• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 3 Mei 2024

Ngalogat

Di Tangan Gus Yaqut, Ansor Jadi Pesantren Kepemimpinan

Di Tangan Gus Yaqut,  Ansor Jadi Pesantren Kepemimpinan
Gus Yaqut di depan kader Ansor Jabar (NU Online Jabar/Foto: Dok. PW Ansor Jabar)
Gus Yaqut di depan kader Ansor Jabar (NU Online Jabar/Foto: Dok. PW Ansor Jabar)


Oleh: Imam Mudofar
“Jangan pernah bercita-cita menjadi pemimpin atau memegang jabatan tapi siapkanlah diri kita saat kita dibutuhkan untuk memimpin/menjabat.” Demikian disampaikan KH Mustofa Bisri dalam pembukaan Latihan Instruktur 2 dan Pelatihan Kepemimpinan Nasional di Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin Leteh Rembang Desember 2017 silam.

Sejatinya Gerakan Pemuda Ansor adalah organisasi kepemimpinan. Setiap kadernya ditempa untuk menjadi pemimpin pada ruang lingkup kepemimpinan yang berbeda dan beraneka ragam. Itu semua tercermin dari nama kepengurusan Gerakan Pemuda Ansor dari mulai tingkatan atas sampai bawah.
Di tingkat nasional disebut Pimpinan Pusat. Di tingkat provinsi jadi Pimpinan Wilayah. Sedang di tingkat kabupaten/kota dinamakan Pimpinan Cabang. Terus sampai ke Pimpinan Anak Cabang untuk pengurus di tingkat kecamatan dan Pimpinan Ranting di tingkat desa/kelurahan. 

Pemilhan diksi "pimpinan" tentu bukan sekedar kebetulan. Ada makna filosilofis di sana. Pertama, menegaskan bahwa menjadi ketua Ansor harus punya kader yang dipimpin. Kedua, harus siap dipimpin dan memimpin. Dan ketiga bahwa kader-kader Ansor harus mampu menjadi seorang pemimpin bagi siapapun yang mereka pimpin. Minimalnya ya mampu menjadi pemimpin untuk keluarganya. Pemimpin yang bagaimana? Pemimpin yang mengedepankan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin dengan berafahamkan aqidah Islam ala ahlussunah wal jamaah an nahdliyah. 

Belakangan sosok Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) mampu mentransformasikan makna kepemimpinan di tubuh Ansor menjadi begitu luas melebihi ekspektasi. Ansor tidak hanya menjadi organisasi kepemimpinan, tapi lebih dari itu, Ansor menjelma menjadi "Pesantren Kepemimpinan." 

Kita ketahui bersama pesantren adalah tempat menggembleng dan belajar mengajar  bagi para santri yang didalamnya mengajarkan tentang ilmu Agama dan berbagai ilmu kehidupan lainnya. Gus Yaqut paham jika kepemimpinan bukan sesuatu yang datang secara tiba-tiba. Butuh proses panjang agar naluri dan insting kepemimpinan itu muncul.

Ansor yang kader-kadernya didominasi oleh kaum santri ini seolah menjadi wadah bagi mereka untuk menumbuh kembangkan karakter kepemimpinan. Mereka tidak hanya dididik dan digembleng untuk menjadi seorang pemimpin, tapi lebih dari itu, mereka didorong, didukung dan diarahkan untuk menjadi pimpinan-pimpinan di ruang-ruang strategis. Mereka yang memiliki potensi dan peluang besar untuk menebar manfaat yang lebih besar di tengah-tengah masyarakat diarahkan untuk terlibat dalam percaturan ruang-ruang kekuasaan.

Upaya ini tidak seutuhnya menemui jalan yang mulus. Betul-betul ditempa lewat proses yang panjang dan berliku. Dimulai dengan transformasi GP Ansor yang dicanangkan tagun 2010 di bawah Nusron Wahid sebagai Ketua Umum dengan fokus pada kaderisasi sebagai rahim organisasi. Dari rahim kaderisasi ini mulai bermunculan kader-kader potensial yang kemudian digembleng terus-menerus. Tahun 2014 adalah uji coba pertama saat kader-kader potensial didorong mengikuti kontestasi Pemilihan Legislatif. Ujicoba yang bisa dibilang kurang berhasil namun banyak pelajaran yang bisa dipetik.

Ketika Gus Yaqut naik menjadi Ketua Umum, kaderisasi makin masif hingga pada 2019 lalu, Gus Yaqut mendorong kader-kader terbaik Ansor dan Banser di masing-masing wilayah/provinsi untuk maju mencalonkan diri pada kontestasi Pemilihan Legisatif. Termasuk di Jawa Barat. Sahabat Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Barat, Deni Ahmad Haedari juga maju sebagai calon anggota DPD RI. Meskipun secara keseluruhan, hasilnya kurang begitu memuaskan. 

