• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Ngalogat

Eva Nur Arovah, Sejarawan Cirebon itu Telah Tutup Usia

Eva Nur Arovah, Sejarawan Cirebon itu Telah Tutup Usia
Almarhum Eva Nur Arovah, Sejarawan Cirbeon. (Foto: NU Online Jabar/Faiz)
Almarhum Eva Nur Arovah, Sejarawan Cirbeon. (Foto: NU Online Jabar/Faiz)

Oleh Ahmad Faiz Rofi'i

Meninggalnya salah satu tokoh perempuan-paku Bumi Sejarawan Cirebon, Eva Nur Arovah menyisakan duka mendalam. Ya, istri sastrawan Cirebon Syubbanuddin Alwy ini wafat pada Rabu, (16/8) di rumah sakit Mitra Plumbon Kabupaten Cirebon pukul 17.27 WIB.


Almarhumah wafat pada usia 48 tahun. Sebelum meninggal, ia dirawat di rumah sakit sejak kamis (10/8). Menurut penuturan keluarga, almarhumah mengalami penyakit kronis. Almarhumah meninggalkan 1 orang anak. Mba Eva, sebutan akrabnya dikebumikan bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-78. Meskipun bagi keluarga, kerabat merasakan duka yang amat mendalam, setidaknya Eva kini telah merdeka. Merdeka dari penyakit dan Merdeka khusnul khotimah bertemu sang penguasa tunggal alam semesta. Aamiin.


Sampai detik ini, sungguh menggetarkan berita kewafatan bu Eva, sapaan saya kepadannya. Sebab 2 minggu lalu baru saja berkunjung mendoakan putri pertama saya yang baru lahir. 1 minggu kemudian bu Eva tetiba menelpon meminta tolong untuk menerjemahkan beberapa naskah. Pada saat bersamaan, ia bilang akan di rawat inap karena kondisi yang semakin memburuk. Dan 3 hari lalu adalah perjumpaan terakhir di rumah sakit. Bahkan disela-sela obrolan, sempat-sempatnya ia menanyakan terkait penerjemahan naskah sembari tersenyum dan diakhiri dengan memohon doa agar dirinya segera pulih. Meski kondisinya sedang tidak baik, sungguh sebuah teladan, pengabdiannya pada ilmu bahkan jelang akhir hayatnya. Begitu kira-kira prolog di atas yang kemudian saya mencoba melukiskan catatan khusus untuknya.


Eva Nur Arovah adalah sosok enerjik, perempuan inspiratif, guru, ibu, kakak, sekaligus teman sejawat. Pada awalnya saya tidak begitu mengenal dengan sosok satu ini. Malah saat itu saya belum mengetahui bahwa ia adalah istri mendiang Raja Penyair Cirebon, Syubbanuddin Alwy.


Pengalaman saya bermula saat melakukan pembacaan terhadap tulisan sejarah lokal Cirebon 6 tahun lalu, ternyata tidak sesederhana mengayak beras menggunakan tampah. Begitu pula ketika harus memilahnya menjadi kategori-kategori spesifik, sebab saat itu kebetulan sedang mencari sumber referensi studi lokal kecirebonan untuk bahan studi kampus. Sejak saat itu pula saya mengenal Eva lewat karya tulis Budaya Bahari: Sebuah Apresiasi di Cirebon, hingga akhirnya bertemu langsung dibeberapa kesempatan lewat kegiatan diskusi dan seminar.


Bagi saya, Eva adalah seorang intelektual, orator, dan penulis ulung. Karena, tidak banyak kiprah para perempuan penulis Cirebon yang terekam dan terjaga hingga saat ini. Namun, tidak dengan Eva. Ia meraih gelar S1 di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarya, S2 ilmu sejarah Universitas Gajah Mada dan meraih gelar doktor di rumpun ilmu yang sama di Universitas Padjadjaran 5 tahun lalu. Beban yang dipikul Eva sebagai seorang akademisi yang humanis telah membuktikan bahwa "setiap generasi, menulis sejarahnya sendiri". Begitupun dengan Eva. Karya tulisnya terekam betul baik dalam bentuk buku, artikel, jurnal, dan tulisan populernya di media massa.


