• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Ngalogat

Nabiku yang Tajir (1)

Nabiku yang Tajir (1)
Ilustrasi: Freepik.com
Ilustrasi: Freepik.com

"Ternyata kaya itu sunnah Rasul ya", ungkap salah seorang pengurus Masjid Besar Indihiang kota Tasikmalaya seusai mengikuti pengajian kang Yayan pada Kamis (17/2). 

 

Pada acara peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW malam kang Yayan menegaskan bahwa umat Islam harus menguasai sendi-sendi perekonomian, "Umat Islam harus kaya untuk menunjang dakwah Islamiyah sebagaimana dicontohkan nabi kita yang mulia!" ungkap kang Yayan. 

 

Dalam acara yang dihadiri oleh Asda 2 Kota Tasikmalaya dan jajaran Muspika kecamatan Indihiang ini kang Yayan memaparkan data dan fakta atas kekayaan baginda nabi, mulai dari harta dari hasil usaha Rasulullah yang diperkirakan berjumlah 1.216 kg dan 343 gram emas, wakaf nabi berupa 15 bidang tanah dengan harga jual mencapai 25,5 kg emas dan perkiraan pembiayaan nabi (untuk biaya pribadi, istri dan orang yang menjadi tanggungan nabi serta hadiah beliau untuk sahabat, tamu dan para pemuka kaum) yang diperkirakan setara dengan harga 1.251 kg dan 601 gram emas.

 

"Saya dapatkan informasi ini dari berbagai sumber otoritatif wabilkhusus dari disertasi Amwalu an-Nabi SAW; Kasban wa infaqan wa Tauritsan Karya Dr. Abdul Fattah as-Samman," ungkap ketua Aswaja Center Tasikmalaya ini.

 

Lalu bagaimana tentang informasi dari hadis yang mensinyalir nabi itu miskin seperti hadis;

اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ‏

 

"Ya Allah, hidupkanlah saya dalam keadaan miskin, wafatkan saya dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah saya bersama orang-orang miskin pada hari kiamat"(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Kang Yayan menjelaskan bahwa makna "miskin" dalam hadis ini bukanlah miskin harta melainkan "hati yang istikomah dan tawadlu (istikanatul qolbi)" sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Baihaqi, (Thabaqat asy-Syafi'iyah al-Kubra, 3/83).

 

Imam ad-Dasuqi, al-Kharsyi, as-Suyuthi dan ath-Thibi mengatakan:

 

"Makna kata miskin dalam hadis ini adalah tawadlu dan khusyu karena Allah" (lihat Hasyiyah ad-Dasuqi 'ala asy-Syarh al-Kabir, 18/328, Syarh Mukhtashar Khalil karya al-Kharsyi, 6/38, at-Taisir bi syarh al-Jami' as-Shaghir karya al-Manawi, 1/413, dan Syarh Sunan Ibn Majah karya as-Suyuthi hlm. 403).

 

Kang Yayan mengakhiri penjelasan tentang hadis ini dengan mengutip perkataan syekh Muhammad al-Ghazali, "Pada dasarnya sejumlah besar umat Islam meyakini bahwa sang pembawa risalah lebih mengutamakan kefakiran dibandingkan kaya dan menyerukan kesederhanaan. Dengan filsafat yg berani ini, mereka telah menyebarkan kefakiran di kalangan umat Islam selama beberapa abad lamanya dan menjadikannya tidak dapat mengelola kunci gudang-gudang bumi" (ath-Thariq min Huna, 1/46).

 

Tim Aswaja Center PWNU Jawa Barat


Ngalogat Terbaru