Ngalogat

Nilai Religius Cerita Wayang Bima Suci, Doktor Rosmaria Sjafariah: Perkokoh Ajaran Kehidupan Keagamaan Masyarakat

Rabu, 4 September 2024 | 16:29 WIB

Nilai Religius Cerita Wayang Bima Suci, Doktor Rosmaria Sjafariah: Perkokoh Ajaran Kehidupan Keagamaan Masyarakat

(Foto: Dok. Pribadi Dr. Rosmaria Sjafariah Widjajanti.)

Oleh Rameli Agam

Wayang merupakan salah satu media penyampaian nilai-nilai religius yang sarat dengan muatan falsafah budaya, termasuk dalam cerita Bima Suci. Cerita wayang Bima Suci menyimbolkan perjalanan spiritual Werkudara diiringi unsur-unsur yang mengandung makna religius.


Pertunjukan wayang dalam cerita Bima Suci ternyata bisa dijadikan pegangan dalam ikhtiar memperkuat nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan masyarakat. Di tengah perjalanan spiritualnya dalam cerita Bima Suci itu, Bima mengetengahkan nilai-nilai religius universal, seperti kesabaran, ketawakalan, dan kerendahatian.
 

Hal tersebut diantaranya tersaji dalam garis besar disertasinya Rosmaria Sjafariah Widjajanti, saat Sidang Promosi Gelar Doktor Studi Agama-Agama pada Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung. Sidang berlangsung di Kampus Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Sabtu, 31 Agustus 2024, dengan judul disertasi “Niali-Nilai Religius Cerita Wayang Bima Suci.”
 

Sebagai salah satu kekayaan khasanah budaya Nusantara yang memiliki nilai kearifan lokal, wayang bisa dijadikan media dakwah untuk menyampaikan ajaran keagamaan serta nilai moral, termasuk dalam cerita Bima Suci. Menurut Rosmaria Sjafariah Widjajanti, selain menjadi tontonan, kesenian wayang juga berfungsi sebagai sarana usaha menumbuhkan pendidikan nilai religius di tengah tantangan efek negatif kemajuan teknologi.
 

Pergelaran wayang bisa mengilhami kehidupan religius. Isi ceritanya pun sebagai tontonan senantiasa terkait peristiwa kehidupan sehari-hari dengan ungkapan simbol dan bahasa. “Dalam cerita wayang, simbol terkait dengan unsur-unsur cerita seperti plot, tokoh, serta setingnya dalam satu rangkaian lakon,” ujarnya.


Nah, cerita Bima Suci yang bersumber dari kisah Mahabarata itu mengandung nilai-nilai adiluhung kehidupan, salah satunya tentang religiusitas yang tetap relevan dengan kondisi kekinian. Dalam Bima Suci, mengisahkan perjalanan Werkudara atau Bratasena untuk mencari Tirta Pawitra Suci yang sebenarnya tak ada dan hanya akal-akalan Kurawa.


Namun dalam perjalanan itu, Bratasena mampu menggapai nilai hakekat manusia setelah bertemu dengan Dewa Ruci. Bratasena akhirnya kembali lagi ke Hastinapura sebagai pribadi yang bijaksana. Dalam penelitian untuk bahan disertasinya, Rosmaria Sjafariah Widjajanti mengeksplorasi cerita wayang Bima Suci yang kaya akan nilai-nilai religius, di tengah perjalanan Bratasena mencari ilmu kesejatian kehidupan.


“Cerita Bima Suci menjadi perlambang hubungan antara manusia dengan Tuhan, bersatunya hamba dengan Gustinya, yang dalam falsafah Jawa dikenal sebagai Manunggaling Kawulo Gusti,” katanya.


Latar belakang dirinya meneliti cerita Bima Suci lantaran lakon ini terbilang banyak diminati dan sarat akan nilai kebajikan. Sedangkan objek formalnya yang dipilih yakni tentang mitologi dan simbol bermuatan nilai religius. “Karenanya, penelitian ini dibatasi hanya berfokus pada mitologi, simbol, serta nilai religius dalam pergelaran wayang Bima Suci,” ucap Rosmaria Sjafariah.


Rosmaria Sjafariah Widjajanti lahir di Bandung, 9 April 1971. Menempuh Program S-1 di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, lalu S-2 Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia, serta S-3 Studi Agama-Agama Konsentrasi Filsafat Islam UIN Sunan Gunung Djati.


Saat ini dia menjadi dosen Aqidah Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam sidang gelar Doktor-nya tersebut, dia dipromotori oleh Prof. Dr. H Dadang Kahmad MA, Prof. Dr. HM Yusuf Wibisono M.Ag, serta Gustiana Isya Marjani Ph.D. Adapun para pengujinya yakni Prof. Dr. Bambang Qomaruzzaman M.Ag, Dr. H Tata Sukayat S.Ag M.Ag, dan Dr. Dadang Darmawan MA.


Cerita lakon Bima Suci yang semirip dengan lakon Dewaruci, sama-sama menyimbolkan hubungan manusia dengan Tuhannya. Eratnya hubungan itu hingga bersatunya wujud sebagai Manunggaling Kawulo Gusti. Perjalanan Bratasena dalam Bima Suci ibarat melahirkan Bratasena menjadi manusia yang selalu menyinari Bumi, menjaga keselamatan dunia, memelihara ketenteraman, hingga dunia menjadi indah.


Werkudara atau Bratasena seperti manusia yang mampu menghadapi godaan duniawi. Tak tergoda oleh silaunya kehidupan dunia, dan tak terbujuk rayuan setan. Dia telah meraih tujuan kesejatian hidup, mati sajeroning urip serta urip sajeroning mati.


Pergelaran cerita wayang sebagai teater total, setiap lakon yang tersaji sarat akan aneka simbol, disertai adanya pengajaran nilai-nilai keagamaan dan budi pekerti. Terdapat tokoh-tokohnya yang mempunyai karakter khas. Rangkaian ceritanya tak hanya tentang nilai kehidupan, namun juga berkaitan dengan perilaku kebaikan dan keburukan.


Hal tersebut ditegaskan dalam struktur rangkaian cerita yang dibumbui oleh materi dialog sarat makna simbolik. “Ternyata cerita wayang Bima Suci itu kaya akan nilai religius, terdapat simbol ketaatan murid pada gurunya, kemandirian sikap dalam ihtiar mencari nilai kesejatian diri. Hingga mengenali asal-usul diri sebagai mahluk-Nya, lalu perilakunya pun senantiasa sesuai dengan petunjuk Gusti,” papar Rosmaria Sjafariah Widjajanti.