Tidak hanya itu, ia seringkali diminta mengisi dibeberapa kegiatan seminar dan diskusi. Sosok satu ini terbang bak rajawali hingga masyhur bukan saja dikalangan agamawan, budayawan, juga diakui oleh para akademisi. Tidak heran dulu masuk jajaran anggota Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) provinsi Jawa Barat. Ia juga terlibat sebagai anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Cirebon.


Selain dikenal sebagai penulis sejarah lokal yang produktif arif nan bijaksana, ia juga gemar di bidang sastra seperti pendahulunya, Kang Alwy. Bahkan tradisi pembacaan puisi-puisi karangan Kang Alwy terus dilestarikan Eva.


Eva adalah Kartini masa kini dengan segudang pengetahuan pemikir Islam lokal yang cerdas, jujur, dan berintegritas. Meski sebagai ibu rumah tangga, namun dirinya tidak lupa membawa misi soal perempuan keranah publik. Eva membuktikan bahwa perempuan bukan hanya soal dapur, kasur, sumur semata, tapi juga mampu memperlihatkan aktualisasi dan eksistensi kemampuan dirinya ke ruang umum.


Eva tercatat sebagai dosen dibeberapa kampus wilayah tiga Cirebon, antara lain STKIP Pangeran Dharma Kusuma Indramayu, Ma'had Ali PP. Kebon Jambu Ciwaringin, dan sempat mengajar di IAIN Syekh Nurjati Cirebon.


Sejak dibangku kuliah, Eva akrab dengan dunia organisasi. Ia sempat menjabat sebagai ketua IPPNU cabang kabupaten Cirebon periode 2001-2004. Selain seorang organisatoris dan sejarawan, Eva juga seorang Nyai. Ia berasal dari keluarga pesantren Balerante. Salah satu pesantren tua dan terkemuka di Cirebon. Hal tak terduga saat mengenalnya adalah bukan saja mahir soal kesejarahan tapi menyimpan bait-bait Qur'an dalam ingatannya (hafidzah), hingga melanggengkan dirinya meraih gelar doktor berkat al-Qur'an. Tawadhu dan sungguh mulia perempuan satu ini.


Penulis Islam di Karesidenan Cirebon ini memang lahir dari keluarga santri. Tidak hanya semangat akademik yang dibangun, juga semangat kesantrian inilah yang kemudian dikembangkan dan masuk ke ranah struktural NU baik ditingkat kabupaten maupun provinsi. Setidaknya ia dipercaya mengemban amanah diantaranya Ketua Litbang Fatayat NU Kabupaten Cirebon, Wakil Ketua Fordaf Jawa Barat. Pengurus RMI PWNU Jawa Barat, dan salah satu anggota Ikatan Hafidzah al-Quran (IHQ) Kabupaten Cirebon.


Anggota tim penerjemah al-Quran Bahasa Cirebon ini meninggalkan warisan karya tulis pemikiran serta jejak perilaku yang layak jadi panutan. Betapa tidak, sesekali saat bincang, gagasan pemikiran yang disampaikan sangat sederhana dan mudah dipahami wabil khusus dalam bidang studi kecirebonan.


Sejak kepergian Opan Safari, filolog pegiat naskah kecirebonan, kini Cirebon kehilangan sosok "Kartini" orang menyebut paku bumi sejarawan Cirebon, yaitu Eva Nur Arovah. Terima kasih sudah menginspirasi. Teriring salam untuk guruku yang telah menggoreskan catatan di lembar sejarah manusia untuk Islam, Indonesia, NU, dan Cirebon.


Penulis adalah Dosen Prodi Pendidikan Sejarah STKIP Pangeran Dharma Kusuma Indramayu


Ngalogat Terbaru