• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Ngalogat

Indahnya Toleransi Beragama di Tana Toraja, Cerita Mahasiswi UIN Bandung KKN di Sulsel

Indahnya Toleransi Beragama di Tana Toraja, Cerita Mahasiswi UIN Bandung KKN di Sulsel
​​​​​​​Sahla Maharani Sakti, mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung (Foto: dokumentasi pribadi)
​​​​​​​Sahla Maharani Sakti, mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung (Foto: dokumentasi pribadi)


Sahla Maharani Sakti, mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung, menjadi salah satu perwakilan dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kolaborasi Nusantara Moderasi Beragama di Provinsi Sulawesi Selatan.


Bersama enam rekannya, Sahla menjalani program KKN di Kabupaten Tana Toraja selama 45 hari, mulai dari 11 Juli hingga akhir Agustus 2023. Keenam perwakilan UIN Bandung tersebut berasal dari jurusan dan fakultas yang berbeda.


"Di penghujung semester 6 alhamdulillah saya bersama enam orang lainnya berkesempatan untuk melaksanakan KKN Nusantara Moderasi Beragama di Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan," ujar Sahla, mahasiswi asal Sukabumi ini kepada NU Online Jabar, Jumat (22/12/23)


Sahla dan timnya tergabung dalam kelompok yang terdiri dari 10 orang dengan latar belakang keyakinan yang beragam, dan berasal dari berbagai Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) seperti UIN Alaudin Makassar, UIN Ar-Raniry Banda Aceh, IAIN Kendari, Universitas Hindu Negeri Igusti Bagus Sugriwa Denpasar, IAIN Pare-pare IAIN Kudus, STAIN Majene, dan UIN KH Ahmad Siddiq Jember.


​​​​​​​Tana Toraja, yang didiami oleh suku Bugis, menjadi lokasi KKN bagi Sahla dan timnya. Mereka ditempatkan di Desa Rantetayo, Kecamatan Rantetayo, yang memiliki penduduk menganut agama leluhur Aluk Todolo dan mayoritas memeluk agama Kristen.


"Mayoritas penduduknya 86 persen memeluk agama Kristen, terbagi menjadi Protestan 70 persen dan Katolik 15 persen. Islam sekitar 12 persen, kemudian Hindu satu persen, Budha 0,13 persen, dan kepercayaan asal atau nenek moyang Aluk Todolo sekitar 0,01 persen," jelas Sahla berdasarkan data desa setempat.


Kedatangan Sahla dan rombongan disambut dengan hangat oleh warga setempat. Masyarakat Tana Toraja terbuka dan senang menerima mahasiswa KKN meskipun berasal dari keyakinan yang berbeda.


"Respons masyarakat sendiri atas kedatangan kami, mereka sangat terbuka dan disambut hangat, karena warga Toraja menganggap tamu adalah berkah, hal tersebut tercermin ketika kami disambut dan diterima dengan sangat luar biasa," ujar Sahla


Selain itu, mereka juga dianggap seperti keluarga sendiri di tengah masyarakat multikultural Tana Toraja. Mereka mendapatkan fasilitas dan kasih sayang tanpa adanya intimidasi dan diskriminasi.


"Kami difasilitasi dan dicintai, tidak ada yang namanya intimidasi dan diskriminasi," papar Sahla, menggambarkan harmoni dan toleransi beragama yang mengakar di Tana Toraja.


Dalam program KKN tersebut, mereka fokus pada tema moderasi beragama dengan aktif berpartisipasi di tempat ibadah, masjid, gereja, dan turut mengikuti adat istiadat setempat. Tujuan utama mereka adalah mempererat toleransi di Tana Toraja.


“Tujuan kami di sana menjalankan program penguatan moderasi beragama, mempererat toleransi antar umat. Namun setelah kami jalani, toleransi dan moderasi beragama di sana sudah terbentuk kuat dan harmonis,” ungkap Sahla.


Rukunnya hidup berdampingan dengan beragam keyakinan di Tana Toraja menjadi pembelajaran berharga bagi Sahla dan rekan kelompoknya. Meski awalnya mereka berusaha memperkuat pemahaman moderasi di tempat tersebut, kenyataannya justru sebaliknya. Masyarakat setempat memberikan pembelajaran tentang kekuatan kerukunan di Tana Toraja.


"Kami di sana diamanahkan untuk melakukan program yang mengacu kepada penguatan moderasi beragama, tapi nyatanya kami banyak belajar dari mereka. Warga di sana sangat erat sekali terhadap toleransi, kami mendapatkan cerminan tersendiri dari penguatan moderasi beragama, oh ini yang dimaksud moderasi beragama itu yang sesungguhnya," paparnya.


