• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Ngalogat

Masyayikh Tarekat (3): Al-Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar

Masyayikh Tarekat (3): Al-Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar
Selain ahli tarekat, Al-Qosim juga menjadi guru sanad hadits
Selain ahli tarekat, Al-Qosim juga menjadi guru sanad hadits

Oleh Nur Kholik Ridwan

Al-Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar (w. 105 H./725 M.) dipercayai menerima tarekat Sayyiduna Abu Bakar dari sahabat Salman al-Farisi, sebagaimana disebutkan Muhammad Ahmad Darniqah dalam buku Ath-Thariqah an-Naqsyabandiyah wa A’lamuha, dan berbagai silsilah sanad tarekat Naqsyabandiyah. Al-Mizzi dalam Tahdzibul Kamal menyebut al-Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq, sering dipanggil Abu Muhammad dan Abu Abdurrahman al-Madani. Imam al-Bukhori, yang dikutip al-Mizzi menyebutkan bahwa Al-Qosim yatim sejak kecil di pangkuan Aisyah, karena ayahnya yang bernama Muhammad bin Abu Bakar dibunuh pada tahun 63 H., setelah kematian Sayyiduna Utsman bin Affan.

Tentang ibu Al-Qosim, yang berarti istri Muhamamd bin Abu Bakar, disebut sebagai seorang putri dari Kaisar Persia bernama Yazdijard, yang berhasil ditaklukan pada masa Khalifah Umar bin Khathab. Abdurrahman bin Husein dalam kitab Syamsu Zhahirah menyebutkan, dengan mengutip Zamakhsyari, bahwa pada masa Khalifah Umar, para sahabat (yang mengalahkan Persia) datang dengan membawa 3 perempuan anak Yazdijard. Tiga orang ini kemudian menjadi Ummu Walad dari Abdullah bin Umar, Al-Husein, dan Muhammad bin Abu Bakar: dengan Abdullah bin Umar beranak dengan nama Salim; dengan Imam Husein memiliki anak dengan nama Ali Zainal Abidin, dengan Muhammad bin Abu Bakar memiliki anak dengan nama Al-Qosim. Ketiga perempuan itu masih saudara.

Selain ahli tarekat, Al-Qosim juga menjadi guru sanad hadits. Beliau berguru dan mengambil hadits dari `Abdullah bin Zubair, `Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib, Aslam Maula `Umar bin Khathab, Rafi’ bin Khudaij, `Abdullah bin `Abdurrahman bin Abu Bakar ash-Shiddiq, `Abdullah bin `Abbas, `Abdullah bin `Umar, `Abdullah bin Amru bin Ash, `Abdullah bin Mas`ud (secara mursal), Muhammad bin Abu Bakar (ayah), Sayyidah `Aisyah, Fathimah binti Qais, Asma’ binti `Umaisy, Zainab binti Jahsy, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

Sanad haditsnya diambil oleh murid-murid, di antaranya Usamah bin Zaid bin Aslam dan Usamah bin Zaid al-Laitsi, Isma`il bin Abi Hakim, Aflah bin Humaid, Anas bin Sirin, Ayyub as-Sakhtiyani, Tsabit ibnu Muhamamd al-Anshari, Ja’far bin Muhammad ash-Shiddiq, Nafi Maula Ibnu Umar, dan banyak lagi yang lain.

Al-Mizzi mengutip Muhammad bin Sa`ad, menyebutnya sebagai orang yang memiliki derajat tinggi, alim, faqih, menjadi imam, wara’, memiliki banyak hadits, dan Imam Bukhari bahkan menyebutnya memiliki 100 hadits. Al-Qosim dikenal dan dipuji sebagai “orang yang utama di zamannya, tidak aku lihat seorang yang lebih utama darinya, tidak aku lihat seorang yang lebih faham sunnah dari al-Qosim bin Muhammad, dan termasuk tabiin pilihan fuqaha di antara mereka.”

Abu Nu’aim al-Ashfihani dalam Hilyatul Auliya’ juga meriwayatkan penilaian lain, melalui Yahya bin Sa`id yang menyebutkan: “Kami tidak menemukan seorang di Madinah yang kami utamakan karena kefaqihannya dari Al-Qosim bin Abdullah.” Meski sangat alim, al-Qosim dikenal sangat tawadhu, rendah hati, dan tidak mau makan kecuali makan yang halal.

Di antara perkataannya karena kema’rifatannya, sebagaimana diriwayatkan Abu Nu’aim al-Ashfihani, begini:

Melalaui Yahya bin Said, al-Qosim berkata: “…seseorang akan menjadi jahil setelah mengetahui haqq-Nya Alloh ta`ala, lebih baik baginya mengatakan, tidak ada yang tahu (kecuali Alloh).”

Melalui riwayat Zaid bin Ayyub, ketika al-Qosim ditanya banyak masalah, beliau menjawab: “Demi Alloh, kami tidak tahu apa yang kalian semua tanyakan…”

Ibnu Ishaq meriwayatkan: “Seorang laki-laki badui datang, dan bertanya kepada Al-Qosim: “Apakah engkau atau Salim yang lebih alim?” Al-Qosim berkata: “Itu maqomnya Salim, dan tidak menambahi apapun, sampai badui itu berdiri.” Muhammad bin Ishaq berkata: “Al-Qosim tidak mengatakan “Salim lebih alim dariku”, karena kalau berkata begitu itu berarti dia berbohong; dan kalau mengatakan “aku lebih alim dari Salim”, berarti memuji diri sendiri.”

Di antara riwayat hadits yang diriwayatkan Abu Nu’aim al-Ashfihani melalui jalan al-Qosim, dari Sayyidah `Aisyah dari Nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya Alloh ta’ala mendidik salah satu di antara kalian itu bertahap, sebagaimana Alloh mendidik kamu semua terpisah-pisah, sampai Alloh menjadikannya sebagaimana Jabal Uhud.”

Imam Al-Qosim wafat di Mekkah pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, ketika dipegang Yazid bin `Abdul Malik (dikenal sebagai Yazid II, memerintah tahun 720-724 M.), setelah pemerintahan Khalifah `Umar bin `Abdul `Aziz (717-720 M.), tetapi juga banyak pendapat yang berbeda dan menyebutnya beliau wafat di Mekkah, pada tahun 105 H. (725 M.) atau 106/107/108/112/117 H., yaitu pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik.

Di antara murid al-Qosim bin Muhammad ini, yang diberi tarekat dan sampai bertahan periwayatannya hingga hari ini, adalah Imam Ja’far bin Muhammad ash-Shodiq, yang biasa dipanggil dengan Imam Ja’far ash-Shodiq. Imam Ja’far ash-Shodiq ini, selain menerima tarekat Sayyiduna Abu Bakar juga menerima tarekat Imam Ali, melalui ayahnya, Imam Muhammad al-Baqir. 

Penulis adalah penulis buku "Suluk dan Tarekat"


Ngalogat Terbaru