Seorang ulama besar Al-Hasan al-Basri (semoga Allah merahmatinya) pernah menyewa seorang tukang angkut barang untuk membawakan barang belanjaannya dari pasar ke rumahnya. Selama perjalanan, dia terus mendengar tukang angkut tersebut mengucapkan dua kata tanpa henti:
"Alhamdulillah... Astaghfirullah."
Setelah tiba di rumahnya dan memberikan upah kepada tukang angkut, al-Hasan bertanya kepadanya tentang itu. Tukang angkut itu menjawab, "Dalam hidupku aku selalu berada di antara dua hal bersama Allah:
- Nikmat Allah, maka kewajiban diriku kepada Allah berupa syukur, dan aku ucapkan alhamdulillah
- Kekurangan di dalam pemenuhan hak Allah atas diriku, maka istighfarlah yang harus terucap dari diriku.
Al-Hasan kemudian menepuk telapak tangannya sendiri, lalu berkata, "Tukang angkut barang ternyata lebih tinggi pemahamannya darimu, oh Hasan."
Puncak karunia Allah kepada hamba-Nya bukanlah kebahagiaan, karena kebahagiaan adalah perasaan sementara dan fana.
Puncak karunia Allah kepada hamba-Nya adalah keridhaan. Oleh karena itu, Allah tidak berfirman kepada Rasul-Nya dalam Qs adh-Dhuha:
"Dan sesungguhnya Tuhanmu akan memberimu, maka engkau akan bahagia",
Tetapi Allah berfirman "Dan sesungguhnya Tuhanmu akan memberimu, maka engkau akan ridha".
Semoga Allah menanamkan keridhaan dalam hati kita semua
Ya Allah, berikanlah kami karunia keridhaan dan keselamatan
Dengan hati yang tenang dan kebahagiaan yang abadi, Ya Allah.
Alhamdulillah atas rahmat dan ampunanMu di bulan Ramadan
Astaghfirullah atas ketidaksempurnaan dan kekhilafan ibadah kami
Semoga Engkau ridha pada amal ibadah kami. Dan semoga Engkau jadikan kami termasuk hambaMu yang ridha atas semua pemberian dan ketentuanMu
Amin Ya Rabb
KH Nadirsyah Hosen, salah seorang Dosen Senior Monash Law School
