• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Ngalogat

Kisah Harmoni dan Toleransi di Kampus Islam: Cerita Rini Mahasiswi Kristen Pascasarjana UIN SGD Bandung

Kisah Harmoni dan Toleransi di Kampus Islam: Cerita Rini Mahasiswi Kristen Pascasarjana UIN SGD Bandung
Marini Fransiska Silalahi, (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Marini Fransiska Silalahi, (Foto: Dokumentasi Pribadi)


Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, sebuah kampus yang dikenal sebagai tempat pendidikan yang kental dengan nuansa budaya Islam. Meski begitu, kampus yang satu ini tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang berkeyakinan serupa, namun terbuka bagi keyakinan lintas iman. 


Terbukanya pintu bagi keyakinan lintas iman, Kampus UIN SGD Bandung menjadi tempat berkuliah yang memikat bagi Marini Fransiska Silalahi, atau yang akrab disapa Rini. Mahasiswi Kristen Protestan ini, kini sedang menempuh pendidikan Magister Hukum Pidana di UIN SGD Bandung.


Mahasiswi kelahiran Kota Medan ini berbagi pengalamannya tentang harmoni dan toleransi di tengah-tengah kampus islam yang ditempuhnya saat ini. 


Rini, yang sebelumnya menyelesaikan studi sarjana di Universitas Diponegoro Semarang, Fakultas Ilmu Hukum, Jurusan Hukum Pidana, menyoroti keunikan dan kekayaan pengalaman belajarnya di kampus Islam tersebut. Menurutnya, kampus lintas iman memberikan lingkungan belajar inklusif dan divers, membuka pintu untuk berinteraksi dengan mahasiswa dari latar belakang keagamaan yang beragam.


"Cukup menarik, dan menambah wawasan baru, baik dari segi pengetahuan agama Islam (khususnya) maupun dari segi ragam kebiasaan dan budaya di lingkungan mahasiswa dan dosen pengajar," papar Rini kepada NU Online Jabar, Kamis (21/12/23)


Keputusan Rini untuk berkuliah di UIN SGD Bandung juga dipengaruhi oleh kedekatan lokasi tempat ia bekerja di Kota Bandung. Lokasi kantor yang lebih dekat dan akreditasi prodi Ilmu Hukum yang telah mendapat akreditasi B menjadi faktor utama pemilihannya.


"Pertama karena lebih dekat dengan lokasi kantor tempat bekerja sekarang, yaitu di Jl. Soekarno Hatta, Kota Bandung. Kemudian karena akreditasi prodi Ilmu Hukum di Pascasarjana UIN SGD Bandung juga sudah mendapat akreditas B sehingga memenuhi syarat administrasi untuk tugas ijin belajar dari instansi tempat saya bekerja," ungkapnya.


Namun, lebih dari sekadar faktor lokasi dan akreditasi, Rini menekankan bahwa kampus lintas iman, terutama di kampus Islam, memberikan suasana belajar yang damai, mendukung, serta penuh toleransi dan menghormati antarumat beragama.


"Selama kuliah di kampus islam, tidak ada hambatan sama sekali. Secara signifikan belum ada, juga tidak ada pertentangan selama kuliah di kampus islam, misal ada perlakuan diskriminatif karena berbeda agama, itu tidak ada," jelasnya.


Rini juga menegaskan bahwa kenyamanan dalam kegiatan belajar mengajar di kampus yang berbeda keyakinan dengan dirinya tidak pernah menjadi masalah. "Juga tidak ada aturan yang memberatkan sehingga nyaman-nyaman saja," tambahnya.


Salah satu perbedaan yang dirasakan Rini adalah adanya ucapan salam pembuka dan penutup yang bernuansa Islam saat akan dan setelah perkuliahan. Meskipun baru pertama kali berkuliah di kampus agama, Rini merasa hal tersebut adalah sesuatu yang wajar, mencerminkan karakter kampus yang berlandaskan Islam.


Meskipun demikian, Rini juga melihat hal tersebut sebagai bagian dari keberagaman yang harus dihargai dan diresapi dengan sikap terbuka.


"Saya baru pertama ini berkuliah di kampus agama, yaitu kampus yang beragama Islam, tetapi sepanjang saya berkuliah di kampus Pascasarjana UIN SGD Bandung ini, hal baru yang saya rasakan adalah dari segi salam pembuka dan penutup saja saat akan memulai proses belajar mengajar," papar Rini.


Meskipun kampus ini tersedianya mata kuliah keislaman, seperti hukum pidana Islam dan lainnya, Rini tetap antusias mengikuti dan mengambil mata kuliah tersebut. Baginya, mata kuliah yang memuat keislaman tersebut merupakan mata kuliah wajib yang harus diambil sebagai bagian dari perjalanan akademisnya.


"Saya mengambil mata kuliah yang berperspektif Islam, seperti Hukum Islam, dan Perbandingan Hukum Pidana dengan Hukum Islam. Tetapi menurut saya, mata kuliah ini adalah mata kuliah wajib, sehingga saya menyikapinya dari segi keilmuan saja, yaitu ada hal penting yang memang harus saya pelajari dari mata kuliah yang disajikan dari kampus saya sekarang," jelasnya.


Pesan Rini kepada kampus yang menjadi almamaternya saat ini untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika. Dia menekankan pentingnya sikap bermoderasi agama sebagai landasan utama dalam menjalankan aktivitas akademis.


"Pertahankan dan tingkatkan lagi akreditas dari kampus UIN SGD Bandung ini, dengan tetap berpegang pada prinsip Bhineka Tunggal Ika dan sikap bermoderasi agama," pesannya.
Rini merasa senang dirinya bisa merasakan perkuliahan di kampus lintas iman “Saya senang bisa mendapat pengalaman sebagai mahasiswi di kampus bernuansa agama (khususnya agama Islam) di UIN SGD Bandung,” ujarnya.


Selain Rini, ada banyak mahasiswa lainnya dengan keyakinan yang berbeda kuliah di kampus UIN SGD Bandung, mulai dari mahasiswa program Sarjana hingga Doktoral.


Pengalaman Rini kuliah di kampus lintas iman menjadi bukti bahwa harmoni dan toleransi dapat tumbuh subur di lingkungan kampus, bahkan di kampus dengan latar belakang keagamaan yang berbeda. Kisahnya menginspirasi untuk terus memupuk nilai-nilai positif dan kerjasama lintas iman dalam dunia pendidikan.


Selain itu, cerita pengalaman Rini juga menjadi contoh nyata dari konsep Moderasi Beragama, yang menekankan sikap saling menghormati dan toleransi di antara kelompok agama yang berbeda. Konsep ini mengajarkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memilih dan mengamalkan agamanya masing-masing, tanpa adanya tekanan atau intimidasi dari pihak lain.


​​​​​​​Rini dengan pengalamannya berkuliah di kampus yang berbeda keyakinan dengan dirinya tidak merasakan apa yang namanya diskriminasi, intimidasi, intervensi, bahkan dirinya bisa mengamalkan keyakinannya dengan baik-baik saja.


Indonesia adalah negara yang plural sudah semestinya menerapkan konsep Moderasi Beragama, memberikan hak keyakinan dan mengamalkan keyakinannya dengan bebas. Sikap dan cara pandang yang moderat ini sangat penting dalam kehidupan masyarakat yang majemuk dan multikultural seperti Indonesia, karena hanya dengan cara itulah keragaman dapat disikapi dengan bijak, serta toleransi dan keadilan dapat diwujudkan.

​​​​​​​Penulis: Abdul Manap
 


Ngalogat Terbaru