Oleh KH Imam Syamsudin
Setiap bulan Rabi’ul Awal tiba, kaum Muslimin tampak sibuk menyambut hari lahir sang panutan, Nabi Muhammad SAW: pada 12 Rabi’ul Awal. Kegiatan ini di kenal dengan sebutan Maulid atau Muludan. Di Banten ribuan orang mendatangi kompleks Masjid Agung Banten mereka berziarah ke makan para sultan.
Di Cirebon 11-12 Rabi’ul Awal kaum muslimin datang ke makam Syarif Hidayatullah, penyebar agama Islam di tatar Sunda. Di Yogyakarta dan Surakarta perayaan Maulid dikenal dengan istilah Sekaten yang berasal dari kata Syahadatain. Kemeriahan serupa juga didapati di Sumatera, Aceh, Lombok, dan tempat-tempat lain di Indonesia.
Dalam acara itu dibacakan kitab Barzanji. Ada yang dibaca datar dengan posisi duduk ada bagian syair-syair yang dilagukan sambil berdiri (mahalul qiyam).
Kitab Barzanji juga dibaca di masjid-masjid, para jamaah duduk bersimpuh, lalu seseorang membacakan Barzanji, yang pada bagian tertentu disahuti oleh jamaah lain secara bersamaan. Di tengah lingkaran terdapat lingkaran nasi tumpeng, makanan kecil dan minuman bandrek yang dibuat warga secara gotong royong.
Barzanji adalah karya tulis seni sastra isinya bertutur kehidupan Nabi Muhammad SAW mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, pemuda, hingga diangkat menjadi Rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi MuhamaMad SAW. Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut Syekh Ja’far Al-Barzanji bin Hasan bin Abdul Karim (1690-1766).
Barzanji berakar dari nama keluarga ulama yang berpengaruh di daerah Kurdistan bagian selatan, dekat kota Sulaimaniyyah sekarang. Keluarga Barzanji adalah keturunan Nabi Muahammad SAW melalui jalur Imam Musa Al-Kadzim. Ja’far bin Hasan Al-Barzanji lahir di Madinah dan menghabiskan seluruh usianya di sana.
Karya Tulis tersebut disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Biasanya pembacaan Barzanji dilakukan diberbagai kesempatan misalnya pada saat kelahiran bayi, mencukur rambut bayi (aqiqah), acara khitanan, dan pernikahan. Di Indonesia ada beberapa versi kitab Barzanji salah satunya disusun Syekh Nawawi Al-Bantani (1813-1897) dengan judul Madarij As-Su’ud Ila Iktisah Al-Buurud.
Kehadiran Barzanji meneguhkan pengaruh Kurdistan ke Nusantara beberapa bagian doa (shalawat) dari Barzanji di adopsi dalam industri rekaman yang sangat laris, seperti yang dilakukan oleh Hadad Alwi atau di pentaskan oleh sastrawan WS. Rendra, yang mengetengahkan Shalawat Barzanji. Kabarnya, karya inilah yang membuatnya masuk Islam.
Komunitas santri dan pesantren sampai sekarang konsisten menghidupi Barzanji. Kitab Barzanji telah menyediakan medium tradisi yang sangat kaya, luas, dan hidup di masyarakat secara turun temurun. Naskah yang hidup hampir 4 abad ini cukup terasa untuk menumbuhkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Banyak kalangan berpendapat bahwa ungkapan dan pujian tersebut tidak berlebihan jika diukur dengan keberhasilan Nabi Muhammad SAW membawa manusia dari peradaban jahiliyah menuju peradaban islami.
Berbahagialah karena telah lahir Nabi Muhammad SAW (QS. Yunus: 58).
Penulis sampai akhir wafatnya adalah Wakil Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Sukabumi
Terpopuler
1
Barak Militer Vs Pesantren
2
Jejak Perjuangan KH Muhammad asal Garut: Dari Membangun Pesantren hingga Menjaga NU
3
Dialog Refleksi Harlah ke-70, IPPNU Tasikmalaya Tegaskan Peran Strategis Perempuan dalam Pendidikan dan Kepemimpinan
4
Pesantren Karangmangu Bertaraf Nasional, Cetak Puluhan Khatimin dari Berbagai Daerah
5
BPBD Jabar Siap Tangani Bencana Alam di Bandung Barat, Karawang, dan Bekasi
6
IPPNU Kota Banjar Kunjungi Dinas Sosial, Bahas Kasus Sosial dan Penguatan Ketahanan Keluarga
Terkini
Lihat Semua