Nasional

BMKG: Pembahasan Potensi Gempa Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut Bukan Peringatan Dini

Kamis, 22 Agustus 2024 | 10:00 WIB

BMKG: Pembahasan Potensi Gempa Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut Bukan Peringatan Dini

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono. (Foto: bmkg.go.id)

Bandung, NU Online Jabar
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono, menegaskan bahwa pembahasan mengenai potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut bukanlah hal baru. Menurutnya, potensi gempa di kedua wilayah tersebut telah menjadi perhatian para ahli jauh sebelum terjadinya Gempa dan Tsunami Aceh pada tahun 2004.


"Pembahasan mengenai potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukanlah hal baru, sudah lama, bahkan sudah ada sejak sebelum terjadi Gempa dan Tsunami Aceh 2004," ujar Daryono dalam keterangan resminya, Rabu (22/8) seperti dikutip dari laman resmi bmkg.go.id.


Daryono menekankan bahwa kemunculan kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust ini bukan berarti gempa besar akan segera terjadi dalam waktu dekat. 


"Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian," jelasnya.


Ia mengingatkan bahwa zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut merupakan potensi yang diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang telah berlangsung selama ratusan tahun. "Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu," tambah Daryono.


Terkait dengan rilis BMKG sebelumnya yang menyatakan bahwa gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut "tinggal menunggu waktu," Daryono mengklarifikasi bahwa hal tersebut bukan berarti gempa akan segera terjadi. "Hal ini dikarenakan kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar, tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat," terangnya.


Daryono juga mengingatkan bahwa hingga saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu memprediksi
dengan tepat kapan dan di mana gempa akan terjadi. "Kita semua juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya," ujarnya.


Oleh karena itu, Daryono mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, termasuk melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. "BMKG selalu siap memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat," tegasnya.


Mengenai kaitan antara pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut dengan gempa kuat M7,1 yang baru-baru ini mengguncang Prefektur Miyazaki, Jepang, Daryono menegaskan bahwa tidak ada hubungan langsung antara kedua peristiwa tersebut. Namun, ia menyatakan bahwa gempa di Jepang bisa menjadi pengingat bagi Indonesia untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.


"Peristiwa semacam ini menjadi momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut," kata Daryono.


Sebagai catatan sejarah, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946, sedangkan di Selat Sunda pada 1757, dan di Mentawai-Siberut pada 1797. 


"Artinya kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai, sehingga mestinya kita jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya," pungkas Daryono.