Meskipun demikian, Sahla dan rekan kelompoknya tetap melanjutkan program penguatan moderasi beragama sebagai tujuan utama KKN dan misi yang dibawa dari kampusnya. Mereka mengadakan program dialog moderasi beragama, melibatkan semua keyakinan.


"Bersama semua umat beragama, kami mengadakan dialog moderasi beragama. Dialog tersebut melibatkan semua umat. Dalam dialog tersebut, kami membahas permasalahan-permasalahan yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat yang multikultural, penguatan dan pemahaman atas adanya perbedaan, dan lain-lain," ujarnya.


Di tengah kuatnya moderasi dan toleransi beragama yang telah terbentuk di Desa Rantetayo, Sahla dan timnya memusatkan perhatian pada program pemberdayaan masyarakat melalui Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta pendidikan dengan memperkuat moderasi beragama.


"Di sana, moderasi beragama sudah sangat kuat terbentuk, jadi kami lebih fokus pada program pemberdayaan, seperti UMKM. Kami terlibat dalam pembuatan kerajinan tangan untuk mendukung ekonomi kreatif warga setempat," ujar Sahla.


Di bidang pendidikan, Sahla dan timnya memberikan penguatan melalui sekolah-sekolah, termasuk SD hingga SMA. Mereka tidak hanya memberikan pembelajaran umum, tetapi juga memberikan pembelajaran keagamaan, termasuk praktik ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.


“Kemudian dari segi pendidikannya kami melakukan pembelajaran. Salah satunya praktik ibadah di setiap sekolah, kami mengajarkan praktik ibadah sesuai keyakinannya, yang muslim dengan yang muslim, begitu juga keyakinan yang lainnya,” tuturnya


Selain itu, Sahla juga ikut terlibat dalam kegiatan adat istiadat setempat. Salah satu pengalaman unik yang dibagikannya adalah mengenai Rambu Solo, sebuah upacara pemakaman adat Toraja yang menjadi bentuk penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal. Prosesi ini bertujuan untuk mengantarkan arwah orang yang wafat ke alam roh.


"Menurut warga setempat, prosesi pemakaman tersebut adalah sebuah proses perubahan status manusia di dunia menuju roh di alam gaib. Rambu Solo menjadi pintu gerbang bagi jenazah untuk memasuki alam baru atau alam baka," jelas Sahla.


​​​​​​​Sahla menuturkan bahwa prosesi adat Rambu Solo menjadi wajib bagi warga yang mengikuti keyakinan leluhur atau Aluk Todolo. 


Jika keluarga tidak mampu melaksanakan adat tersebut, jenazah yang meninggal tidak boleh dikuburkan. Menimbang prosesi adat Rambu Solo tersebut memang membutuhkan biaya yang lumayan besar, ditambah dalam prosesinya harus ada penyembelihan hewan Kerbau. 


"Ketika ada keluarga yang meninggal, diwajibkan melaksanakan Rambu Solo. Jika tidak mampu, jenazah harus diawetkan dan tidak boleh dikubur," tambahnya.


Selain itu, ada budaya yang tak kalah unik dari Rambu Solo yang dilakukan oleh warga setempat, yaitu budaya penghiburan atau bisa dibilang tablig akbar karena diadakan oleh umat Islam sebagai tuan rumah.


“Dari acara tersebut uniknya semua umat hadir, dan tidak hanya hadir mereka dari masing-masing keyakinan memberikan sambutan dan mengisi ceramah,” katanya


​​​​​​​Sahla bersama rekan kelompoknya merasa bangga dan senang bisa berkesempatan datang ke Tana Toraja, dirinya banyak mendapatakan pengalaman dan pembelajaran yang berharga dari indahnya keberagaman dan toleransi di Tana Toraja.


“Kami di sana mendapatkan pembelajaran yang amat sangat berharga. Kami belajar bagaimana memperkuat hubungan antar warga beragama yang harmonis dan menjung-jung tinggi nilai toleransi dan hidup secara berdampingan di tengah perbedaan,” pungkasnya


Perlu diketahui, Sahla menuturkan program KKN kolaborasi nusantara moderasi beragama ini salah satu ikhtiar Kementerian Agama (Kemenag) dalam upaya mengimplementasikan moderasi beragama yang tujuannya memperkuat komitmen kesadaran akan pentingnya saling menghargai hidup dalam keberagaman. 


Konsep KKN kolaborasi nusantara moderasi beragama ini implementasi secara nyata dalam proses interaksi di masyarakat terhadap nilai-nilai moderasi beragama yang tertuang dalam 4 nilai pokok, yaitu komitmen kebangsaan, anti kekerasan, toleransi dan saling menghargai tradisi dan budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.

​​​​​​​Penulis: Abdul Manap


Ngalogat Terbaru