• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 11 Mei 2024

Ngalogat

Masyayikh Tarekat (16): Khawaja Muhammad Ala'udin Athar

Masyayikh Tarekat (16): Khawaja Muhammad Ala'udin Athar
Masyayikh Tarekat (16): Khawaja Muhammad Ala'udin Athar (Foto: NU Online Jabar/https://www.ziaetaiba.com/)
Masyayikh Tarekat (16): Khawaja Muhammad Ala'udin Athar (Foto: NU Online Jabar/https://www.ziaetaiba.com/)

Oleh Nur Kholik Ridwan 

Para murid Syah Naqsyaband atau Khawaja Muhammad Baha'udin an-Naqsyabandi al-Uwaisy al-Bukhari, yang paling terkenal ada tiga orang: Khawaja Ala’udin Athar, Khawaja Ya’qub al-Jarkhi, dan Khawaja Muhammad Parsa. Tiga guru tersebut menjadi rantai silsilah penting dalam beberapa silsilah Naqsyabandiyah di dunia Islam.

Tentang Khawaja Muhammad Ala’udin Athar (802 H./1399 M.), dalam beberapa sumber yang menyebut biogrfinya, seperti kitab ath-Thariqah an-Naqsyabandiyah wa A’lamuha (TNWA, 1987: 153) disebutkan nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad Ala’udin al-Bukhari al-Khawarizmi al-Athar. Dilahirkan di Bukhara, tetapi tidak disebutkan tahunnya. Ayahnya, wafat dengan meninggalkan beberapa anak dan warisan, dan Muhammad Ala’udinmemberikan warisannya kepada saudaranya, kemudian menyibukkan diri dengan mencari ilmu di Bukhara. 

Di Bukhara, Muhammad Ala’udin menjadi murid Syah Naqsyaband, dan mengikuti tarekatnya, serta dinikahkan dengan putrinya. Oleh karena itu, Khawaja Muhammad Alaudin Athar sangat dekat dengan gurunya, bukan hanya sebagai murid, tetapi juga menantu. Beliau mengisi waktu-waktunya dengan muraqabah, mencapai shahwu, sesuatu yang lebih sempurna daripada al-ghaibah, menurut sebagian imam sufi.

Di antara beberapa nasehat Khawaja Muhammad Ala’udin Athar, seperti dikutip dalam at-Thariqah an-Naqsyabandiyah dan kitab Al-Hadaiq al-Wardiyah adalah:

“Yang dimaksud dari riyadhah adalah menafikan hubungan nafsaniyah dan melakukan tawajjuh sampai ke alam arwah dan hakikat”;

“Sebaiknya murid berpegangan pada yang zhahir melalaui tali Allah (syariat), dan di dalam batin berpegangan kepada Allah, mengumpulkan keduanya adalah keharusan (lazim).”

Kepada murid-murid Naqsyabandiyah, Muhammad Ala’udin Athar memberi nasehat: “Aku menanggung setiap orang yang masuk ke tarekat ini, sebagai muqallid, supaya menjadi muhaqqiq, sebagai keharusan, karena sesungguhnya tuan kami (guru kami) Syah Naqsyabandi, memerintahkanku untuk mengikutinya, dan setiap apa yang telah aku kerjakan dan akan aku kerjakan, dengan mengikuti petunjuk Syah Naqsyaband aku menemukan hasilnya di dalam al-hal.”

Khawaja Muhammad Ala’udin Athar wafat pada tahun 802 H. (1399 M.), dimakamkan di Jafaniyan, yang juga masuk wilayah Bukhara. Beliau meninggalkan banyak murid, yang menjadi penggantinya, di antaranya dalam Al-Hadaiq al-Wardiyah (2002: 208-212), disebutkan: Syekh Hasan al-Athar (anaknya), Syekh Hisyamudin Yarisya al-Balkhi, Syekh Abu Said, Syekh Abdullah al-Imam asy-Syami, Syekh Umar al-Maturidi, Syekh Ahmad Miskam, dan Syekh Abul Mayamin Jamaluddin Darawisy Ahmad bin Jalaludin Muhamamd as-Samarqandi, Sayid Syarif al-Jurjani, dan Syekh Nizamudidn Khumusy.

Penulis adalah pengarang buku Suluk dan Tarekat


Ngalogat Terbaru