• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Nasional

Mengenal KH Adzro’i, Murid Syekh Ibrohim Al Baijuri dari Garut

Mengenal KH Adzro’i, Murid Syekh Ibrohim Al Baijuri dari Garut
Mengenal KH Adzro’i, Murid Syekh Ibrohim Al Baijuri dari Garut.
Mengenal KH Adzro’i, Murid Syekh Ibrohim Al Baijuri dari Garut.

Garut, NU Online Jabar 
Sejarah perkembangan dan peradaban islam di Indonesia tidak lepas dari peran para ulama. Peran ulama yang menjadi sosok sentral merupakan sebuah keniscayaan bagi masyarakat.

 

Peran ulama tidak hanya mendidik para santrinya untuk menjadi calon ulama penerusnya, namun juga mendidik untuk menjaga nilai-nilai yang ada di masyarakat agar tidak mudah hilang tersapu oleh zaman, selama budaya tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama islam.

 

Kabupaten Garut merupakan salah satu wilayah yang dipenuhi oleh para ulama, bahkan Habib Lutfi bin Yahya ketika mengisi tausyiah kebangsaan di Kepolisian Resor (Polres) Garut empat tahun lalu menyatakan bahwa pulau jawa dikelilingi oleh makam para ulama dan wali, setiap satu kilometer terdapat makam ulama dan wali.

 

Sesepuh Pondok Pesantren Fauzan KH Aceng Aam Umar ‘Alam menceritakan sosok buyutnya yang dikenal dengan ba’dul ikhwan. Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan bulanan sekaligus memperingati Haul KH Muhammad Adzro’i bin KH Abdul Wahab yang ke-104 dan Ibu Hj Fatmah binti KH Abdullah Sanusi yang ke-3 di Aula Pondok Pesantren Fauzan, Sukaresmi, Garut. 

 

Aceng Aam sapaan akrabnya menceritakan buyutnya yang bernama KH Muhammad Adzro’I (1845-1918 M) bin KH Abdul Wahab bin KH Muhammad Arif bin Syekh Nuryayi bin Raden Puspadirana. Nasab Rd Puspadirana, dimana nasabnya masih tersambung kepada Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati Cirebon).

 

“KH Adzro’i atau dikenal dengan nama Mama Bojong merupakan murid dari Syekh Nawawi Al-Bantani,” kata Kiai Aceng. 

 

Selain murid dari Syekh Nawawi, dalam sumber lain disebutkan bahwa KH Adzro’i juga merupakan murid dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dan Syekh Ibrohim Al Baijuri. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan merupakan mufti imam Syafi’i pada masa itu. Sedangkan Syekh Ibrohim al Baijuri sendiri merupakan pengarang kitab “Masalah fil Aqo’id al Baijuri” yang disyarahi oleh Syekh Nawawi al Bantani dengan nama kitab “Tijan ad Daruri.” 

 

Dalam kitab Tijan ad Daruri disebutkan bahwa Syekh Ibrohim telah diminta oleh sahabatnya yang disematkan dengan nama Ba’dul Ikhwan, dimana sahabat yang menjadi Ba’dul Ikhwan disini yaitu KH Adzro’i Bojong Garut dan Syekh Shoheh Bunikasih Cianjur. Syekh Ibrohim Al Baijuri pula merupakan Grand Syekh Al Azhar ke IX di Mesir.

 

Diceritakan oleh Aceng Aam bahwa KH Adzro’i menikah dengan Ambu Ijoh Khodijah yang merupakan putra sulung dari KH Hasan Basori Kiarakoneng, Garut yang merupakan juga kakak dari Syekh Muhammad atau dikenal dengan nama Syekh Jabal Qubais. 

 

“Dari Ambu Ijoh lahir seorang putra bernama KH Umar Bashri selaku pendiri Pondok Pesantren Fauzan, Sukaresmi, Garut. Selain KH Umar Bashri, putranya yang lain Nyimas Unang Maemunah yang pernah menikah dengan Syekh Ahmad Syatho, Syekh Ahmad sendiri merupakan putra dari Pengarang kitab “I’anah at Tholibiin” yakni Syekh Abu Bakar Syatho,” ujar Aceng Aam. 

 

“Selain putra-putri yang menjadi penerus agama, murid-murid dari KH Adzro’i sendiri tidak sedikit yang menjadi ulama dan mendirikan pondok pesantren,” tambahnya.

 

Diantara murid-muridnya yang terkenal dan melahirkan banyak ulama lain yaitu KH Ahmad Syatibi Al-Qonturi (Mama Gentur) Cianjur, KH Nahrowi (Pesantren Ke’re’se’k) Garut, KH Muhammad Rusdi (Cikoneng) Garut, KH Hasan Mustafa Bandung (pesantren.id), KH Rd Muhammad Alqo Sukamiskin-Bandung ketika ia belajar di Pesantren Bureng Surabaya, Jawa Timur.

 

“Bahkan muridnya tidak hanya manusia, ada juga dari golongan Jin yang menjadi santrinya,” tutur Aceng Aam.

 

Masih menurut Aceng Aam dari beberapa Riwayat, KH Adzro’i merupakan wali, sehingga wajar jika yang menjadi santrinyapun tidak hanya manusia.

 

Pada usia 60 tahun, Syekh Adzro’i berguru kepada Syekh Ahmad Khatib yang kemudian KH Adzro’i menjadi mursyid dari Toriqoh Qodiriyah Naqsabandiyah pada masa itu. KH Adzro’i wafat pada usia 73 tahun pada tahun 1918 M dan makamkan di Komplek Pemakaman Bojong Kelurahan Cimuncang, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

 

Pewarta: Muhammad Salim
Editor: Abdul Manap


Nasional Terbaru