Selain itu, kader-kader lainnya yang berpeluang menjadi anggota legislatif di berbagai tingkatan, mulai dari DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kota/Kabupaten juga didorong untuk maju pada kontestasi Pemilu 2019 lalu. Bahkan Gus Yaqut sendiri langsung memberikan contoh dengan maju mencalon diri dan terpilih sebagai Anggota DPR RI Fraksi PKB dari daerah pemilihan Jateng X.

Yang masih hangat, saat kontestasi pemilihan kepala daerah beberapa waktu lalu, kader-kader Ansor dan Banser yang potensial juga didorong maju sebagai calon kepala daerah. Bahkan di Jawa Timur, Gus Yaqut turun gunung ke berbagai daerah yang ada kader Ansor maju sebagai calon. Hasilnya luar biasa keren. Sidoarjo (Gus Muhdlor), Gresik (Fandi Ahmad Yani), dan Trenggalek (M. Nur Arifin) dipimpin oleh Bupati (terpilih) kader Ansor aktif di kepengurusan Pimpinan Wilayah Ansor Jawa Timur. Di kampung halamannya, Kabupaten Rembang, Gus Yaqut sendiri aktif mengkampanyekan Gus Hanis, kader Ansor yang maju sebagai Calon Wakil Bupati (terpilih). Bahkan di luar pulau Jawa, ada H. Adlin Umar (Ketua PW GP. Ansor Sumatera Utara) yang maju dan terpilih sebagai Wakil Bupati Serdang Bedagai. 

Belum lagi di pilkada Serentak sebelumnya, ada banyak juga kader-kader Ansor dan Banser yang telah lebih dulu terpilih sebagai Kepala Daerah seperti halnya Gus Irsyad (Bupati Pasuruan/Kasatkorwil Banser Jawa Timur) dan Cak Thoriq (Bupati Lumajang/Kasatkorcab Banser Lumajang). Dan catatan pentingnya, nama-nama yang disebutkan di atas adalah kader organik Ansor/Banser yang betul-betul jelas proses jenjang kaderisasinya. Bukan kader naturalisasi yang tiba-tiba datang hanya untuk kepentingan sesaat. 

Mapping (pemetaan) dan distribusi kader serta suport dan dorongan agar kader-kader Ansor/Banser ini mengisi ruang-ruang strategis kekuasaan di berbagai tingkatan ini seolah menjadi upaya dari Gus Yaqut untuk membuktikan jika Ansor sebagai Pesantren Kepemimpinan yang anggotanya didominasi oleh kalangan santri dan pesantren mampu hadir di tengah-tengah umat. Sebab semua itu menjadi sebuah konsekuensi logis bagi kita sebagai warga negara di negara yang demokratis dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia. 

Dan sekarang, sosok Gus Yaqut sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor juga mendapatkan satu amanah dan tanggungjawab yang luar biasa besar dari Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Agama Republik Indonesia. Capaian dan catatan sejarah itu kian menguatkan jika Ansor adalah Pesantren Kepemimpinan.

Terakhir, saya ingin mengutip istilah lain yang dilontarkan oleh Almarhum Kasatkornas H. Alfa Isnaini yang menyebutkan Banser adalah Pesantren Kedisiplinan, maka konsekuensi terberat dari hasil Ansor sebagai Pesantren Kepemimpinan adalah menjalankan amanah yang diterima itu dengan disiplin. Disiplin dengan cara bagaimana? Disiplin dalam mentaati aturan perundang-undangan dengan dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. 

Dan sebagai kader Ansor yang hanya baru bisa mencatat capaian-capaian sahabat-sahabat lainnya, saya hanya bisa turut serta melangitkan doa semoga Gus Yaqut dan seluruh kader Ansor dan Banser yang di pundaknya tersemat amanah dari negara senantiasa diberikan kesehatan, kekuatan, kemudahan kelancaran dan keselamatan dalam menjalankan amanah. Sebagai kader NU yang memahami garis perjuangan para kyai-kyai pendahulu, kami percaya di tangan sahabat-sahabat Ansor yang memiliki kebijakan, masa depan keberlangsungan agama dan negara ini akan berjalan pada rel yang dicita-citakan. Semoga.

Untuk sahabat-sahabat Ansor yang baru bisa mencatat keberhasilan-keberhasilan sahabat-sahabat kita, pegang teguh pesan Gus Mus seperti dikutip di awal tulisan ini: bersiaplah tanpa mengharap menjadi sesuatu. Jika saatnya tiba, percayalah persiapan, pelatihan, pengalaman sahabat-sahabat akan berguna.

Penulis adalah Kasatkorcab Banser Kab. Tasikmalaya


Editor:

Ngalogat Terbaru