Nasional HAJI 2024

Mengenal Tempat Miqat dan Larangan Ihram yang Mesti Dipatuhi Jamaah Haji

Senin, 10 Juni 2024 | 06:00 WIB

Mengenal Tempat Miqat dan Larangan Ihram yang Mesti Dipatuhi Jamaah Haji

Jemaah ambil miqat di Bir Ali (Foto: Kemenag)

Bandung, NU Online Jabar
Sebelum melaksanakan umrah wajib dan menuju Baitullah di Makkah, jamaah haji harus berniat umrah di tempat miqat.


Miqat adalah tempat atau waktu yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai pintu masuk untuk memulai haji atau umrah. Terdapat dua jenis miqat: Miqat Zamani dan Miqat Makani.


Miqat Zamani merupakan batas waktu pelaksanaan ibadah haji, yang dimulai dari 1 Syawal hingga terbit fajar pada 10 Zulhijjah. Batas waktu ini adalah ketentuan yang harus diikuti untuk melaksanakan haji. Sedangkan untuk umrah, miqat zamani berlaku sepanjang tahun.


Miqat Makani adalah batas tempat untuk memulai ihram haji atau umrah. Ini adalah lokasi di mana seorang jamaah harus memulai niat haji atau umrah. Prosesnya dimulai dengan jamaah melakukan miqat makani di lokasi yang telah ditentukan, mengenakan pakaian ihram, melaksanakan salat sunah dua rakaat, mengucapkan niat, dan kemudian bertolak menuju Mekkah untuk melakukan Tawaf dan Sa'i.


Rasulullah SAW telah menetapkan lima tempat sebagai lokasi miqat makani. Tempat-tempat ini digunakan oleh jamaah haji atau umrah dari berbagai negara, termasuk Indonesia, tergantung dari mana mereka berasal.


Pertama, Zulhulaifah (Bir Ali). Tempat ini menjadi lokasi miqat bagi penduduk Madinah dan mereka yang melewatinya. Jamaah haji asal Indonesia yang diberangkatkan pada gelombang pertama dan mendarat di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah, mengambil miqat di Masjid Zulhulaifah (Bir Ali), yang terletak sekitar sembilan kilometer dari Madinah.


Kedua, Juhfah berjarak sekitar 183 kilometer di barat laut Mekkah, adalah miqat yang digunakan oleh jamaah dari Syria, Yordania, Mesir, dan Lebanon. Ketiga, Qarnul Manazil (as-Sail) terletak di dekat kawasan pegunungan Taif, sekitar 94 kilometer di timur Makkah, dan biasanya menjadi lokasi miqat bagi jamaah dari Dubai.


Keempat, Yalamlam, berada di tenggara Mekkah dengan jarak sekitar 92 kilometer, merupakan miqat bagi jamaah dari Yaman dan mereka yang melalui rute yang sama, seperti jamaah dari India, Pakistan, China, dan Jepang. Jamaah haji Indonesia yang melakukan perjalanan dengan pesawat biasanya mengambil miqat saat pesawat mendekati Yalamlam. Kru pesawat akan mengumumkan saat pesawat melintas di atas Yalamlam, sehingga jamaah bisa segera mengenakan pakaian ihram dan melafalkan niat haji atau umrah.


Kelima, Zatu Irqin, berjarak sekitar 94 kilometer di timur laut Mekkah, biasanya digunakan sebagai lokasi miqat bagi jamaah dari Iran dan Irak atau yang melalui rute yang sama.


Konsultan ibadah Daerah Kerja (Daker) Madinah, Aswadi Syuhadak, menjelaskan bahwa lokasi miqat makani bagi jamaah asal Indonesia bergantung pada gelombang keberangkatan. 


"Jamaah haji gelombang pertama yang mendarat di Madinah akan mengambil miqat di Bir Ali (Zulhulaifah). Jamaah haji gelombang kedua yang tiba di Jeddah memiliki beberapa opsi miqat, yaitu di asrama haji embarkasi, di dalam pesawat ketika melintas di atas Yalamlam, atau di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah," katanya seperti dikutip dari laman resmi Kemenag.


Bandara Internasional King Abdul Aziz ditetapkan sebagai lokasi miqat setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa pada 28 Maret 1980 tentang keabsahan Bandara Jeddah sebagai tempat miqat, yang kemudian dikukuhkan kembali pada 19 September 1981.


Selain itu, ada Masjid Tan'im yang berjarak 7,5 kilometer dari Masjidil Haram di Makkah. Masjid ini menjadi lokasi miqat bagi penduduk Makkah. Sejarah Masjid Tan'im bermula ketika Sayyidah Aisyah RA, istri Rasulullah SAW, tidak bisa melaksanakan umrah bersama rombongan setelah Haji Wada' karena sedang haid. Setelah suci, Rasulullah SAW memerintahkan saudara laki-laki Aisyah, Abdurrahman bin Abu Bakar, untuk mengantarkannya ke Tan'im guna melaksanakan umrah.


Larangan Ihram
Aswadi mengingatkan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat miqat. "Setelah mengambil miqat, jamaah menuju Baitullah dan mulai berlaku larangan saat berpakaian ihram," katanya.


​​​​​​​Miqat di Bir Ali dilakukan sebelum bertolak ke Mekkah. Seluruh jamaah sudah mengenakan pakaian ihram. Bagi jamaah laki-laki, mereka harus melepas semua pakaian dalam sebelum berangkat dari hotel dan berpakaian ihram menuju Zulhulaifah/Bir Ali. Mengenakan pakaian ihram juga bisa dilakukan di lokasi miqat.


Di Bir Ali, jamaah melaksanakan shalat sunah ihram sebanyak dua rakaat. Selanjutnya, jamaah berniat ihram untuk umrah atau haji. Niat ini disampaikan dalam hati dan diucapkan secara lisan. Bagi jamaah perempuan yang sedang haid atau jamaah yang sakit, mereka dapat berniat ihram umrah atau haji di dalam bus.


Setelah miqat dan mengucapkan niat, maka berlaku larangan-larangan saat berihram. Larangan bagi jamaah laki-laki di antaranya adalah mengenakan pakaian biasa, sepatu yang menutup tumit dan mata kaki, serta memakai tutup kepala.


Sementara itu, bagi jamaah perempuan, larangan-larangannya adalah tidak boleh memakai kaus tangan dan menutup muka. Jamaah, baik laki-laki maupun perempuan, juga dilarang menggunakan wangi-wangian (kecuali sebelum berihram), melakukan hubungan suami-istri, memotong kuku, mencabut atau memotong rambut atau bulu, serta tidak boleh memburu binatang.


Dalam perjalanan dari miqat menuju Masjidil Haram, jamaah dianjurkan untuk banyak membaca talbiyah. Bacaan talbiyah yaitu:


"Labbaik Allahumma labbaik, labbaika laa syariika laka labbaik, innal hamda wan ni'mata laka wal mulk laa syariika laka labbaik."


Artinya, "Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu ya Allah dan tiada sekutu bagiMu. Sesungguhnya segala puji, nikmat, serta kekuasaan hanya bagi-Mu tanpa sekutu apa pun bagi-Mu."


"Dengan mengetahui apa saja yang akan dijalani saat menjalankan ibadah haji dan umrah, termasuk miqat, maka akan memudahkan kita saat melakukan rangkaian ibadah," tandas Aswadi.