• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 4 Mei 2024

Kuluwung

Merawat Sanad, Menjaga Nasab

Merawat Sanad, Menjaga Nasab
Kevin saat mengaji pada neneknya di Sumedang. (Foto: Aip SM)
Kevin saat mengaji pada neneknya di Sumedang. (Foto: Aip SM)

Oleh Aip Syaiful Mubarok
Saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar, bila masa liburan sekolah tiba, bapak akan menyuruh saya dan adik-adik berlibur di rumah kakek kami, almaghfurlah KH Mohammad Muhyiddin. 
Perjalanan Sumedang-Tasikmalaya kami tempuh dengan Honda GL100. Sepeda motor berwarna merah yang setiap hari menemani bapak berkeliling dari satu pengajian ke pengajian lainnya. Saya paham sebenarnya, ia mengirim saya bukan semata untuk liburan, tapi untuk mengaji pada kakek dan nenek.

Almarhum kakek biasa mengajar sorogan kitab-kitab yang bisa diselesaikan selama liburan kepada cucu-cucunya. Seperti kitab Safinatun Naja, Fathul qarib, 'Aqidatul 'Awam atau Tijan Darori. Sementara nenek saya, akan mengajari kami soal ketertiban membaca Al-Qur'an. 

Selama liburan itu, kakek mengambil jam istirahatnya untuk mengajar kami. Beliau sama sekali tidak mengambil waktu mengajar santri-santrinya. Di sela itu, siangnya kami seringkali diajak kakek melihat-lihat kebunnya. Ia mengajak kami mencangkul atau sebatas membersihkan ilalang di sekitarnya.

Sesekali kami mendengar beberapa nukilan sejarah tentang perjalanan petualangan saat di pesantren. Atau bercerita tentang sahabat-sahabatnya. Di antara yang familiar terdengar di telinga saya saat adalah nama Abah Kiai Ruhiat, Kiai Choer Affandi, Kiai Idham Cholid, dan Mama Bentang. Tentu tidak ketinggalan beberapa petuahnya yang disarikan atas kealiman dan teladan sahabat-sahabatnya itu, yang diceritakannya dengan sangat lugas dan bernas.

Sayangnya, beberapa kisah itu luput dalam ingatan saya. Tapi nama-nama yang seringkali disebut kakek itu, sebagian besarn masih saya ingat dengan baik.

Kebiasaan itu, kini coba saya lanjutkan, Nadin dan Kevin saya ajak merawat sanad dan menjaga nasab. Menapaki perjalanan yang pernah saya tempuh puluhan tahun lalu. Maka liburan kali ini, mereka berdua menjalani prosesi yang pernah saya jalani itu. Kelak, semoga mereka juga akan meneruskan tradisi baik ini, agar sanad tetap lestari, agar nasab tetap bestari.

Kemarin, saya tengok mereka. Syukurlah, keduanya menuturkan cerita yang menyenangkan dalam proses mengajinya. Lamunan saya menerawang pada pengalaman puluhan tahun lampau. Situasi yang saya tempuh bersama saudara-saudara yang lain saat itu, tentu tidak lagi sama dengan yang dialami anak-anak. 

Sebelum pulang, dalam ciuman tangan seperti biasanya, saya bicara pelan pada bapak dan Ibu, 

"Hatur nuhun, Pa. Neda hapuntenna bilih barudak sesah diwurukna." (Terima kasih, Pak. Mohon maaf jika anak-anak menyulitkan selama belajar di sini).
Bapak cuma tersenyum. Begitupun ibu. 

Saya sudah lupa kapan terakhir meneteskan air mata. Dan hujan tangisan itu tumpah hampir sepanjang jalan Sumedang-Tasikmalaya.

Penulis adalah Ketua Lakpesdam PCNU Kabupaten Tasikmalaya.


Editor:

Kuluwung Terbaru