dan telah susah payah membangun negeri ini menjadi damai dan indah. Negeri ini merdeka bukan warisan, tapi ditebus oleh ribuan bahkan mungkin jutaan darah dan nyawa.
Selamat Memperingati Hari Kemerdekaan. Jayalah NegeriKu jayalah Bangsaku.
Penulis adalah anggota Pengurus Lesbumi PWNU Jawa Barat
Terpopuler
1
Supian-Chandra Kunjungi Kantor NU Depok, Tegaskan Sinergi untuk Perubahan Kota Depok
2
Libur Sekolah Selama Ramadhan Tidak Jadi Sebulan Penuh, Ini Keputusan Pemerintah
3
Kemenag Umumkan Daftar Jamaah Haji Khusus yang Berhak Melunasi Biaya Haji 2025
4
Khutbah Jumat Singkat: Berbuat Baik Terhadap Sesama Jadi Kunci untuk Mendapat Ridha Allah SWT
5
Ceramah Hj Pipih: Menggali Makna Isra Mi'raj dan Perintah Shalat
6
Innalillahi, Wakil Ketua PWNU Jawa Barat Dr Phil H Gustiana Isya Marjani Meninggal Dunia
Terkini
Lihat Semua